Kemenperin Sarankan Insentif Mobil Hybrid untuk Cegah Produsen Cabut dari RI
Selasa, 27 Agustus 2024 - 11:04:29 WIB
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah mempertimbangkan untuk menerbitkan insentif bagi produsen mobil hybrid yang beroperasi di dalam negeri.
Langkah ini diambil guna mencegah kemungkinan para produsen tersebut memindahkan operasinya ke negara lain yang menawarkan insentif lebih menarik, seperti Thailand.
Saat ini, ada tiga pabrikan besar yang telah memproduksi mobil hybrid di Indonesia, yaitu Toyota, Suzuki dan Wuling.
Menperin, Agus Gumiwang menuturkan, insentif tersebut sangat penting agar pabrikan-pabrikan tersebut tidak hengkang dari Indonesia.
"Salah satu pertimbangan kenapa kita perlu mempertimbangkan insentif untuk mobil hybrid, kami tidak mau pabrikan mobil hybrid di Indonesia itu pindah," ungkapnya dilansir detik.com, Selasa (27/8/2024).
Thailand menjadi contoh negara yang lebih kompetitif dalam hal insentif untuk mobil hybrid. Harga mobil hybrid di Thailand cenderung lebih rendah dibandingkan dengan di Indonesia, meskipun model yang ditawarkan serupa.
Sebagai contoh, Toyota Yaris Cross Hybrid di Thailand dijual dengan harga mulai dari 789 ribu Baht atau setara dengan Rp352 juta.
Sedangkan di Indonesia harga model yang sama mencapai Rp440 juta. Selisih hampir Rp100 juta ini menunjukkan betapa kompetitifnya insentif di negara tetangga tersebut.
Ketidakmampuan Indonesia untuk bersaing dalam hal harga ini disebabkan tingginya beban pajak yang dikenakan pada kendaraan ramah lingkungan di tanah air.
Peneliti Senior LPEM FEB UI, Riyanto menjelaskan, hampir separuh dari harga on the road mobil di Indonesia merupakan komponen pajak.
"Thailand memiliki PPN sebesar 7 persen dan tidak ada BBNKB, sementara di Indonesia PPN mencapai 11 persen dan BBNKB hingga 12,5 persen. Ini jelas membuat harga mobil di Indonesia jauh lebih mahal," jelas Riyanto.
Meskipun pemerintah telah memberikan berbagai insentif untuk mobil listrik berbasis battery electric, seperti pembebasan dari Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dalam PP Nomor 74 Tahun 2021, mobil hybrid masih dikenakan PPnBM sebesar 15 persen. Tarif ini bervariasi tergantung pada kapasitas mesin, konsumsi bahan bakar, dan emisi yang dihasilkan.
Saat ini, diskusi resmi terkait insentif mobil hybrid masih belum dilakukan dengan Kemenko Bidang Perekonomian maupun Kemenkeu.
Namun, Kemenperin berharap agar pemerintah segera memberikan perhatian khusus pada hal ini.
"Jangan tanya soal insentifnya, bagi kami insentif itu perlu untuk hybrid karena kami tidak mau pabriknya pindah," tegas Agus Gumiwang.
Namun, harapan ini tampaknya akan menghadapi tantangan, mengingat Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto sebelumnya telah menegaskan, pemerintah tidak akan mengubah atau menambah kebijakan insentif untuk sektor otomotif dalam waktu dekat.
Hal ini menandakan, untuk sementara waktu, produsen mobil hybrid di Indonesia harus berhadapan dengan kenyataan, insentif yang ada masih kurang kompetitif dibandingkan dengan negara lain.(*)
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :