JAKARTA-Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membantah kabar ada klaster penularan Covid-19 setelah sekolah dibuka. Pada 7 Agustus lalu, Kemendikbud resmi memutuskan untuk membuka sekolah mulai 10 Agustus di daerah zona kuning secara bertahap.
Baru tiga hari dibuka, twitter dihebohkan oleh akun laporcovid19 yang melaporkan adanya 6 klaster dari kasus baru setelah sekolah dibuka pada tanggal 12 Agustus.
"Saat PBM tatap muka dimulai, bermunculan klaster-klaster baru penularan Covid dari sekolah dari berbagai daerah. Konsekuensi serius dari kebijakan @Kemdikbud_RI!! Apa tindakanmu Kak @Nadiem_Makarim?" cuit akun @laporcovid19, dikutip merdeka.com.
Keenam klaster itu adalah klaster di Kalimantan Barat, Tulungagung, Tegal, Cirebon, Sumedang dan Sekolah Pati. Bukan itu saja, kabar yang cukup menghebohkan pada hari ini, yaitu terkait 289 peserta didik di Papua yang dikabarkan terpapar Covid-19 setelah sekolah dibuka.
Hal ini disampaikan oleh Juru bicara Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Covid-19 Papua, Silwanur Sumule.
Dia mengatakan bahwa 289 pelajar tersebut diduga terjangkit Covid-19 saat kegiatan belajar mengajar dilakukan. Sedangkan saat ini, proses belajar mengajar masih dilakukan secara daring.
"Tapi saat ini kegiatan belajar mengajar dilakukan secara daring," kata Silwanus kepada wartawan, Kamis (13/8/2020).
Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Jumeri membantah kabar tersebut.
Dia mengatakan angka 289 tersebut angka kumulatif dari seluruh anak di Papua yang berusia 0 sampai 18 tahun yang terkonfirmasi positif Covid-19. Selain itu, angka tersebut merupakan angka keseluruhan sejak awal bulan Maret 2020.
"Itu jumlah kasus pada anak usia 0 sampai 18 tahun. Angka akumulasi dari bulan Maret sampai Agustus terus sebelum proses pembukaan sekolah,β tegasnya.
Untuk sekolah di Kalimantan Barat, tepatnya di Pontianak, Jumeri membenarkan bahwa telah ditemukan 14 siswa dan 8 guru yang reaktif Covid-19. Namun, para siswa dan guru tersebut melakukan swab test sebelum sekolah dibuka.
"Gubernur Kalbar melakukan swab test terhadap bapak ibu guru dan random test kepada peserta didik. Hasilnya 14 siswa dan 8 guru reaktif. Swab test dilakukan dalam persiapan membuka sekolah. Jadi sekolah belum buka,β ujar Jumeri.
Dia mengapresiasi Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar) karena telah menggunakan anggaran dana daerahnya untuk melakukan swab test ke para siswa dan guru sebelum membuka sekolah. Dia berharap, pemimpin daerah lainnya bisa mencontoh gubernur Kalbar yang menaati protokol kesehatan dengan baik.
βIni contoh yang baik ya, harus dicontoh daerah lainnya. Pemerintah daerah mengalokasikan anggarannya untuk swab test. Kalau ada yang reaktif, maka pembukaan ditunda,β ujar Jumeri.
Pada 10 Agustus lalu, Kepala Dinas Kesehatan Kalimantan Barat Harisson sudah mengklarifikasi kabar burung yang tersebar di sosial media itu. Swab test dilakukan sebelum sekolah dibuka. Alhasil, karena ditemukan kasus reaktif, maka sekolah di Pontianak tidak jadi dibuka.
"Dari 604 orang guru dan siswa yang kita tes swab, terdapat delapan orang guru dan 14 orang murid yang terkonfirmasi positif covid-19," kata Harisson di Pontianak, (10/8/2020).
Selanjutnya di Tulungagung, dikabarkan satu siswa sekolah dasar reaktif Covid-19. Padahal sekolah di Tulungagung belum dibuka. Setelah diselidiki, Jumeri menemukan fakta bahwa siswa SD tersebut tertular dari orang tuanya yang merupakan seorang pedagang yang menjual dagangannya antar daerah.
"Itu sekolahnya terpencil, belum tatap muka. Memang di sekolah itu sulit belajar daring, jadi sekolah dikelompokkan jadi lima orang, nah gurunya ngajarin mereka. 4 orang temannya sudah diisolasi juga walau hasilnya negatif," papar Jumeri.
Jumeri kembali mengingatkan bahwa hanya sekolah di zona kuning dan hijau saja yang boleh dibuka. Selain itu, harus ada izin dari gugus tugas setempat maupun bupati/wali kota sebelum membuka sekolah. Sekolah juga harus mengisi formulir kesiapan sekolah dalam menerapkan tatap muka. Pembukaan pun dilakukan secara bertahap.
"Sekolah harus daftar kesiapan sekolah dalam membuka proses tatap muka. Bukan Cuma kasih surat edaran tapi permohonan izin yang harus divalidasi di lapangan. Tatap muka juga harus mengikuti protokol kesehatan," tutupnya. (*)
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :