JAKARTA – Sektor swasta memainkan peran krusial dalam transisi energi dan ekonomi hijau yang diperlukan untuk mengatasi krisis iklim dan mempercepat pencapaian target net zero emission Indonesia pada 2060 atau lebih cepat.
Pembahasan mengenai hal ini diangkat dalam sesi pleno bertajuk “Green Industry: Transitioning the Power Sector to Zero Emissions” pada gelaran Indonesia International Sustainability Forum (ISF) di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis (5/9/2024).
Managing Director Royal Golden Eagle (RGE), Anderson Tanoto, yang menjadi pembicara dalam sesi tersebut, memaparkan upaya yang telah dilakukan grupnya dalam mendukung transisi global ini. RGE dikenal sebagai grup yang mengelola perusahaan-perusahaan manufaktur global berbasis sumber daya alam, dengan produk-produk yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Semua inisiatif keberlanjutan RGE sejalan dengan visi 2030 yang diimplementasikan di setiap unit bisnisnya.
Anderson memberikan contoh unit bisnis APRIL Group yang memproduksi pulp, kertas, dan kertas kemasan di Pangkalan Kerinci, Provinsi Riau. APRIL menggunakan energi bersih dan terbarukan dari instalasi proyek tenaga surya dan mengolah sisa buangan produksi menjadi energi biomassa.
“Saat ini, lebih dari 88 persen kebutuhan energi APRIL di Riau dipasok dari sumber energi bersih dan terbarukan dan kami terus berkomitmen untuk meningkatkan pemanfaatan yang berasal dari energi bersih dan terbarukan,” ujar Anderson di panel.
Sampai tahun 2030, APRIL menargetkan penggunaan sumber energi bersih dan terbarukan sebesar 90 persen. Langkah ini didukung oleh rencana peningkatan kapasitas pembangkit listrik tenaga surya dari 26 MW menjadi 50 MW. Instalasi ini dilakukan di atas landfill tertutup, menjadikan APRIL sebagai perusahaan pertama yang menerapkannya di Indonesia.
Anderson juga mencontohkan bahwa unit bisnis RGE lainnya, Asian Agri, mengelola 11 pabrik biogas yang dapat mengolah limbah pabrik kelapa sawit (Palm Oil Mill Effluent atau POME) menjadi energi terbarukan. Energi terbarukan ini tak hanya dimanfaatkan untuk kegiatan operasional di Sumatra Utara, Riau, dan Jambi, namun juga dipasok ke masyarakat sekitar. Total potensi produksi listrik dari energi terbarukan ini mencapai 20 MWh.
Dengan luasnya penggunaan lahan di Indonesia, kata Anderson, sektor swasta perlu berfokus pada traceability (jejak rantai pasok), recyclability (kemampuan mendaur ulang), dan pengelolaan yang berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan konsep “production-protection” yang dijalankan RGE, yaitu memproduksi sekaligus melindungi lahan pada lanskap yang sama.
“Investasi pada ekonomi hijau sebetulnya menguntungkan sektor swasta karena akan berdampak lebih besar untuk mendukung bisnis yang lebih berkelanjutan,” ujarnya.
Hal tersebut juga digarisbawahi oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dalam pembukaan acara ISF 2024. Presiden menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi energi hijau yang melimpah, bahkan mencapai lebih dari 3.600 GW dan terbuka untuk menjalin kerja sama dalam investasi hijau dengan negara lain.
“Untuk memaksimalkan terciptanya akses energi hijau yang lebih terjangkau, Indonesia sangat terbuka untuk menjalin kerja sama dalam investasi hijau dengan negara lain, terutama dalam menciptakan akses energi hijau,” ungkapnya. (rilis)
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :