Uji Publik Ranperda Bantuan Hukum Bagi Masyarakat, Pansus DPRD Rapat Bersama Advokat MLC
SELATPANJANG - Pansus B yang membahas Ranperda tentang bantuan hukum bagi masyarakat melakukan uji publik dengan melakukan rapat dengar pendapat umum bersama Bagian Hukum, dinas terkait dan para advokat yang tergabung dalam Lawyer Club Meranti (MLC), Senin. (3/10/2022) sore.
Rapat tersebut dihadiri Wakil ketua DPRD yang juga merupakan Koordinator Pansus B, H Khalid Ali, ketua Pansus, Ardiansyah dan dihadiri beberapa anggota Pansus B lainnya seperti Dedi Yuhara, DR. M.Tartib, Bobi Iskandar dan H. Hatta.
Sementara itu dari pihak Lawyer Club Meranti dihadiri beberapa advokat diantaranya Al Azhar, Antoni Shidarta, Bonny Nofriza, Agus Suliadi, Khairul Anwar, Dian Jarita, Sugiarto, Firdaus dan Kharisma Armiary.
Adapun tujuan dari rapat tersebut yakni untuk mendengar pendapat dan masukan dari para advokat guna memperoleh Ranperda yang lebih matang dan tepat guna.
Adapun hasil dari rapat pansus B bersama MLC tersebut diperoleh beberapa masukan, diantaranya kriteria penerima bantuan hukum, kategori kasus dan perkara yang akan diberikan bantuan hukum, proses serta tahapan pemberian bantuan hukum Litigasi dan Non Litigasi, kerjasama dengan lembaga bantauan hukum yang terdaftar dan terakreditasi khususnya LBH yang terdiri dari putra dan putri asli Meranti, serta mengupayakan berdirinya Pengadilan Negeri di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Terhadap masukan tersebut dibahas lebih lanjut oleh Pansus bersama perangkat daerah terkait lainnya seperti Dinas Sosial, Dan Pemberdayaan Perempuan, Dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana, (Dinsos- P3APPKB) dan Bagian Hukum Sekretariat Daerah.
Ketua Pansus B, Ardiansyah menyampaikan apresiasi kepada MLC yang sudah ikut berperan memberi masukan untuk kesempurnaan Ranperda, selain itu ketua Pansus juga menyampaikan bahwa hingga saat ini Ranperda bantuan hukum bagi masyarakat miskin sedang di bahas antara DPRD dengan pemerintah daerah.
"Kita bertekad agar Ranperda ini bisa disepakati dan selesai tepat waktu, sehingga nantinya peraturan daerah ini bisa berguna bagi masyarakat Meranti yang sedang menghadapi persoalan hukum. Kami juga mengucapkan terimakasih atas semua masukan dari MLC dan akan dijadikan catatan bagi kami dalam penyempurnaan Perda ini," kata Ardiansyah.
Sebelumnya, Agus suliadi, SH selaku koordinator MLC mengatakan terhadap proses penanganan kasus hingga proses peradilan itu selama ini ada kerancuan dalam penilaian, sehingga penafsiran tersebut berakibat merugikan pihak LBH yang menangani perkara.
"Banyak hal yang kita berikan masukan kepada Pansus B tentang bantuan hukum kepada masyarakat miskin, mulai dari kriteria LBH yang dijadikan mitra, kriteria masyarakat miskin sampai tahapan peradilan yang dijalani selama proses peradilan itu berlangsung. Ada kerancuan dalam penilaian terhadap penanganan sebuah kasus, secara umum orang menilai penanganan sebuah kasus mulai itu adalah dimulai dari tanda tangan kuasa sampai incrach nya sebuah keputusan. Padahal sebelum incrach ada beberapa kemungkinan yang terjadi yang mebuat perkara itu selesai bisa karena mediasi, bisa karena Justice collaborrator, bisa karena putusan sela, dan lain sebagainya," kata Agus.
"Jika yang dibunyikan sampai putusan incraht oleh pengadilan tentu ini akan terjadi salah penafsiran yang berakibat merugikan pihak LBH yang menangani perkara," ujar Agus lagi.
Sementara itu, Boni Nofriza SH, MH mengatakan pemerintah daerah harus terbuka dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dalam menjalin kerjasama, tentunya dengan melakukan proses pendaftaran lalu dilakukan verifikasi terhadap LBH yang mengajukan diri sebagai mitra. Sehingga dengan demikian pemerintah daerah dapat menilai LBH mana yang berkompeten untuk dijadikan mitra.
Advokat lainnya, Firdaus SH menyampaikan terkait mahalnya biaya berperkara di Kepulauan Meranti yang harus bersidang di Pengadilan Negeri Bengkalis, untuk itu pihaknya meminta pemerintah daerah untuk cermat menghitung rincian biaya tersebut.
"Terlebih lagi jika itu perkara Perdata, karena kita harus bersidang di PN Bengkalis yang dibebani biaya transportasi dan hotel selama bersidang, makanya kita minta pemda juga menghitung dengan cermat biaya berperkara agar dalam menjalan tugas advokasinya LBH didukung secara finansial sesuai perjanjian kerjasama," kata Firdaus.
Agus suliadi menambahkan, pihaknya juga mengapresiasi terhadap Ranperda yang ingin membantu masyarakat miskin terlibat persoalan hukum dengan menunjuk LBH yang dijadikan mitra oleh pemerintah daerah. Namun karena belum berdirinya lembaga pengadilan itu juga menjadi sebuah persoalan.
Untuk itu, pihaknya berharap pemerintah daerah untuk menggesa hal itu untuk Pengadilan Negeri berdiri, sehingga nantinya masyarakat tidak perlu jauh-jauh lagi ke kabupaten induk mencari keadilannya dan cukup di ibukota kabupaten di Selatpanjang.
"Perlu adanya lembaga peradilan di Kabupaten Kepulauan Meranti agar masyarakat mudah memperjuangkan keadilan untuk dirinya. Saat ini biaya peradilan di Kepulauan Meranti sangat mahal ini juga nanti menjadi persoalan bagi pendampingan hukum bagi LBH yang menjadi mitra pemda dalam mengadvokasi masyarakat, karena kita masih menumpang di PN Bengkalis, untuk itu saya minta pemda dapat memperjuangkan ini karena menyangkut kepentingan hukum seluruh masyarkat," pungkasnya.
Sebelumnya, Ranperda Tentang Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin merupakan usulan pemerintah daerah yang disampaikan dalam rapat paripurna ketujuh, masa persidangan ketiga, tahun persidangan 2022 yang dilaksanakan di Balai sidang DPRD Kepulauan Meranti, Senin (22/8/2022)
Wakil Bupati Kepulauan Meranti, AKBP (Purn) H Asmar dalam pidatonya mengatakan pemberian bantuan hukum bagi masyarakat miskin di Kabupaten Kepulauan Meranti merupakan suatu hal yang harus mendapat perhatian dan prioritas utama sehingga peraturan daerah ini sangat diperlukan.
Dijelaskan, pemberian bantuan hukum merupakan amanah dari ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum disebutkan bahwa daerah dapat mengalokasikan anggaran penyelenggaraan bantuan hukum dalam APBD.
Lebih lanjut dikatakan, masalah bantuan hukum bukanlah hal yang sulit bagi masyarakat yang memiliki kemampuan secara ekonomi, karena mereka dapat dengan mudah menunjuk advokat untuk membela kepentingannya. Sedangkan bagi masyarakat yang tidak memiliki kemampuan secara ekonomi tidak dapat menunjuk advokat sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat yang memiliki kemampuan secara ekonomi.
Jumlah masyarakat miskin yang terjerat masalah hukum cukup banyak dan perlu pendampingan serta bantuan hukum. Hal ini menjadi prioritas dan perhatian utama Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti untuk diselesaikan.
"Peraturan daerah ini diharapkan nantinya dapat memberikan pijakan kepada Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti dalam pemberian bantuan hukum bagi masyarakat miskin sehingga dapat dilaksanakan secara komprehensif, efektif, efisien dan terpadu," ujar Asmar.
Penulis : Ali Imroen
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :