Tiga Provinsi Baru Papua, MRP Marah: Kebijakan Macam Apa? Tidak Ada Dengar Pendapat, Tiba-tiba Setujui RUU
JAKARTA - Majelis Rakyat Papua (MRP) geram dengan keputusan pemerintah dan DPR bakal membentuk tiga provinsi baru, yakni Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan Tengah.
Dilansir dari CNN Indonesia, Ketua MRP Papua Timotius Murib mengatakan DPR dan pemerintah telah mencederai semangat otonomi khusus untuk Papua. Timotius pun mendesak rencana itu dibatalkan atau setidaknya ditunda sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi tentang uji materi UU Otsus.
"Tidak ada dengar pendapat yang memadai, tiba-tiba DPR menyetujui tiga buah RUU. Ini mencederai semangat otonomi khusus," kata Timotius dalam keterangan tertulisnya, Jumat (8/4).
Timotius menyebut pemerintah maupun DPR seharusnya cermat dan tak buru-buru memutuskan pemekaran Papua. Menurutnya, dampak kebijakan ini bakal melepas sebagian besar wilayah kultural MRP dan wilayah pemerintahan Provinsi Papua.
Timotius mengatakan pesan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyejahterakan Papua dan mengevaluasi otonomi khusus salah diterjemahkan oleh segelintir menteri dengan cara membentuk provinsi baru berdasarkan UU Otsus baru yang bermasalah.
Menurutnya, RUU pembentukan tiga provinsi baru itu mengabaikan aturan yang tertuang dalam Pasal 77 Undang-undang 21/2001 Tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua yang mewajibkan konsultasi dengan rakyat Papua. Dalam otsus, pemekaran wilayah wajib memperoleh pertimbangan dan persetujuan MRP.
"Dulu pada 2003 Papua dimekarkan menjadi dua tanpa didahului dengan pembentukan MRP. Sekarang Papua menjadi lima provinsi. Ini kebijakan model apa? Sementara jika rakyat bersikap kritis, dituduh separatis, dilabel teroris. Pemekaran wilayah harus dibatalkan," ujarnya.
Wakil Ketua I MRP, Yoel Luiz Mulait juga mengkritik keputusan tersebut. Menurutnya, pembentukan tiga provinsi baru tersebut jelas tidak cermat, cacat proses, tanpa partisipasi orang asli Papua (OAP) dan juga tanpa konsultasi dengan MRP yang merupakan lembaga representasi kultural OAP.
"Ini betul-betul mencederai semangat otonomi khusus. Pembuatan kebijakan sepihak sama sekali tidak mendidik publik," kata Yoel.
Yoel mengatakan kebijakan ini justru mempertontonkan pengebirian otonomi dan hak asasi orang asli Papua, terutama untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan yang berdampak pada hidup mereka. Di sisi lain, RUU itu didasari pada UU 2/2021 yang materinya cacat substansial dan sedang diuji di MK.
"Pemekaran seharusnya ditunda sampai MK memutuskan," ujarnya.
Rencana penambahan provinsi itu diatur dalam RUU tentang Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan Tengah yang disahkan oleh Baleg DPR dalam rapat pleno pada Rabu (6/4). Nantinya sejumlah kabupaten bakal masuk ke dalam tiga provinsi baru tersebut.
Provinsi Papua Selatan akan diberi nama Anim Ha dengan ibu kota Merauke dan lingkup wilayah Kabupaten Merauke, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, serta Kabupaten Boven Digoel
Kemudian, Provinsi Papua Tengah bakal dinamakan Meepago dengan ibu kota Timika dan lingkup wilayah Kabupaten Mimika, Kabupaten Paniai, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Deyiai, Kabupaten Intan Jaya, serta Kabupaten Puncak.
Sementara itu, Provinsi Papua Pegunungan Tengah akan diberi nama Lapago dengan ibu kota Wamena dan lingkup wilayah Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Nduga, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Yahukimo, serta Kabupaten Yalimo.
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :