Dibangun Pakai APBDes Ratusan Juta dan Jadi Destinasi Wisata Nasional, Kini Jembatan Pelangi Banglas Kondisinya Memprihatinkan
SELATPANJANG - Destinasi Wisata Mangrove Jembatan Pelangi Desa Banglas yang berada di Dusun II Desa Banglas Kecamatan Tebingtinggi, Kepulauan Meranti saat ini kondisinya memprihatinkan karena rusak parah.
Panorama alam yang disajikan di sana cukup menyegarkan dan menjadi istimewa karena menghadirkan suasana alam yang asri dari hutan bakau yang dekat dengan wilayah perkotaan Selatpanjang ibukota Kabupaten Kepulauan Meranti.
Di tempat wisata ini para pengunjung disuguhkan pemandangan dengan berjalan menyusuri hutan bakau. Di lokasi ini pengunjung juga bisa mendapatkan informasi tentang berbagai jenis tanaman mangrove.
Sayangnya, objek wisata yang dibangun oleh pemerintah Desa Banglas itu sekarang hanya tinggal cerita. Sebab, tempat itu tak lagi dikelola dan dibiarkan terbengkalai.
Objek wisata tersebut dibangun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tahun 2019 sebesar Rp 381 juta lebih. Dimana jembatan sepanjang 300 meter itu diresmikan langsung oleh Bupati Kepulauan Meranti Irwan Nasir dan Ketua DPRD Provinsi Riau, Indra Gunawan pada akhir tahun 2019 silam.
Kondisinya hampir sama dengan Jembatan Saka Raja yang berada di kawasan Mangrove Desa Sesap, Kecamatan Tebingtinggi. Jembatan sepanjang 200 meter yang dibangun menggunakan APBDes tahun 2020 sebesar Rp 290.927.000 kondisinya juga sudah hancur pada tahun 2022 lalu.
Kondisi terkini di Jembatan Pelangi Banglas dapat digambarkan dari pintu masuk yang rusak dan terkesan dibiarkan begitu saja, belum lagi pelantar banyak yang berlubang dan patah serta pagarnya banyak yang roboh. Belum lagi gazebo dan tempat duduk yang kini kondisinya juga terlihat rusak.
"Kondisinya cukup memprihatinkan, padahal ini menarik bila dikelola dengan baik. Tapi ini sudah cukup lama terbiarkan dan tidak dirawat," kata salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Mantan Kepala Desa Banglas Samsurizal yang menggagas pembangunan Jembatan Pelangi itu saat dikonfirmasi mengatakan bahwa tercetusnya destinasi wisata mangrove ini ketika dia bersama kepala desa lainnya di Kepulauan Meranti melakukan studi banding ke Desa Ponggok, Jawa Tengah beberapa waktu lalu.
Saat masih beroperasi, kata Samsurizal antusias masyarakat untuk berkunjung ke Jembatan Pelangi terbilang cukup besar. Dimana pengelolaannya melibatkan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan diawasi oleh BUMDes.
"Waktu itu bila dirata-ratakan kunjungan setiap hari itu ada seratus orang, apalagi saat hari libur itu tidak akan kurang dari seratus. Untuk pengelolaannya dikelola oleh Pokdarwis dengan biaya masuk itu Rp 3.000 perorang," kata Samsurizal, Senin (10/7/2023).
Disebutkan Ekowisata Mangrove Jembatan Pelangi juga berhasil meraih Penghargaan tingkat Nasional. Penghargaan itu diterima Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Kepulauan Meranti Rizki Hidayat dari Kementerian Pariwisata RI, di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, tahun 2021 lalu. Adapun penghargaan yang diraih adalah Juara 3 Anugerah Pesona Indonesia Kategori Ekowisata Terpopuler.
Samsurizal menyadari jika tidak cukup anggaran untuk melakukan perbaikan jembatan tersebut. Namun ia juga menyayangkan jika aset itu tidak diperbaiki.
"Mungkin tak ada anggarannya, kalau pun ada mungkin tidak cukup untuk merawat jembatan itu. Harapan kita kalau bisa diperbaiki, begitu pula masyarakat dan pihak desa bersama-sama menjaga aset itu karena itukan sudah jadi icon nya Meranti dan sudah mendapatkan penghargaan Nasional," ungkap Samsurizal.
Sementara itu Kepala Desa Banglas,
Abdul Zaid mengatakan jika pun ada suntikan dana, maka hal itu tidak seimbang lagi antara pengeluaran dengan pemasukan. Dimana kunjungan Pasca Covid-19 sangat sepi.
Ditenggarai pembinaan dan promosi tidak dijalankan oleh pihak dinas terkait dalam hal ini Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar). Akibatnya Pokdarwis berjalan sendiri tanpa pendampingan.
"Kalau pun ada suntikan dana yang akan kita keluarkan, maka itu tidak lagi balance dengan pemasukan yang didapatkan, pengunjungnya sepi. Walaupun belum ada rapat dengan unsur terkait, namun saya pribadi agak keberatan, karena jangankan untuk mencari untung, balik modal pun tipis harapannya," kata Abdul Zaid.
Kepala Desa Banglas itu juga mengatakan jika banyak pihak yang meminta Jembatan Pelangi untuk dikembangkan, karena sudah menjadi icon Kabupaten Kepulauan Meranti.
"Camat kemaren minta ini dikembangkan lagi karena sudah masuk menjadi icon Kepulauan Meranti. Namun dengan kondisinya yang sudah lapuk karena materialnya kayu, maka butuh biaya besar untuk memperbaikinya. Oleh karena itu kami menunggu dari pemerintah daerah untuk melakukan rehabilitasi jembatan ini," pungkasnya.
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :