Home / Meranti | ||||||
Pemkab Kepulauan Meranti Terpaksa Tutup Akses Jalan Revolusi Akibat Dijadikan Tempat Pembuangan Sampah Illegal Rabu, 19/03/2025 | 17:10 ![]() ![]() ![]() ![]() | ||||||
![]() | ||||||
Jalan Revolusi di Kecamatan Tebingtinggi, Kepulauan Meranti ini terpaksa ditutup oleh pemerintah daerah karena dijadikan TPA ilegal SELATPANJANG - Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti terpaksa menutup akses warga di Jalan Revolusi, yang menghubungkan antara Jalan Rintis dan Jalan Banglas di Kelurahan Selatpanjang Kota, Kecamatan Tebingtinggi. Langkah ini dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) atas perintah langsung Wakil Bupati Kepulauan Meranti, Muzamil Baharuddin SM MM. Berdasarkan pantauan di lokasi, penutupan akses jalan dilakukan dari arah Jalan Rintis dengan memasang plang bertuliskan "Maaf Jalan Ditutup, Ada Perbaikan Jalan" dan "Dilarang Buang Sampah di Areal Ini". Wakil Bupati Muzamil Baharuddin menjelaskan bahwa penutupan jalan ini merupakan bentuk respons terhadap maraknya pembuangan sampah liar di lokasi tersebut, sampah yang dibuang selain sampah rumah tangga juga ada bangkai. Tumpukan sampah yang menggunung tidak hanya merusak pemandangan, tetapi juga mengganggu aktivitas warga karena meluber ke badan jalan dan menimbulkan bau busuk. "Kami sengaja menutup akses jalan ini sementara waktu sebagai langkah pencegahan agar tidak ada lagi aksi pembuangan sampah di sini. Kondisi ini sangat berdampak buruk pada lingkungan dan kenyamanan warga," ujar Muzamil, Rabu (19/3/2025). Selain sampah rumah tangga, ditemukan juga buah-buahan busuk yang semakin memperparah aroma tidak sedap di sekitar lokasi. Muzamil menambahkan bahwa lokasi pembuangan sampah liar ini bersebelahan dengan kantornya, yaitu Sekretariat DPC Partai Demokrat Kepulauan Meranti, sehingga semakin memperjelas urgensi tindakan ini. Wakil Bupati menegaskan bahwa jalan ini dapat dibuka kembali jika ada kesepakatan "Jika masyarakat dapat berkomitmen untuk tidak lagi membuang sampah di sini, maka akses jalan bisa kami buka kembali," katanya. Lebih lanjut, Pemkab juga akan menutup sementara beberapa jalan lain yang kerap dijadikan tempat pembuangan sampah liar, salah satunya Jalan Nelayan di belakang ULP PLN Selatpanjang yang mengarah ke Pelabuhan Tanjung Harapan. Di lokasi itu, pembuangan sampah ilegal di pinggir jalan selain menimbulkan bau tidak sedap, kondisi itu merusak pemandangan. "Kita juga akan melakukan penutupan jalan serupa seperti di Jalan Nelayan yang diketahui sampah juga menumpuk di sana. Sampah yang berserakan di pinggir jalan itu," ungkap Muzamil. Kondisi kebersihan di Kota Selatpanjang menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti. Wakil Bupati Muzamil Baharuddin SM MM menyoroti banyaknya sampah berserakan di sejumlah titik yang bukan tempat pembuangan sampah resmi, yang dinilai merusak citra ibu kota kabupaten. "Sampah yang berserakan di tempat yang tidak semestinya mempertaruhkan wajah Kota Selatpanjang. Jika tidak segera diatasi, ini akan memberikan kesan yang tidak baik bagi tamu yang datang, baik dari luar daerah maupun luar negeri," ujarnya. Menurutnya, sampah yang menumpuk di pinggir jalan mencerminkan kurangnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan. "Perilaku masyarakat yang masih membuang sampah di pinggir jalan sangat disayangkan. Sampah yang berserakan mempertaruhkan citra Kota Selatpanjang. Kami mohon dukungan dari seluruh masyarakat agar lebih sadar dan membuang sampah pada tempatnya," tegasnya. Dengan kebijakan ini, diharapkan masyarakat semakin memahami pentingnya menjaga kebersihan lingkungan serta mendukung upaya pemerintah dalam menciptakan kota yang bersih dan nyaman.
Langkah yang diambil adalah menutup sementara akses jalan yang kerap dijadikan tempat pembuangan sampah liar dinilai salah satu opsi tepat dalam upaya menangani permasalahan sampah yang berserakan di beberapa titik di ibu kota kabupaten.
"Kami mendukung penuh jalan itu ditutup untuk sementara waktu oleh Dinas PUPR. Saat ini, kami belum memiliki anggaran khusus untuk menutupnya sendiri. Namun, langkah ini bisa menjadi cara efektif untuk mengubah perilaku masyarakat. Kita juga tidak berpikiran negatif dimana ketika jalan ini dibuka lagi warga akan kembali membuang sampah sembarangan disini. Dari pengalaman sebelumnya, ada dua titik yang sudah ditutup dan berhasil mencegah masyarakat membuang sampah di sana," kata Dewi Atmidilla. Dewi menambahkan bahwa jalan yang ditutup bukan jalan protokol, sehingga tidak signifikan mengganggu aktivitas warga. Sebaliknya, masyarakat yang lewat di sekitar lokasi justru lebih terganggu dengan tumpukan sampah yang semakin hari semakin menyerupai tempat pembuangan akhir (TPA). "Jika jalan itu tidak ditutup, maka lokasi tersebut akan terus dijadikan tempat pembuangan sampah liar. Tidak hanya sampah rumah tangga, bahkan bangkai seperti perut babi juga dibuang di sana. Ini tentu saja sudah tidak benar," tegasnya. Sementara itu, setelah dilakukan konfirmasi ke warga setempat, mereka berdalih bahwa sampah berasal dari pedagang pasar di Jalan Imam Bonjol. Namun, Dewi membantah anggapan tersebut karena sampah pasar sudah diangkut setiap hari menggunakan mobil sampah. "Setelah dilakukan konfirmasi ke warga setempat, mereka berdalih jika pedagang pasar di Jalan Imam Bonjol yang membuang dan saya sangat tidak setuju karena sampah di pasar tersebut sudah kita angkut setiap hari menggunakan mobil," ujarnya lagi Permasalahan sampah yang berserakan di ibu kota Kabupaten Kepulauan Meranti masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah daerah. Dewi menegaskan bahwa masalah ini tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah saja, melainkan juga membutuhkan kesadaran penuh dari masyarakat. "Kami sudah berupaya dengan berbagai cara, seperti memasang selebaran, spanduk, hingga pagar seng agar warga tidak membuang sampah sembarangan. Namun, tidak hanya diabaikan, bahkan pagar seng dan spanduknya malah dicabut," ungkapnya. Petugas kebersihan juga telah ditempatkan di lokasi-lokasi rawan pembuangan sampah ilegal. Namun, masyarakat justru membuang sampah saat petugas tidak berjaga. "Mereka seperti bermain kucing-kucingan dengan petugas. Sosialisasi sudah dilakukan hingga ke tingkat RT, tetapi kesadaran masyarakat masih menjadi kendala utama dalam pengelolaan sampah ini," tambahnya. Diharapkan dengan adanya penutupan jalan sementara dan upaya sosialisasi yang terus dilakukan, masyarakat bisa lebih disiplin dalam membuang sampah pada tempatnya. Pemkab Kepulauan Meranti juga terus mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menjaga kebersihan kota demi kenyamanan dan kesehatan bersama. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti kata Dewi juga tidak tutup mata terhadap permasalahan sampah yang terus menumpuk di sejumlah titik. Upaya telah dilakukan dengan menyiapkan bak sampah di beberapa lokasi strategis, seperti Pasar Sandang Pangan dan Pasar Modern, yang dapat mempermudah warga dalam membuang sampah dengan benar. "Kami sudah menyiapkan fasilitas tempat pembuangan sampah berupa bak sampah yang bisa diangkut menggunakan mobil saat sudah penuh. Lokasinya tidak jauh dari titik yang sering dijadikan tempat pembuangan sampah liar. Namun, hingga kini masih banyak warga yang enggan membuang sampah ke tempat yang sudah disediakan," ungkap Dewi Atmidilla. Dewi berharap, dengan adanya penutupan jalan yang sering dijadikan tempat pembuangan sampah ilegal, masyarakat terdorong untuk membuang sampah ke titik-titik terdekat yang telah ditentukan. "Fasilitas sudah disiapkan untuk membuang sampah, hanya saja warga tak mau bekerjasama untuk pergi membuang ke sana. Mudah-mudahan dengan lokasi itu ditutup membuat warga membuang sampah di titik terdekat yang telah ditentukan," ujarnya Menurut Dewi, penumpukan sampah liar ini bukanlah fenomena baru. Setiap kali petugas kebersihan membersihkan area tersebut, dalam waktu singkat sampah kembali menumpuk karena ulah warga yang tidak bertanggung jawab. "Kami sudah menjadwalkan pengangkutan sampah dua kali sehari, yakni pagi dan siang. Namun, sore dan malam hari, warga kembali membuang sampah di lokasi yang sama hingga menumpuk lagi dengan bau tak sedap," jelasnya. Hal ini membuat upaya pembersihan terasa sia-sia karena kesadaran masyarakat masih sangat rendah. Padahal, jika warga disiplin membuang sampah di tempat yang sudah disediakan, kebersihan lingkungan bisa lebih terjaga. Selain itu, Dewi mengungkapkan bahwa pihaknya tidak bisa sembarangan menempatkan bak sampah di lokasi baru. Pemerintah daerah telah mengajukan permohonan izin ke tingkat kecamatan untuk menentukan titik penempatan bak sampah, namun hingga kini belum mendapat respons. "Kami sudah mengajukan surat ke kecamatan untuk meminta lokasi penempatan bak sampah, tetapi hingga hari ini tidak ada tanggapan. Pemerintah kecamatan tampaknya masih ragu menentukan titik tersebut. Kami tentu tidak bisa asal menempatkan bak sampah tanpa izin resmi," katanya. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi Pemkab Kepulauan Meranti dalam menangani permasalahan sampah. Oleh karena itu, pihaknya kembali mengajak masyarakat untuk lebih peduli dan disiplin dalam menjaga kebersihan lingkungan. "Kami berharap ada kesadaran dari masyarakat untuk membuang sampah di tempat yang sudah kami sediakan. Jika semua pihak bisa bekerja sama, kota ini bisa lebih bersih dan nyaman untuk kita semua," tukas Dewi. Persoalan sampah yang masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah semakin sulit ditengah keterbatasan infrastruktur dan minimnya kesadaran masyarakat yang menjadi tantangan besar dalam upaya menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Kabid Lingkungan Hidup Dinas Perkimtan-LH Kepulauan Meranti itu juga menegaskan bahwa pengelolaan sampah sejatinya merupakan tanggung jawab utama masyarakat. Pemerintah daerah hanya bertindak sebagai fasilitator dengan menyediakan sarana dan sistem pengelolaan. "Pengelolaan sampah yang ideal itu harus dilakukan dari sumbernya, yaitu masyarakat sendiri. Pemerintah hanya bisa memfasilitasi, tetapi jika warga tetap membuang sampah sembarangan, maka permasalahan ini tidak akan pernah selesai," ungkapnya. Sayangnya, upaya pengelolaan sampah di Kepulauan Meranti masih terkendala oleh minimnya fasilitas pengolahan limbah. Sebagai kabupaten yang telah berdiri selama 16 tahun, seharusnya daerah ini sudah memiliki mesin pemilah dan pencacah sampah untuk mendukung proses daur ulang. Namun, hingga kini alat tersebut belum tersedia. Ditambah lagi, tahun ini terjadi pengurangan anggaran (refocusing) yang semakin memperumit keadaan. "Pengelolaan sampah itu memang berat, apalagi dengan adanya refocusing anggaran. Karena itu, solusi yang paling memungkinkan adalah mendorong masyarakat untuk memilah sampah sendiri melalui sistem daur ulang," jelas Dewi. Untuk mengatasi masalah ini, Pemkab Kepulauan Meranti telah mengajak desa dan kelurahan untuk membangun bank sampah. Konsep ini tidak membutuhkan anggaran besar, tetapi menuntut kesadaran dan kesabaran dari masyarakat dalam mengubah kebiasaan mereka. "Kami sudah mendorong desa dan kelurahan membuat bank sampah. Dengan memilah sampah dari rumah, pengelolaan akan lebih mudah. Namun, mengubah perilaku masyarakat memang bukan perkara mudah," tambahnya. Di sisi lain, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Desa Gogok, Kecamatan Tebingtinggi Barat, kini dalam kondisi overload. Dengan luas hanya dua hektare, TPA ini sudah tidak mampu menampung sampah yang terus bertambah setiap harinya. Sampah bahkan sudah meluber hingga ke jalan, memperparah kondisi lingkungan sekitar. Sebagai langkah antisipasi, Pemkab Kepulauan Meranti sebenarnya telah menerima hibah lahan seluas delapan hektare di Desa Sesap untuk dijadikan TPA baru. Namun, berdasarkan standar yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), luas TPA minimal harus 10 hektare, sehingga masih diperlukan pembebasan lahan tambahan sebelum bisa difungsikan. "TPS kita memang sudah overload, sementara alat berat yang digunakan untuk mengeruk sampah juga rusak. Dengan lahan yang terbatas, solusi sementara adalah menumpuk sampah lebih tinggi agar bisa menampung lebih banyak," jelas Dewi. Namun, berdasarkan regulasi terbaru dari KLHK, konsep TPA tidak lagi dianjurkan. Pemerintah pusat kini lebih mendorong sistem pengelolaan sampah berbasis rumah tangga atau melalui Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). "Kami juga masih menunggu kejelasan mengenai proses hibah lahan TPA di Desa Sesap. Namun, arahan dari Kementerian saat ini lebih mengutamakan pengelolaan sampah berbasis rumah tangga dan TPST, bukan lagi TPA konvensional," pungkasnya. Dengan berbagai tantangan ini, Pemkab Kepulauan Meranti berharap kesadaran masyarakat bisa meningkat dalam menjaga kebersihan lingkungan. Tanpa partisipasi aktif warga, persoalan sampah akan terus menjadi masalah yang sulit diatasi. Penulis : Ali Imroen |
||||||
![]() ![]() |

HOME | OTONOMI | POLITIK | EKONOMI | BRKS | OTOMOTIF| HUKRIM | OLAHRAGA | HALLO INDONESIA | INTERNASIONAL | REDAKSI | FULL SITE |
Copyright © 2010-2025. All Rights Reserved |