LBH Pekanbaru Sebut Ada Keanehan Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual di Unri
PEKANBARU - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru, Andi Wijaya, mengungkapkan beberapa hal yang dinilainya tidak biasa sejak awal penanganan kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan dekan non-aktif FISIP Unri, Syafri Harto, kepada mahasiswinya yang berinisial L.
LBH Pekanbaru sebagai pendamping hukum L menilai vonis bebas yang diberikan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru kepada Syafri Harto kemudian ditolaknya kasasi oleh Mahkamah Agung (MA) tidak memberikan rasa keadilan dan tidak beperspektif korban.
"Pertimbangan hakim agak aneh kalau kita bilang, bahwa pertimbangan itu hanya melihat tidak ada saksi atau saksi dianggap bukanlah saksi. Saksi hanyalah korban dan tidak ada orang lain yang melihat," kata Andi dalam diskusi publik bersama KIKA dan Nalar TV, Senin (16/8/2022).
Putusan hakim PN Pekanbaru itu, menurut Andi, dibenturkan dengan fakta-fakta dan tidak melihat situasi serta alat bukti lain seperti petunjuk. Padahal, pihak kepolisian sudah menetapkan dua alat bukti secara proses pidana yang sah dan meyakinkan.
Pasca hakim membebaskan Syafri Harto, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pun telah mengajukan keberatan dengan mengirim memori kasasi pada MA. Namun hingga hari ini Andi dan LBH Pekanbaru mengaku belum mendapatkan salinan memori kasasi itu.
"Kita tidak pernah mendapatkan memori kasasi, jadi apa yang menjadi dalil-dalil jaksa untuk mengajukan kasasi kita tidak tahu. Sebagai pendamping hukumnya, tiba-tiba kita dapat info memori kasasi sudah diberikan saja," ungkap Andi.
Setelah kasasi itu diterima oleh MA, Andi mengatakan pihaknya telah menguji putusan PN Pekanbaru melalui eksaminasi oleh akademisi. Para akademisi yang membuat eksaminasi itu sepakat bahwa putusan hakim PN Pekanbaru sangat tidak progresif, tidak berkeadilan dan hanya menggunakan nalar hukum pidana yang sempit.
"Kemudian kita ada beberapa amicus curae yang harusnya jadi pertimbangan hakim MA (dalam membuat keputusan). Tapi akhirnya ternyata MA tetap menolak kasasi walau kita belum mendapatkan pertimbangan hukumnya. Apanya yang ditolak?" kata dia.
Andi menilai penolakan dari MA yang hanya berjarak sekitar satu bulan sejak memori kasasi diterima terkesan buru-buru. Tak hanya itu, LBH Pekanbaru juga belum menerima surat putusan MA secara langsung.
Andi sangat menyayangkan jika majelis hakim tidak mau melihat alat bukti lain dan hanya menuntut adanya saksi yang melihat langsung kejadian kekerasan seksual itu. Putusan tak bersalah kepada terduga pelaku dinilai Andi sangat berpotensi menyuburkan stigma negatif kepada korban dan bisa dijadikan alat bagi pelaku-pelaku lain untuk berkelit dari jeratan hukum.
"Kalau ini terus terjadi, artinya bencana bagi peradilan di Indonesia khususnya dalam kasus kekerasan seksual," ujarnya.
Penulis: Rinai
Editor: Satria
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :