Suryadi, Operator Crane yang Tewas Tragis di Selatpanjang Akan Dimakamkan Satu Liang Bersama Ayahnya
SELATPANJANG - Jasad Suryadi (45), operator crane yang tewas seketika setelah kabin crane yang ia operasikan terlepas dan jatuh ke dalam palka kapal tanker KM. MI No. 1 di dermaga Pelabuhan Pelindo I Selatpanjang, Sabtu (7/9/2024), segera dimakamkan di Jakarta.
Suryadi, yang merupakan warga Kelurahan Warakas, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara, akan dikebumikan pada Senin (9/9/2024) di TPU Budi Dharma, Cilincing, Jakarta Utara. Ia akan dimakamkan di satu liang lahat bersama ayahnya yang sudah meninggal 12 tahun lalu.
Istrinya, Jamilah (43), yang datang bersama adiknya dari Tanjung Pinang, tiba di RSUD Kepulauan Meranti untuk menjemput jenazah sang suami. Dengan suara lirih, ia mengungkapkan betapa terkejutnya dirinya dan keluarga saat mendengar kabar kematian tragis suaminya.
Saat akan berangkat, anak-anaknya terpaksa dititipkan ke tetangga, karena keluarga almarhum juga susah dihubungi hingga saat ini.
"Saya sempat syok mendengar kabar itu. Tidak ada yang memberitahu sebelumnya, baru setelah saya lihat di Whatsapp group operator, saya ditelepon pihak perusahaan memberitahu kabar itu," ujar Jamilah.
Dikatakan, Suryadi dikenal sebagai pribadi yang humoris dan sangat menyayangi keluarganya. Ia meninggalkan dua orang anak yang masih kecil.
Jamilah mengungkapkan bahwa tragedi yang menimpa suaminya kali ini sangat mirip dengan insiden pada tahun 2016. Saat itu, Suryadi juga bekerja sebagai operator crane di kapal KM Lintas Bahari di Tanjung Balai Karimun dan mengalami kecelakaan serupa di mana crane patah. Namun, beruntung, suaminya selamat meskipun sempat koma selama dua hari.
"Kejadian seperti ini sudah dua kali. Tepatnya tahun 2016 di Tanjung Balai, di kapal KM Lintas Bahari. Alhamdulillah waktu itu masih dikasi selamat, sama kejadiannya, crane-nya juga patah. Dia juga ada di dalam kabin, dan waktu itu dua hari koma di rumah sakit," kata Jamilah dengan penuh haru, mengenang insiden yang hampir merenggut nyawa suaminya beberapa tahun lalu.
Lebih jauh, Jamilah menceritakan bahwa suaminya, Suryadi, baru berangkat bekerja pada 19 Agustus lalu. Kepergiannya kali ini memiliki tujuan yang sangat mulia, yakni untuk mengumpulkan uang guna mengadakan acara syukuran sunatan anak mereka yang berumur 12 tahun, sekaligus menabung untuk modal usaha di masa depan.
"Dia bilang, berangkat kali ini ingin nabung buat acara syukuran anaknya yang berumur 12 tahun," ucap Jamilah dengan suara lirih, mengingat harapan suaminya yang kini tinggal kenangan.
Sebelum kecelakaan, Jamilah merasa ada firasat aneh. Ia bercerita bahwa suaminya sempat berkata ingin beristirahat dari pekerjaannya.
"Sebelum kejadian semalam saya memang ada firasat, itu orang pulang mulu sambil ngomong pengen istirahat dalam mimpi, di dalam mimpi anak-anak juga bilang ayah kok dekat dedek mulu.
Saya bilang kalau capek ya istirahat aja, saya juga tidak memaksa, makan seadanya untuk sehari-hari cukup lah," tuturnya.
"Saya gak tahu artinya apa. Mungkin ini maksudnya, rupanya dia ingin istirahat selama lamanya," tuturnya lagi.
Jamilah mengungkapkan bahwa suaminya, yang akrab disapa Begeng, adalah sosok pekerja keras yang selalu berjuang demi dirinya dan kedua anak mereka. Wanita asal Purworejo, Jawa Tengah ini telah hidup bersama Suryadi selama 18 tahun sejak pernikahan mereka pada tahun 2006. Meskipun suaminya harus bekerja jauh, Jamilah tidak pernah memaksanya untuk terus bekerja keras jika suaminya merasa lelah.
Meskipun hidup mereka tidak mudah, dengan gaji suaminya yang hanya Rp 4 juta per bulan, Suryadi tetap bekerja keras demi keluarganya. Jamilah sendiri juga bekerja di kantor kelurahan dan berjualan nasi uduk untuk menambah penghasilan.
"Kalau dia berkali-kali bilang ingin istirahat, saya selalu iyakan. Gajinya sebagai operator crane hanya Rp 4 juta per bulan, dan itu pun dikirim untuk biaya sekolah anak-anak. Untuk makan sehari-hari, saya masih bisa cari sendiri, saya bekerja di kantor kelurahan dan juga jualan nasi uduk di rumah,” ungkapnya.
Peran Suryadi dalam keluarga sangat berarti, dan meskipun gajinya terbatas, Jamilah mengerti pengorbanan suaminya untuk masa depan anak-anak mereka.
"Untuk makan saya masih bisa cari. Dia yang penting fokus pada biaya sekolah anak-anak," ujarnya.
Perjalanan Jamilah ke Selatpanjang telah ditanggung oleh pihak perusahaan, namun ia mengakui bahwa hingga saat ini, ia masih menggunakan uang pribadi untuk kebutuhan mendesak.
"Semuanya sudah ditanggung pihak perusahaan, tapi sampai sini pakai uang aku sendiri," katanya.
Pihak perusahaan, PT. Indomakmur Expresindo yang menaungi kapal tangker KM. MI No 1, melalui perwakilannya Lutfi Khairul Zaman, menyatakan bahwa mereka akan bertanggung jawab penuh atas semua biaya pemakaman dan pengurusan jenazah.
"Pihak perusahaan bertanggung jawab sepenuhnya, mulai dari pengurusan hingga pemakaman nanti," ujar Lutfi.
Jenazah Suryadi direncanakan akan diberangkatkan hari ini ke Jakarta melalui Pekanbaru.
"Rencana berangkat hari ini ke Pekanbaru via Buton, kemudian besok pagi baru diberangkatkan ke Jakarta dengan pesawat, " pungkasnya.
Tragedi ini meninggalkan duka mendalam bagi keluarga Suryadi, terutama bagi Jamilah dan kedua anak mereka yang kini harus menjalani hidup tanpa sosok suami dan ayah yang penuh kasih tersebut.
Diberitakan sebelumnya, Suryadi, seorang operator crane berusia 45 tahun, tewas seketika setelah kabin crane yang ia operasikan terlepas dan jatuh ke dalam palka kapal tangker KM. MI No 1 milik PT. Indomakmur Expresindo.
Insiden tragis ini terjadi pada saat proses bongkar muat semen, di bawah pengelolaan Perusahaan Bongkar Muat (PBM) PT. Lintas Bandar Perkasa, pada pukul 10.00 WIB di Sabtu, 7 September 2024.
Kejadian bermula ketika aktivitas bongkar semen sedang berjalan lancar. Namun, tiba-tiba, crane berwarna kuning yang dioperasikan oleh Suryadi mengalami kegagalan struktural. Bagian tengah crane patah dan terjatuh ke dermaga, sementara kabin crane bersama dengan Suryadi di dalamnya jatuh ke dalam palka kapal. Benturan keras menyebabkan Suryadi mengalami luka parah di bagian kepala, dengan pendarahan hebat yang mengakhiri hidupnya di tempat kejadian. Dia segera dievakuasi menggunakan becak motor ke RSUD Kepulauan Meranti, tetapi sudah dinyatakan meninggal dunia saat tiba di sana.
Saat ini, pihak Satpolair Polres Meranti telah mengambil alih investigasi untuk menelusuri penyebab pasti kecelakaan, termasuk memastikan apakah terdapat kelalaian dalam prosedur keselamatan kerja atau masalah teknis lainnya.
Dalam tanggapan resminya, General Manager PT Pelindo Regional I Tanjung Balai Karimun, melalui Manager Operasi Selatpanjang, Indra Ardiansah, menyatakan bahwa insiden tersebut tidak berkaitan langsung dengan Pelindo.
Dikatakan, Pelindo hanya sebagai penyedia fasilitas pelabuhan tempat bersandar kapal, meskipun begitu ada juga petugas yang ditempatkan di pelabuhan tersebut.
"Pelindo hanya menyediakan fasilitas dermaga untuk kapal bersandar, dan crane yang terlibat adalah milik kapal sehingga kejadian ini tidak ada sangkut paut nya dengan kami. Meskipun begitu, kami sangat menyesalkan peristiwa ini," ujar Indra.
Ia juga menambahkan bahwa pihaknya secara rutin memberikan edukasi terkait keselamatan dan kesehatan kerja (K3) kepada para pekerja di pelabuhan.
Penulis : Ali Imroen
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :