Kasusnya Terkesan Dibiarkan, Kondisi Psikologis Korban Pelecehan Seksual di Unri Dikabarkan Depresi
PEKANBARU- L (21) mahasiswi yang diduga menjadi korban kekerasan seksual di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Riau (Unri) dikabarkan mengalami depresi. Hal itu pasca Dekan non aktif FISIP Unri, Syafri Harto yang sempat diduga pelaku telah divonis tak bersalah oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.
Hal itu disampaikan oleh perwakilan Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (Komahi) Unri, Agil Fadlan dalam konferensi pers bersama International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru, Komisi Nasional (Komnas) Perempuan dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Selasa (28/6/2022).
"Kekecewaan korban pasca hakim memvonis bebas terdakwa Syafri Harto sangat luar biasa. Secara fisik dan mental korban sangat lelah. Bahkan sejak memori kasasi diajukan jaksa kepada Mahkamah Agung (MA) atas vonis bebas itu, hingga kini kasus ini sudah terhitung berjalan 8 bulan tanpa ada kejelasan sama sekali," kata dia.
Agil mengatakan, kondisi korban semakin memburuk dan harus berulang kali melakukan konseling ke psikolog. Kini korban bahkan harus menerima pengobatan dari psikiater karena memiliki kecenderungan untuk self harm (melukai diri sendiri).
Iche Margareth Robin selaku asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan pada Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA juga menanggapi bahwa terdapat kekeliruan hakim PN Pekanbaru dalam memvonis bebas terdakwa.
Ia mengungkapkan bahwa Kemen PPA telah melakukan rapat koordinasi dan penanganan tim bersama terhadap kasus kekerasan seksual di Unri itu tanggal 13 April 2021 lalu. Dalam pertemuan itu dihadirkan kepolisian dan kejaksaaan untuk memastikan prosesi kasus sampai Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan penuntutan sudah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Kami juga terkaget-kaget dan bertanya, padahal kalau dilihat dalam BAP dan penuntutan itu sudah sesuai prosedur baik yang dilakukan pada sidik dan lidik, ternyata di persidangan justru berbanding terbalik," ujarnya.
Untuk itu, Komahi Unri, Kementerian PPPA, Komnas Perempuan dan koalisi lain yang tergabung dalam mengawal kasus kekerasan seksual ini mendesak Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) untuk memberikan sanksi administrasi yang tegas pada terduga pelaku yang saat ini masih belum dicabut sebagai Dekan melainkan hanya diganti oleh Pelaksana tugas (Plt) serta mendesak MA untuk segera memproses kasasi dengan menekankan prinsip keadilan bagi korban kekerasan seksual.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, kasus kekerasan seksual di FISIP Unri mencuat pertama kali pada 4 November 2021 melalui video viral korban L yang mengaku dicium paksa oleh Syafri Harto saat melakukan bimbingan skripsi. Kasus itu kemudian dilaporkan ke Polda Riau dan Syafri Harto didakwa dengan Pasal 289 KUHP, subsidair melanggar Pasal 294 Ayat (2) ke-2 KUHP, dan lebih subsidair melanggar Pasal 281 ke-2 KUHP.
Namun pada sidang putusan tanggal 30 Maret 2022, Ketua Majelis Hakim PN Pekanbaru, Estiono justru memvonis terdakwa tidak bersalah dan dibebaskan beserta dipulihkan nama baiknya. Tak terima atas vonis itu, Jaksa Penuntut Umum pun melayangkan kasasi ke MA namun hingga kini tak ada kejelasan.
Penulis: Rinai
Editor: Riki
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :