Soal Polemik Sengketa Lahan, PT SRL Tak Hadir Diundang Pemkab Kepulauan Meranti, Ratusan Masyarakat Berjaga-jaga di Lokasi
SELATPANJANG - Terkait permasalahan sengketa lahan perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Sumatra Riang Lestari (SRL) dengan masyarakat Desa Tanjung Kedabu, Kecamatan Rangsang Pesisir, Kepulauan Meranti terus memanas.
Pihak PT SRL Blok V Pulau Rangsang tidak hadir diundang rapat oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti, Jum'at (11/8/2023) pagi untuk membahas polemik yang terjadi dengan alasan undangan yang diberikan terkesan mendadak.
Sementara itu ratusan masyarakat dari pagi hingga siang berjaga-jaga di lapangan agar alat berat tidak beroperasi menggarap lahan mereka lagi.
Rapat yang dilaksanakan di Ruang Melati Kantor Bupati itu dipimpin oleh Asisten I Bidang Pemerintah yakni Drs Irmansyah, dan turut hadir Kepala Bagian Ops Polres Kepulauan Meranti, Kompol Yudi Setiawan, Plt Camat Rangsang Pesisir, Safrizal Ahmadi, Kepala Desa Tanjung Kedabu, ketua L2MR, Jefrizal, dan beberapa perwakilan masyarakat yang terdiri dari kelompok tani.
"Pihak perusahaan minta diundur, karena undangan rapat terkesan mendadak dan mereka minta dijadwalkan ulang dan akan kita agendakan lagi rapatnya selepas 17 Agustus," kata Asisten I Bidang Pemerintah yakni Drs Irmansyah.
Irmansyah juga meminta kepada pihak desa dan kelompok tani untuk mempersiapkan segala dokumen bukti kepemilikan dan pengelolaan lahan.
"Saya minta semua ini disiapkan berikut dokumen kepemilikan tanaman dan kepala desa tolong ini diinventarisir sehingga ini jadi dasar kita menyurati KLHK untuk meninjau ulang izin pemanfaatan hutan yang telah diberikan kepada PT SRL yang ditembuskan kepada Gubernur Riau," kata Irmansyah lagi.
Sementara itu Kepala Desa Tanjung Kedabu, Miswan mengatakan bahwa permasalahan sengketa lahan perusahaan dengan masyarakat sudah sangat meresahkan.
"Persoalan lahan yang diserobot oleh pihak perusahaan ini sudah menjadi masalah serius, jika ini dibiarkan maka yang kami khawatirkan masyarakat akan menjadi anarkis karena pihak perusahaan sudah melampaui batas. Kenapa demikian, jangankan lahan tidur yang sudah hancur, kebun masyarakat yang telah turun temurun pun dibabat habis," kata Miswan.
"Itulah kondisi hari ini, kesabaran kami juga ada batasnya dan kedepannya kami pun tidak tahu harus bagaimana. Kami berharap dengan pertemuan ini pemerintah daerah bisa membentuk tim khusus menangani masalah ini," kata Miswan lagi.
Kepala Desa Tanjung Kedabu itu menambahkan, saat ini desanya termasuk kedalam miskin ekstrem. Dimana pendapatan masyarakat hanya terfokus pada hasil perkebunan, sementara lahan perkebunan malah dibabat habis oleh perusahaan HTI tersebut.
"Kami minta ini dihentikan, desa kami sudah masuk kedalam kemiskinan ekstrem dimana pendapatan masyarakat kami dari hasil perkebunan yang hasilnya cukup makan untuk mengisi perut dan biaya anak sekolah bukan untuk mencari kaya seperti perusahaan. Setelah lahan dikuasai, belum lagi hama kumbang yang mengganggu tanaman kelapa akibat dari penanaman Akasia," ungkapnya.
Dikatakan lagi, dari luas konsesi sebesar 18.890 hektare yang tersebar di 7 desa yang paling luas berada di Tanjung Kedabu, artinya hampir 60 persen wilayah desa tersebut dikuasai pihak perusahaan.
"Dari areal konsesi perusahaan, desa kami yang paling luas terkena dampaknya. Luas desa ini hanya 9 ribu hektare artinya sudah 60 persen wilayah kami dikuasai. Kami cukup sedih, kami merasa dijajah, bahkan kanal yang digali sudah sampai ke pemukiman masyarakat, apakah kami harus bersabar dan menunggu, kami minta ini dihentikan dan kami tak mau masyarakat kami kalap dan menjadi anarkis. Kami ini rakyat Indonesia, jadi juga punya rasa memiliki terhadap tanah air ini," tuturnya.
"Keinginan kami hanya satu, hentikan operasional alat berat yang menyerobot lahan perkebunan masyarakat. Ini sudah sangat keterlaluan, sebelum ini menjadi masalah dan beban kita bersama, kami menolak perusahaan untuk memperluas lahan dan cukup saja areal yang telah digarap sebelumnya saja," pungkasnya.
Sementara itu, perwakilan masyarakat lainnya bernama Ramli mempertanyakan kebijakan pemerintah di saat dirinya bersama petani lainnya mendapatkan perlakuan tidak baik terhadap lahannya oleh pihak perusahaan.
"Kondisi hari ini alat berat sudah merambah dan mendekati pemukiman masyarakat, hanya tinggal 200 meter saja. Perusahaan HTI merajalela, kami merana dan pemerintah ada dimana?," tanya Ramli.
Ramli juga mempertanyakan, jika lahan tempat ia dan warga yang lain sudah dihancurkan, kemana mereka mau mengadu dan siapa yang akan menjamin kehidupan mereka.
"Kehidupan masyarakat sudah susah jangan ditambahkan susahnya lagi. Jika ini dibiarkan perusahaan meratakan kebun kami, siapa yang akan menjamin kehidupan masyarakat, siapa yang akan mensejahterakan kami, mau makan apa lagi kami, jadi tolonglah ini segera ditindaklanjuti," ujarnya.
Senada dengan kepala desa, Ramli berharap lahan yang sudah dikuasai masyarakat jangan lagi digarap lagi.
"Menurut saya, lahan yang dikuasai masyarakat jangan digarap dulu. Kami sebenarnya tidak marah, silahkan beroperasi tapi itu di tempat yang lama jangan menambah areal baru lagi. Jangan hanya mengandalkan izin menteri tapi tidak tahu lokasinya apakah ada tanaman milik masyarakat atau tidak. Desa ini sudah ada sejak nenek moyang kami terdahulu, sejak perusahaan masuk langsung habis seketika. Jika kami tak ada kerja akibat lahan tidak ada lagi apa kami harus ditangkap karena mencuri untuk menafkahi keluarga kami," ucapnya.
"Kami tidak tahu apa maksud perusahaan tidak hadir dalam rapat ini. Ada apa dibalik semua ini, mengundurkan waktu sementara lahan terus digarap. Intinya jika ini tidak ditanggapi kami tidak tahu apa yang akan terjadi nanti," pungkasnya .
Menanggapi hal tersebut, Asisten I Bidang Pemerintah yakni Drs Irmansyah akan menyurati pihak perusahaan agar menghentikan operasional penambahan areal sampai ada surat dari Kementerian LHK. Selanjutnya, rapat berikutnya pimpinan perusahaan diminta wajib hadir.
"Segera akan kita surati pihak perusahaan untuk menghentikan sementara aktifitas mereka sampai ada kejelasan dari Kementerian LHK," tutupnya.
Penulis : Ali Imroen
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
BERITA LAINNYA |
|
|
NTP Riau Desember 2024 Naik 3,11 Persen, Tertinggi di Sumatera Makan Durian Efeknya Apa? Berikut 4 Daftarnya Jeritan Keluarga Korban Kecelakaan Maut di Pekanbaru, Tuntut Hukuman Berat untuk Pelaku Buka-Tutup Lagi, Lintas Riau-Sumbar Km 106 Tanjung Alai yang Amblas Belum Ada Perbaikan Telaga Air Merah Disulap dari Waduk PDAM Menjadi Destinasi Wisata Favorit, Dikunjungi 7.000 Orang Saat Libur Nataru
|
|
Pajak Sarang Burung Walet Pekanbaru Tumbuh Pesat, Capai 52% Termasuk 7 Sengketa Pilkada di Riau, MK Sidang Perdana 8 Januari Kilang Kayu dan Solar di Pekanbaru Ludes Terbakar, Damkar Sempat Kesulitan Pemadaman Penyakit Hewan Meningkat di Riau Sepanjang 2024, Kampar Wilayah Terparah Kecelakaan Maut Tewaskan Satu Keluarga di Pekanbaru, DPRD Geram THM Buka Sampai Pagi
|
Komentar Anda :