Jalan Komplek Perkantoran Bupati Kepulauan Meranti Diblokir Ahli Waris, Wanita Bercadar Ini Tuding Pemkab Zalim
SELATPANJANG - Jalan Terpadu komplek perkantoran Bupati Kepulauan Meranti yang menjadi akses keluar masuk beberapa kantor OPD kembali diblokir oleh seorang ahli waris yang mengaku memiliki tanah tersebut. Pemblokiran ini terkait ganti rugi tanah yang tak kunjung selesai.
Sebelumnya pemblokiran jalan tersebut juga pernah dilakukan oleh ahli waris yang sama pada akhir tahun 2022 lalu.
Kali ini pemblokiran kali kedua yang dilakukan, menggunakan kayu dan ditutup menggunakan seng dilakukan Minggu (30/7/2023) sore sekira pukul 17:30 Wib.
Ahli waris itu diketahui bernama Eddy Suwanto yang mengaku kecewa. Dikatakan penutupan tersebut dipicu karena lahan yang sudah dibangun jalan tersebut belum ada ganti rugi.
Adapun yang melakukan pemblokiran adalah istrinya bernama Evi Andriani. Saat ditemui di lapangan, Evi mengaku dirinya sudah kehilangan kesabaran karena terus dijanjikan oleh Pemkab Kepulauan Meranti.
"Ini memang hak kami, kalau seandainya tanah sudah dibayarkan kami tak akan berbuat seperti ini, kami juga tahu hukum dan paham aturan. Mengklaim hak orang lain sudah pasti akan ditangkap polisi begitu juga dari sisi agama, jika kita mengambil hak orang lain walaupun sejengkal tanah ya pasti berdosa. Namun ini sudah sangat keterlaluan dan sudah 11 tahun mengulur-ulur waktu," ungkap Evi.
Menurutnya, langkah penutupan jalan dilakukan karena Pemkab Meranti tak kunjung merealisasikan ganti rugi. Sudah bertahun-tahun, tapi pemda hanya memberikan janji kosong.
"Kami konfirmasikan lagi, karena hak kami tidak dibayarkan oleh Pemda Kepulauan Meranti, makanya kami ambil keputusan dan kami juga sudah bermusyawarah dengan seluruh ahli waris juga bersama pihak keluarga, bahwasanya jam berganti jam begitu juga hari berganti hari dan bahkan tahun juga sudah berganti tahun, dimulai periode Irwan Nasir, Muhammad Adil dan sampai Asmar ini hanya janji belaka dan janji kosong saja," ungkapnya lagi.
Dikatakan Evi bahwa Pemkab Kepulauan Meranti akan mengajukan gugatan adalah sesuatu yang tidak masuk akal, karena pihaknya memiliki surat lengkap sementara Pemkab tidak memiliki sehelai pun surat terkait keabsahan lahan tersebut.
"Untuk itu kami harus berani karena ini adalah hak milik kami, kalau Pemda mau menuntut kami mau surat yang bagaimana semua kami ada. Pemda kita ingin mengajukan gugatan dan naik banding ataupun istilahnya mau diproses lebih lanjut dan kami tidak mau. Karena apa?, karena kami sebagai masyarakat kecil berpikir secara akal sehat kalau seandainya mau naik banding atau mau dibanding lagi itu jika kami tidak punya surat, namun sebaliknya Pemda yang tidak punya surat, jadi kami tidak mau mendengar lagu Pemda lagi dan itu semuanya lagu lama, kami sudah bosan sekali dan tidak mau dengar lagi kata Pemda," ucapnya.
Kata Evi, jika pemblokiran tersebut harus dibuka, maka harus dibayarkan dahulu ganti ruginya sebesar Rp 1,8 miliar. Pihak ahli waris mengklaim tidak memberatkan Pemda dan bersedia melakukan negosiasi dengan membayar uang muka sebesar Rp 200 juta.
"Jika pemblokiran ini harus dibuka maka harus dibayar dulu, kemarin juga sudah diukur dimana lebarnya 20 meter dan panjangnya 220 meter jadi total luasnya yakni 4.200 meter persegi dan permeternya itu dihargai Rp 500 ribu sehingga setelah kami kalikan uangnya itu Rp 1,8 miliar. Kami juga tidak memberatkan Pemda dan kami juga ada negosiasi dimana bayar saja DP nya dahulu Rp 200 juta dan sisanya kapan kita lakukan MoU. Dahulu masa pemerintahan Muhammad Adil sudah dijanjikan akan dibayarkan pada APBD Perubahan dan harga permeter Rp 500 rinu juga sudah disetujui," tuturnya.
Diungkapkan Evi bahwa Pemkab Kepulauan Meranti sudah beberapa kali menjanjikan akan membayarnya, padahal di luar lahan yang disengketakan hari ini pihaknya sudah menghibahkan tanah miliknya ke pemerintah daerah untuk dijadikan kantor.
Ia pun menyatakan siap menghadapi Pemda jika membuka secara paksa blokir jalan.
"Penyakitnya Pemda ini terlalu banyak berjanji, bilang mau dibayarkan namun hingga hari ini tidak juga dibayarkan. Padahal di luar ini sudah banyak juga yang kita hibahkan. Untuk itu kami pastikan lagi, kami minta DP nya saja dulu Rp 200 juta baru kami buka blok ini, kalau tidak kami tidak mau buka, ayo kami tunggu mau sampai dimana. Jika Pemda mau membuka paksa kami juga bisa memaksa dan kami beton kenapa mau buka paksa memang Pemda ada bukti, zolim ini zolim kalau Pemda tak mau bayar," tukasnya.
Wanita bercadar ini juga mengungkapkan jika suaminya Eddy Suwanto sudah malas berurusan sama pihak dinas terkait karena takut terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan.
"Suami saya sudah malas berurusan dengan Pemda dan dinas terkait. Jadi kenapa suami saya tidak tampil karena takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, suami saya itu tempramen, jika melihat orang dinas mudah saja dia naik darah," pungkasnya.
Penulis : Ali Imroen
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :