PEKANBARU - Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (Komahi) FISIP Universitas Riau (Unri) mengatakan bahwa Unri belum aman dari kekerasan seksual. Pasalnya, sudah 9 bulan sejak kasus dugaan kekerasan seksual yang terjadi FISIP Unri bergulir masih belum ada pemberian sanksi kepada terduga pelaku, SH.
Tim advokasi Komahi Unri, Agil Fadlan menyayangkan hal tersebut karena Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) RI, Nadiem Makarim, sebelumnya telah berjanji akan memberikan sanksi kepada SH.
Nadiem bahkan mengunggah pernyataan dukungan penuhnya kepada penyintas melalui akun Instagram pribadinya pada tanggal 15 April 2022 lalu.
"Unri belum aman dari kekerasan seksual. Ini sudah 4 bulan sejak Pak Nadiem memberikan dukungan kepada penyintas yang bahkan dia unggah di akun media sosialnya dan berjanji akan memberikan sanksi administratif, tapi belum ada tindakan tegas," kata Agil kepada halloriau.com, Kamis (11/8/2022).
Padahal, lanjutnya, Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Unri telah memberikan rekomendasi kepada Kemdikbud RI namun hingga kini belum ada kejelasan.
Agil menyayangkan lambatnya pergerakan di Kemendikbud dan menuntut Nadiem untuk segera merealisasikan janjinya memberikan ruang aman bagi seluruh mahasiswa agar terbebas dari ancaman kekerasan seksual di kampus, yaitu dengan memberikan sanksi bagi terduga pelaku.
"Mengetahui hingga sekarang belum ada tindakan tegas dari Kemdikbud dan pihak Unri seperti yang dijanjikan, pasti terbayang rasa takut dan tidak aman yang dirasakan mahasiswa akan proses pembelajaran," ujarnya.
Seperti yang sebelumnya diberitakan, kasus dugaan kekerasan seksual di FISIP Unri mencuat setelah video pengakuan penyintas diunggah Komahi Unri melalui Instagram tanggal 4 November 2021 lalu.
Dalam video itu, penyintas yang merupakan seorang mahasiswi mengaku dicium paksa oleh SH, dosen pembimbingnya sekaligus Dekan FISIP Unri. Penyintas kemudian melaporkan kejadian itu ke Polda Riau dan Unri me-non-aktifkan SH sebagai Dekan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa SH telah melanggar Pasal 289 KUHP, subsidair melanggar Pasal 294 Ayat (2) ke-2 KUHP, dan lebih subsidair melanggar Pasal 281 ke-2 KUHP. Namun, tanggal 30 Maret 2022 Majelis Hakim PN Pekanbaru memvonis bebas SH dengan alasan tak terbukti melanggar pasal-pasal tersebut.
Keberatan atas vonis itu, JPU kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung RI yang hingga kini masih diproses.
Penulis: Rinai
Editor: Satria
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :