Sunyi Tanpa Jawaban, Proyek Jembatan Selat Akar Senilai Rp 36,7 Miliar Mangkrak Ditinggal Kontraktor, Dinas PUPRPKPP Riau Bungkam
SELATPANJANG - Di Kecamatan Tasik Putripuyu, Kabupaten Kepulauan Meranti, angin kecewa berembus kencang di hati masyarakat. Proyek pembangunan Jembatan Perawang, yang menjadi harapan besar warga, kini terbengkalai setelah ditinggalkan kontraktornya.
Harapan yang sebelumnya begitu tinggi untuk memiliki infrastruktur penunjang aktivitas masyarakat seakan pupus. Warga yang selama ini mendambakan kemudahan akses antar desa dan kabupaten harus kembali menghadapi kenyataan pahit.
Jembatan Perawang bukanlah sekadar jalur biasa. Ia adalah urat nadi bagi warga Desa Bandul, Desa Selat Akar, serta beberapa desa lain di Kecamatan Merbau dan Tasik Putripuyu. Lebih dari itu, jembatan ini adalah penghubung vital bagi masyarakat Kepulauan Meranti yang ingin bepergian ke Kabupaten Bengkalis.
Namun, kenyataan kini jauh dari harapan. Tanpa kejelasan informasi, pembangunan jembatan terhenti. Para pekerja telah meninggalkan lokasi, dan alat-alat berat pun tak lagi terlihat. Akibatnya, warga yang hendak melintas harus bersusah payah menggunakan kapal untuk menyeberangkan kendaraan mereka.
"Kami tidak mendapatkan informasi sama sekali kenapa pekerjaan pembangunan jembatan ini dihentikan. Sudah hampir satu bulan tidak ada aktivitas pekerjaan, para pekerja pun sudah tidak ada di lokasi," ungkap Amran, seorang warga setempat dengan nada kecewa.
Keadaan ini menyulitkan masyarakat dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Dengan akses yang terbatas, mereka harus mengeluarkan biaya tambahan dan menghabiskan waktu lebih lama hanya untuk bepergian.
Jembatan Perawang, yang seharusnya menjadi simbol kemajuan dan konektivitas, kini menjadi monumen kekecewaan. Warga berharap agar pemerintah segera turun tangan, menyelesaikan pembangunan, dan mengembalikan harapan yang sempat sirna.
"Jika sudah begini, tidak tahu lagi kapan ini akan dibangun. Sementara kami sangat bersusah payah untuk bepergian," tambah Amran, mencerminkan keresahan masyarakat setempat.
Proyek pembangunan Jembatan Selat Akar yang diharapkan menjadi solusi transportasi antar wilayah, resmi dinyatakan mangkrak setelah kontraktor pelaksana, PT Nindya Cakti Karya Utama, meninggalkan pekerjaan tanpa penyelesaian.
Proyek infrastruktur jembatan senilai Rp 36.700.000.000 di Kecamatan Tasik Putripuyu yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) murni tahun 2024 Pemerintah Provinsi Riau itu seharusnya menjadi salah satu infrastruktur vital di ruas Jalan Tanjung Padang-Belitung. Dimulai pada Oktober 2024, pembangunan awal terlihat menjanjikan dengan pembenaman tiang pancang menggunakan crane. Namun, harapan masyarakat mulai pudar ketika aktivitas proyek terhenti tanpa kejelasan.
Pada 13 Desember 2024, lokasi proyek sudah terlihat sepi. Alat berat telah dipindahkan, hanya menyisakan tiang pancang dan material yang teronggok tanpa makna. Masyarakat pun dibuat bingung, tanpa informasi yang jelas mengenai alasan penghentian pekerjaan atau solusi yang akan diambil oleh pihak terkait.
"Pekerjaan seharusnya selesai tahun 2025, tapi sekarang malah mangkrak. Kami kecewa, karena ini sangat penting untuk akses kami ke wilayah lain," ujar seorang warga setempat dengan nada kecewa.
Mangkraknya proyek ini menimbulkan banyak pertanyaan, terutama terkait tanggung jawab kontraktor yang berasal dari Bogor tersebut. Pemerintah daerah provinsi diharapkan segera mengambil langkah tegas untuk memastikan proyek ini dapat dilanjutkan dan selesai sesuai kebutuhan masyarakat.
Jembatan Selat Akar, yang seharusnya menjadi simbol pembangunan dan konektivitas, kini menjadi monumen kekecewaan. Warga hanya bisa berharap, di tengah ketidakpastian ini, ada langkah nyata dari pemerintah untuk menyelamatkan proyek tersebut dan mengembalikan harapan yang sempat tersimpan di hati mereka.
Harapan warga Kecamatan Tasik Putripuyu untuk mendapatkan kejelasan terkait gagalnya pembangunan Jembatan Selat Akar seolah menemui jalan buntu. Upaya wartawan untuk menggali informasi dari pihak berwenang di Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (PUPRPKPP) Provinsi Riau berakhir dengan kekecewaan.
Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPRPKPP, Teza Darsa, menjadi salah satu pihak yang coba dihubungi untuk dimintai keterangannya. Meski nomor telepon dan WhatsApp pribadinya aktif, +62 823-8752-9192, tidak ada balasan dari pesan maupun respons dari panggilan yang dilakukan selama berhari-hari.
Hal serupa juga terjadi saat upaya komunikasi dilakukan dengan Kepala Dinas PUPRPKPP Provinsi Riau, M. Arief Setiawan. Nomor pribadinya, +62 853-7457-3611, juga aktif, namun baik panggilan maupun pesan WhatsApp yang dikirimkan tidak mendapatkan tanggapan.
Sikap bungkam ini menambah kekhawatiran masyarakat yang selama ini telah lama menantikan jembatan sebagai solusi mobilitas antarwilayah. Warga yang telah merasa kecewa dengan mangkraknya proyek kini juga harus menghadapi minimnya transparansi dari pihak-pihak terkait.
Ketidakjelasan ini menyisakan banyak pertanyaan yang belum terjawab, apa alasan di balik gagalnya pelaksanaan proyek? Mengapa pihak kontraktor meninggalkan pekerjaan tanpa penyelesaian? Apa langkah yang akan diambil pemerintah untuk melanjutkan pembangunan?. Dalam situasi seperti ini, komunikasi dan keterbukaan dari pemerintah menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan masyarakat.
Camat Tasik Putripuyu, Zainal, mengungkapkan kekecewaannya terhadap proyek tersebut, yang kini ditinggalkan begitu saja oleh kontraktor pelaksana.
Menurut Zainal, para pekerja yang sebelumnya aktif di lokasi proyek telah lama meninggalkan tempat tanpa pemberitahuan resmi. Bahkan, camp pekerja kini kosong tanpa aktivitas apa pun.
"Mereka seperti menghilang begitu saja. Saya sebagai camat tidak pernah diberi kabar, apalagi pamitan. Harusnya datang tampak muka, pulang tampak punggung, kantor mereka kosong tidak ada aktifitas, dan warga yang bertanya pun saya tidak bisa memberikan jawaban," ungkap Zainal dengan nada kecewa.
Di lokasi proyek, yang tersisa hanyalah ponton dan material besi yang tergeletak tanpa pengawasan memadai. Zainal mengkhawatirkan kemungkinan material tersebut dicuri oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Saya takutnya alat-alat ini hilang dicuri. Apalagi warga lokal yang dipercaya menjaga proyek ini pun mengeluh karena belum digaji selama tiga bulan," ujarnya.
Berusaha mendapatkan kejelasan, Zainal mencoba menghubungi salah seorang konsultan terkait proyek tersebut. Namun, jawaban yang diterimanya justru semakin menambah kekecewaan. Menurut informasi yang diperoleh, kontraktor pelaksana gagal menjalankan tugasnya sesuai Standar Syarat Umum Kontrak (SSUK) atau Standar Syarat Khusus Kontrak (SSKK), sehingga kontrak mereka diputuskan. Rencananya, proyek akan kembali dilelang dan dilanjutkan pada tahun anggaran 2025.
"Jawaban itu sangat mengecewakan. Kami sudah lama menunggu jembatan ini selesai, tetapi justru mendengar kabar kontrak baru akan dilakukan tahun depan. Ini sangat menyulitkan warga," keluhnya.
Kondisi ini tidak hanya mencerminkan kegagalan dalam pelaksanaan proyek, tetapi juga kurangnya perhatian terhadap dampak sosial yang dirasakan masyarakat. Ke depan, warga dan pemerintah setempat berharap ada transparansi dan tindakan konkret untuk memastikan proyek ini segera dilanjutkan, demi kesejahteraan masyarakat yang selama ini bergantung pada infrastruktur tersebut.
Anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti, Darsini SM, menyatakan kekecewaannya atas proyek pembangunan Jembatan Selat Akar-Bandul yang terbengkalai. Ia mengaku telah melihat langsung kondisi proyek tersebut beberapa waktu lalu dan menyayangkan ketidakprofesionalan pihak kontraktor.
"Saya pernah berkunjung ke sana, dan sampai sekarang proyek itu masih mangkrak. Tentu ini sangat kita sesalkan, terutama karena kontraktor kabur, yang rugi jelas masyarakat," ujar Darsini.
Menurutnya, jembatan tersebut memiliki peran penting sebagai akses vital masyarakat, khususnya untuk mendukung aktivitas perekonomian di wilayah tersebut. Ia berharap pemerintah Provinsi Riau segera melanjutkan pembangunan agar masyarakat dapat kembali menikmati akses yang layak.
Darsini juga menekankan pentingnya evaluasi terhadap kontraktor yang tidak menyelesaikan pekerjaannya. Ia mendesak agar Pemprov Riau memberikan perhatian serius terhadap masalah ini dan memastikan perusahaan yang tidak profesional tidak lagi diberi kepercayaan untuk mengerjakan proyek serupa, khususnya di Kepulauan Meranti.
"Ini harus jadi pelajaran. Perusahaan seperti ini perlu ditandai karena kinerjanya sangat buruk, merugikan pemerintah daerah dan masyarakat," tegasnya.
Darsini berharap agar pembangunan infrastruktur di Kepulauan Meranti ke depan dikerjakan oleh pihak-pihak yang memiliki kredibilitas tinggi dan mampu memberikan hasil sesuai harapan masyarakat.
Sebelumnya jembatan yang berada di Desa Selat Akar dan menghubungkan antara beberapa desa di Kecamatan Tasik Putri Puyu itu ambruk 14 Agustus 2023 malam sekira pukul 23:10 Wib
Jembatan sepanjang 210 meter itu terdiri dari bentang utama sepanjang 60 meter dan oprit sisi kiri dan kanan sepanjang 150 meter ambruk dan jatuh ke sungai diduga akibat tiang penahan konstruksi sudah keropos dan usang dimakan usia.
Jembatan dengan konstruksi Truss Bridge tersebut sudah diketahui mengalami kerusakan yaitu adanya penurunan pada pondasi dan struktur bangunan atas sehingga dapat membahayakan bagi yang melintas.
Jembatan ini diketahui dibangun pada zaman Kabupaten Bengkalis yakni dikerjakan dengan tiga tahap yakni tahun 2002 dilakukan pemancangan, selanjutnya tahun 2004 dilakukan pengecoran lantai dan 2008-2009 finishing pekerjaan jembatannya.
Sejak Kepulauan Meranti dimekarkan menjadi sebuah kabupaten tahun 2008 silam, jembatan itu belum ada dilakukan pemeliharaan sama sekali, karena pada tahun 2017 ruas jalan berserta jembatannya di serahkan ke provinsi. Maka saat ini jembatan itu merupakan kewenangan Pemprov Riau.
Penulis : Ali Imroen
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :