PEKANBARU - Ricik air sungai Subayang nan jernih menyambut kedatangan kami—rombongan Jurnalis Eksplor Daerah Terpencil— di kawasan kemah Desa Gema, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Sabtu sore, 19 November lalu.
Desa Gema berjarak sekitar 97 kilometer dari Pekanbaru atau menempuh dua jam perjalanan darat. Keindahan desa dengan panorama perbukitan hijau itu menarik orang-orang untuk menghabiskan akhir pekan di sana.
Tak heran, tiap akhir pekan destinasi wisata ini ramai dikunjungi wisatawan yang umumnya berasal dari Pekanbaru dan sekitarnya.
Desa Gema dilintasi aliran Sungai Subayang yang jadi urat nadi kehidupan warga setempat. Di bagian hulu sungai masih ada beberapa desa yang hanya bisa diakses jalur sungai. Di bagian hulu juga terdapat kawasan Suaka Margasatwa Rimbang Baling. Hutan suaka alam itu rumah bagi beragam spesies fauna dilindungi dan terancam punah seperti harimau sumatera, tapir, siamang, dan sebagainya.
Sayangnya, hamparan perbukitan indah Rimbang Baling itu saat ini terancam ekspansi perkebunan sawit oleh oknum-oknum berduit.
Menyusuri Sungai Subayang.
Biaya karcis masuk lokasi kemah dipatok Rp10 ribu per orang. Saat kami tiba, lokasi kemah yang berada di tebing bibir sungai sudah hampir penuh oleh tenda pengunjung. Lokasi kemah tak jauh dari permukiman warga yang mengikuti aliran sungai Subayang.
Bagi pengunjung yang tak membawa tenda, di sekitar lokasi ini ada tempat penyewaan tenda. Seusai memasang tenda, kami lantas menceburkan diri ke sungai Subayang yang arusnya cukup deras.
Sejuk air sungai membuat kami betah bermain air. Rasa penat pun benar-benar hilang. Ikan pantau terlihat jelas mematuk-matuk badan kami saking jernihnya air sungai itu. Bagi yang bernyali, di tengah sungai ada hamparan bebatuan yang bisa dicapai dengan berjalan kaki mengarungi air sungai yang deras.
Perahu motor melintas di lokasi kemah Desa Gema.
Sementara di seberang sungai terbentang lanskap perbukitan yang sudah ditanami sawit. Menurut warga setempat, sebelum marak perambahan hutan untuk perkebunan sawit, dulunya di rimba yang terletak di lereng perbukitan itu banyak terdapat bebek hutan.
Sesekali perahu motor penambang dan nelayan melintasi sungai. Rombongan penumpang wisatawan di perahu yang melintas, bersorak riang sembari melambai-lambai ketika melintasi barisan perkemahan.
Jelang Magrib, kami sudah mengambil air sembahyang di sungai, lalu menyalakan api unggun di dekat tenda. Beruntung, cuaca sore itu cukup bersahabat sehingga kami bisa menikmati indahnya matahari terbenam di balik bukit.
Cuaca malam itu cukup hangat dengan suhu sekitar 23 derajat celsius. Suara binatang malam beradu seiring gelap turun. Kami pun mengambil gitar dan bernyanyi bersama-sama.
Esok paginya, kami menyusuri sungai dengan perahu motor menuju Air Terjun Batu Dinding di bagian hulu. Di kiri-kanan sungai, embun pagi tebal berarak menggelayut di pepohonan. Jarak tempuh jalur sungai sekitar 15 menit. Air terjun itu juga bisa diakses melalui jalur darat dari permukiman warga.
Kurang Digarap
Potensi wisata Desa Gema belum maksimal dikelola. Di sekitar lokasi kemah hanya terdapat beberapa warung yang menjual makanan dan minuman seadanya. Fasilitas wisata masih terbilang minim. Hampir tidak ada kios-kios yang menjual makanan maupun suvenir khas daerah.
Rega, pemuda setempat menyebut perhatian Pemerintah Kabupaten Kampar untuk mengembangkan potensi wisata di desanya masih kurang.
"Disbudpar Kampar harusnya mengarahkan pihak desa, biar warga yang kelola wisata di sini. Kalau lanskapnya sih sudah oke, tapi pedagang kurang," kata Rega.
Menyusuri Sungai Subayang.
Keidahan alam saja tidak cukup. Idealnya, di kawasan wisata ada kios-kios pedagang yang menjual beragam suvenir dan makanan khas daerah. Ditambah fasilitas wisata lainnya.
"Mestinya Disbudpar mengembangkan fasilitas wisata disertai promosi. Di sini sebenarnya cukup banyak hasil kerajinan warga setempat yang bisa dikembangkan seperti gelang, tas, topi, gantungan kunci atau kaos sablon yang menggambarkan kearifan lokal warga sini," tuturnya.
Mandi di Sungai Subayang.
Selain itu, Rega menyebut kawasan kemah itu masih bisa dikembangkan menjadi lebih menarik. Dia mencontohkan, dibuat permainan flying fog melintasi sungai atau tempat outbond.
"Masih banyak kawasan semak-semak di lokasi kemah yang sebetulnya bisa dipercantik lagi. Kalau desa tak punya kemampuan keuangan," katanya.
Penulis: Rico Mardianto
Editor: Satria
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :