PASIR PANGARAIAN- Keberadaan peninggalan Benteng Tujuh Lapis di Kelurahan Tambusai, Kecamatan Tambusai, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), merupakan bukti perjuangan Tuanku Tambusai yang merupakan salah seorang Pahlawan Nasional. Benteng Tujuh Lapis yang biasa disebut masyarakat Benteng Aur Berduri, memiliki nilai sejarah dan perjuangan, sehingga perlu diabadikan dan diwariskan kepada generasi penerus bangsa. Apalagi keberadaan Benteng berada dekat jalan lintas Provinsi Riau-Sumatera Utara terlihat sederhana berupa gundukan tanah yang tinggi. Dan untuk pengembangannya masih diperlukan waktu.
Bila dilihat dengan kondisi terkini, Benteng Tujuh Lapis terlihat seperti bukan bangunan istimewa. Namun, pada tahun 1784-1882 atau 1,5 abad silam, saat masih dijajah, tentunya sepakat jika cagar budaya nasional ini merupakan suatu hal yang luar biasa dan monumental.
Walaupun ditetapkan sebagai cagar budaya nasional, namun lokasi bersejarah Benteng Tujuh Lapis tersebut belum dikembangkan sesuai ketinggian nilainya. Hal inilah yang menjadi pertanyaan besar banyak orang.
Berbagai usaha dan terobosan sudah dilakukan Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Kabupaten Rohul selama ini. Namun tampaknya masih menemukan kendala dan hambatan, khususnya menyangkut aturan dan peraturan perundangan tempat yang berkaitan dengan cagar budaya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, memberikan solusi tiga langkah yang harus dilaksanakan untuk memberikan perlakuan ke benda cagar budaya. Pertama Studi Kelayakan Revitalisasi, kedua Rencana Induk Pelestarian dan ketiga Pelaksanaan Pengembangan atau Pembangunan.
Dikatakan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Rohul Drs Yusmar MSi, saat ini Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatera Barat yang dulunya bernama BPCB Batu Sangkar tengah melaksanakan tahap pertama yaitu studi kelayakan untuk pengembangan Benteng Tujuh Lapis.
Studi kelayakan dipimpin Yusfahendra Bahar, S.S, Koordinator Pengembangan dan Pemanfaatan BPCB Sumatera Barat dan anggota Defrian Saputra, ST. "Diharapkan nantinya dapat mengnghasilkan rekomendasi tentang tindakan pelestarian objek sebagai cagar budaya," jelasnya, Kamis (13/9/2018).
Dimana studi kelayakan itu sambung Yusmar, nantinya akan memberikan rekomendasi antara lain perlunya Rencana Induk Pelestarian atau masterpland khusus kajian zonasi dan deliniasi (kawasan inti, penyangga, pengembang dan penunjang), revitalisasi objek serta kajian sosial budaya.
Hasil itu juga akan merekomendasikan apakah objek perlu dikaji secara arkeologi dengan melibatkan Balai Arkeologi di Medan. Apakah sisi pelestarian nilai budaya dilakukan BPNB atau Balai Pelestarian untuk wilayah Riau Kepri berada di Tanjung Pinang.
Menurut Ketua Tim Survei Hendra, bahwa kendala Benteng Tujuh Lapis belum dikembangkan maksimal karena kemampuan keuangan. Diakuinya, untuk pengembangan cagar budaya ini sebenarnya menjadi tanggungjawab pemerintah pusat, provinsi dan daerah.
Khusus untuk cagar budaya yang ada di Kabupaten Rohul, sebut Hendra, sebenarnya sudah dimulai dari tahun 2006 silam, dilanjutkan dengan pendataan dan pemetaan di tahun 2009, namun setelah itu kegiatan terputus, baru sekarang dilakukan studi kelayakan di benteng kebanggaan milik masyarakat Rohul.
Kata Hendra, bahwa pengembangan cagar budaya sendiri juga tergantung kepada sejauh mana daerah punya perhatian dan kepedulian tentang hal itu.
Hendra sangat berharap, Benteng Tujuh Lapis yang dilengkapi aur berduri ini tidak saja dijadikan sebagai sebuah kebanggaan, melainkan sebagai suatu bukti perjuangan, serta tingginya peradaban Rohul, sehingga perlu dijaga dan dipelihara bersama agar tetap lestari.
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda)