PEKANBARU - Tahapan Pemilihan Gubernur Riau Tahun 2024 hampir final, sejak tanggal 6 Desember yang lalu rekapitulasi tingkat provinsi sudah dilaksanakan.
Di mana pasangan Abdul Wahid - SF Hariyanto ditetapkan sebagi paslon yang meraih suara terbanyak dengan perolehan suara sah sebanyak 1.224.193 suara oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Riau.
Disusul pasangan Muhammad Nasir - Muhammad Wardan dengan 877.511 suara kemudian pasangan Syamsuar - Mawardi M Saleh dengan perolehan 661.297 suara.
Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2024, tahapan KPU mengumumkan pemenang pilkada ke publik melalui media massa pada tanggal 15 Desember 2024.
Hal menarik dari dinamika Pilgub Riau tahun 2024 ini, paslon petahana Syamsuar - Mawardi Saleh yang merupakan paslon dengan eletabilitas tertinggi harus menerima kenyataan kalah dari 2 paslon penantangnya. Bahkan tergerus di posisi perolehan suara paling rendah
Menanggapi hal itu, Pengamat Politik Dr Tito Handoko, menyebutkan kekalahan tersebut dapat dipengaruhi beberapa faktor. Salah satunya ialah gagalnya penggiringan isi oleh tim media paslon.
"Pertama, menurut analisis sosial media yang kami lakukan, tim media Syamsuar - Mawardi Saleh tampaknya gagal dalam menggiring isu sehingga tidak muncul isu baru yang dapat mengkatrol elektabilitasnya. Tidak ada isu baru yang mampu dijual sehingga tawaran-tawaran isu yang disampaikan justru dianggap tidak menarik," jelas Tito.
Selain itu, Tito juga menduga faktor saling bantah isu jembatan Bengkalis antara Ketua Tim Pemenangan Syamsuar, Syahrul Aidi dengan Abdul Somad justru menjadi boomerang bagi Syamsuar - Mawardi M Saleh di Bengkalis.
"Giringan isu soal jembatan Bengkalis - Sei Pakning yang tidak masuk PSN justru menimbulkan antipati bagi pemilih di Pulau Bengkalis dan Kabupaten Bengkalis secara umum kepada pasangan Syamsuar - Mawardi M Saleh," jelasnya.
Lebih lanjut, Tito mengatakan kegagalan dalam penggiringan isu soal pesisir juga menjadi penyebab rontoknya elektabilitas dan perolehan Syamsuar - Mawardi M Saleh di daerah pesisir. Mirisnya, pasangan ini hanya menang di Siak yang memang sejak awal diprediksi sebagai lumbung suara, tanpa giringan opini pun diprediksi Syamsuar - Mawardi tetap menang di Siak.
"Sementara di Riau daratan, memang problem infrastruktur yang menjadi isu utama yang menjadi penyebab rontoknya perolehan suara Syamsuar – Mawardi" ungkap Tito.
Faktor lainnya, dikatakan Tito adalah peran buzzer. Dirinya menguraikan ada dua motif buzzer, diantaranya motif komersial yang ditandai dengan aliran dana. Kemudian, motif sukarela yang didorong oleh ideologi atau rasa kepuasan tertentu terhadap suatu produk dan jasa.
"Buzzer politik di tim pemenangan Syamsuar - Mawardi Saleh cukup banyak, tetapi yang paling kontroversi dan menjadi perbincangan publik adalah pemilik akun TikTok Zul Kadir yang selalu melayangkan statement politik soal keterlibatan Ustad Abdul Somad," ungkap Tito.
Impresi negatif netizen pada akun ini, dikatakan Tito cukup tinggi dan berdampak pada persepsi negatif publik pada Syamsuar - Mawardi Saleh.
"Serangan-serangan akun tiktok Zul Kadir pada UAS dan paslon Wahid - SF Hariyanto tidak seimbang dengan serangannya pada Paslon M Nasir - Wardan, justru statement yang disampaikan oleh akun tiktok Zul Kadir membuat impresi negatif kepada Syamsuar semakin tinggi," pungkasnya.
Penulis: Yuni
Editor: Riki
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :