Rekrut Ratusan Pekerja Dari Luar Daerah, PT GSI Sebut Pekerja Lokal Tidak Ada yang Sanggup Bekerja
SELATPANJANG - PT Gelombang Seismik Indonesia (GSI) bergerak di bidang jasa survei seismik yang beroperasi di wilayah Kecamatan Tebingtinggi Barat Kabupaten Kepulauan Meranti diduga telah menyelundupkan para pekerja dari luar daerah.
Perusahaan Subkontraktor perusahan minyak EMP Malacca Strait SA ini memasukkan pekerja non skill itu pada malam hari melalui pelabuhan tikus tepatnya di Desa Kundur.
Ratusan pekerja itu pun langsung diarahkan untuk masuk ke dalam hutan tempat perusahaan itu melakukan aktifitas pencarian sumber minyak.
Adapun keberadaan tenaga kerja tersebut, setelah masyarakat setempat melakukan pengecekan ke lokasi pekerjaan dan mendapatkan laporan dari warga lainnya bahwa ada pekerja dari luar, yang disembunyikan di lokasi tepatnya di sebuah tenda yang berada di hutan.
Diduga, terkesan mengelabui masyarakat dan pemerintah daerah setempat, perusahaan itu pun lalu membuka lowongan kerja bagi putra-putri daerah, namun penerimaannya pun sangat terbatas.
Hal ini pun seperti berbanding terbalik dengan kesepakatan yang telah dibuat bersama pada tahun 2020 lalu yang dihadiri Kapolres Kepulauan Meranti AKBP Taufiq Lukman Nurhidayat SIk, Kasat Intelkam Polres AKP Syaiful, Kapolsek Tebingtinggi Barat Iptu AGD Simamora, Sekretaris Manager NPN Proyek Kurau PT EMP AKBP (Purn) Alizar dan beberapa pihak subkontraktor PT EMP lainnya.
Adapu hasil dari Kesepakatan tersebut, diantaranya bahwa setiap rekrutmen tenaga kerja akan diumumkan secara terbuka dan transparan melalui media dan perekrutan tenaga kerja tidak hanya mengutamakan daerah yang terdampak namun meliputi seluruh wilayah di Kabupaten Kepulauan Meranti.
Setelah dilakukan pengecekan, ternyata memang benar adanya penyelundupan tenaga kerja ini. Dimana saat dilakukan pemeriksaan, identitas mereka berasal dari sejumlah daerah di Sumatera diantaranya Medan, Jambi, Palembang bahkan ada yang berasal dari Pulau Jawa.
Plt Kepala Bidang Tenaga, Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja (DPMPTSPTK) Kepulauan Meranti, Siska mengatakan pihaknya sudah berkali-kali menyurati PT Gelombang Seismik Indonesia (GSI) terkait data pekerja yang berasal dari luar daerah.
"Kita sudah dua kali menyurati perusahaan ini terkait permintaan data para pekerjanya yang berasal dari luar daerah, namun hingga saat ini belum ada respon. Ada mereka memberikan daftar nama, namun mereka tidak lengkap memberinya sesuai yang kita minta," kata Siska, Senin (30/8/2021) pagi.
Dikatakan Siska, dalam perekrutan tenaga kerja, pihak perusahaan PT GSI menggunakan sistem outsourcing yang mengandeng perusahaan lain yakni PT Opsi Dian.
Dalam perekrutan tenaga kerja dari luar daerah, dijelaskan ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh pihak perusahaan, dan itu sudah diatur dalam Peraturan Daerah Kepulauan Meranti Nomor 23 tahun 2011 tentang tenaga kerja.
"Di dalam Perda tersebut memang diatur tentang penempatan tenaga kerja dari luar, namun juga harus memprioritaskan tenaga kerja dari dalam daerah. Dimana persentasenya untuk 5 tahun pertama sebanyak 50 persen dan di 5 tahun kedua sebanyak 75 persen. Selain itu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) harus ada dan mekanisme ini yang perlu dilaksanakan," ungkapnya.
Diungkapkan Siska, PT GSI merupakan satu-satunya subkontraktor PT EMP yang terbilang agak bandel, bahkan hingga saat ini terkait perekrutan tenaga kerja yang dilakukan baru-baru ini belum dilaporkan ke dinas terkait.
Selain tidak memiliki laporan tenaga kerja, PT GSI juga diklaim tidak memiliki surat operasional perusahaan dan tidak memiliki BPJS ketenaga kerjaan untuk para pekerjanya
"Untuk hal ini, kita segera melakukan koordinasi dengan pihak propinsi. Karena dalam hal ini, untuk pengawasan tenaga kerja ada disana dan kita minta mereka turun untuk melakukan pengawasan dan pendataan," pungkasnya.
Di tempat lain, Kapolsek Tebingtinggi Barat Iptu AGD Simamora yang ditemui di kantornya membenarkan jika sebelumnya para pekerja PT GSI yang berasal dari luar daerah dimobilisasi pada malam hari. Namun selanjutnya pihaknya memperketat pengawasan dan para pekerja dikenai wajib lapor satu hari sebelum masuk ke wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti.
"Awalnya memang yang begitu sekarang tidak lagi. Kita memperketat pengawasan, dan setiap pekerja dari luar yang masuk sekarang wajib dilaporkan satu hari sebelumnya. Dan kita pastikan juga, setiap kali mereka masuk, kita bersama tim Satgas melakukan pemeriksaan kesehatan dan memeriksa apakah mereka dilengkapi sertifikat vaksinasi atau tidak," kata Simamora.
Party Chief Manager PT GSI, Turman Dolok Saribu ketika dikonfirmasi mengenai hal ini mengatakan pihaknya membantah jika tidak memahami pasal yang tercantum di dalam Perda terkait persentase antara jumlah tenaga kerja lokal dan yang berasal dari luar daerah. Hanya saja menurutnya, tenaga kerja lokal tidak ada yang sanggup dalam melakukan pekerjaan yang ditawarkan. Dia mengatakan tidak kurang dari 400 pekerja yang berada disana.
"Kita memahami persentase pembagian tenaga kerja luar dan lokal seperti yang tertera didalam Perda. Hanya saja, ketika pekerjaan ini sudah kita tawarkan kepada para pekerja masyarakat tempatan, banyak diantara mereka yang menyatakan tidak sanggup," kata Turman.
Terkait dengan mobilisasi pekerja dari luar pada malam hari, Turman mengatakan hal itu tidak dilakukan terencana. Namun hal itu dikarenakan kondisi transportasi yang tidak memahami jadwal keberangkatan kapal.
"Untuk menuju Tanjung Buton sebelum tiba di Kepulauan Meranti kami menggunakan transportasi mobil travel, hanya saja ketika sampai di pelabuhan kapal sudah berangkat dan para pekerja ketinggalan dan harus menggunakan kapal lain dan tiba di lokasi pas pada malam hari," ungkapnya.
Dikatakan Turman, pihaknya berkeinginan sekali merekrut tenaga kerja lokal hanya saja tidak ada yang sanggup, selain itu merekrut pekerja dari luar membutuhkan kos biaya yang sangat tinggi. Bahkan hal ini sudah disosialisasikan secara struktur mulai dari tingkat kabupaten hingga di desa.
"Memang setelah mereka bekerja banyak yang menyatakan tidak sanggup. Padahal jauh lebih untung jika kami menggunakan pekerja lokal, karena jika kami harus menggunakan tenaga kerja dari luar biayanya sangat tinggi karena ongkos perjalanannya kami tanggung," ungkapnya.
Ditambahkan, bahwa kondisi perusahaan sudah dalam keadaan sulit, hanya saja saat ini masih bertahan merupakan bagian dari komitmen.
"Perlu kami sampaikan bahwa kami sudah bertahun-tahun beroperasi di seluruh wilayah Indonesia dan kami paham betul karakter pekerja yang menjiwai Seismik ini. Saat ini kami sudah susah untuk bertahan, hanya saja ini bagian dari komitmen perusahaan, target kami hanya 8 bulan beroperasi disini dan kini sudah masuk dua tahun," ungkapnya.
Terakhir dikatakan, bahwa pihaknya belum bisa menerapkan BPJS Ketenagakerjaan bagi ratusan pekerja di bagian lapangan. Hal itu dikarenakan mereka bagian dari buruh harian lepas dan gaji mereka pun dibayar dengan sistem borongan.
"Untuk menerapkan BPJS Ketenagakerjaan ini bisa dikatakan sangat dilematis. Selain kondisi perusahaan, mereka juga bukan bagian dari karyawan tetap dan hanya buruh harian lepas yang gajinya dibayar dengan borongan, perbulannya bisa mencapai Rp4 juta," pungkasnya.
Penulis : Ali Imroen
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :