SELATPANJANG - Penumpukan sampah di sejumlah titik di beberapa tempat di Kota Selatpanjang, ibukota Kabupaten Kepulauan Meranti dalam beberapa pekan terakhir menjadi perhatian publik. Hal ini akibat tidak optimalnya pengelolaan sampah di kabupaten termuda di Riau itu.
Ironisnya, penumpukan sampah di sejumlah lokasi itu ditenggarai akibat minimnya armada pengangkut sampah.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, Pertanahan dan Lingkungan Hidup Kepulauan Meranti melalui Pengawas Lingkungan Hidup, Cameron Bernat yang didampingi Kepala Bidang Kebersihan, Perawitami, ST menyebutkan armada memang menjadi alasan masih banyaknya sampah yang menumpuk di jalan.
Dikatakan, produksi sampah di Kota Selatpanjang tidak sebanding dengan jumlah armada yang dimiliki untuk mengangkut sampah ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS).
"Minimnya armada membuat sampah banyak yang tidak terangkut. Saat ini memang sudah ada alat dan armada untuk pengangkutan sampah. Namun, beberapa alat tersebut sudah berusia tua dan kerap mengalami kerusakan sehingga bisa dikatakan sudah tidak layak digunakan," kata Cameron Bernat, Kamis (10/11/2022) siang.
Diungkapkan, tidak terangkutnya sampah yang menumpuk dikarenakan rusaknya satu unit truk ambrol yang kondisinya sudah sangat memprihatinkan, dimana mobil itu dibeli sudah ada sejak Selatpanjang masih tergabung dengan Kabupaten Bengkalis.
"Saat ini mobil ambrol kondisinya rusak dan terduduk di bengkel selama hampir lebih seminggu karena harus menunggu alatnya datang dari Pekanbaru. Untuk biaya pemeliharaan memang ada, namun kondisinya sudah sangat tua dan memprihatinkan karena mobil itu sudah ada sejak zaman Bengkalis, terhadap kondisi itu kita terpaksa memindahkan sampah yang berada di kontainer dengan cara manual kedalam truk," ujarnya.
Ironisnya, kata Bernat pihaknya sudah sangat sering menganggarkan untuk pembelian mobil baru, namun seringkali juga dicoret.
"Masalahnya kompleks, terhadap mobil itu sudah setiap tahun kita ajukan untuk beli baru. Namun seringkali dicoret karena di dalam DPA tidak tertera. Untuk satu unit anggarannya hanya Rp 400 juta lebih, terakhir kita ajukan itu di APBD 2022," ucapnya.
"Kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa, karena kondisinya sudah seperti itu. Dulu kami sudah pernah hearing bersama DPRD juga membicarakan hal itu, mereka bilang anggaran untuk kita sudah besar, namun tidak pernah diketahui jika DPA yang kami terima itu 80 persennya untuk gaji dan hanya 20 persen saja untuk operasional," ucapnya lagi.
Idealnya dengan produksi sampah di Kota Selatpanjang yang mencapai 28 ton perhari dibutuhkan 8 truk pengangkut sampah.
"Saat ini kita punya armada pengangkut sampah terdiri dari 2 Pikap, 3 dumptruk dan 1 truk ambrol. Seharusnya kita harus punya tambahan 2 dumptruk dan 2 truk ambrol lagi. Untuk satu hari produksi sampah di Selatpanjang itu 28 ton perhari, sementara yang terangkut itu hanya 15 ton saja. Meski dengan yang ada kami tetap berusaha mengoptimalkan penanganan sampah. Tapi jelas kekurangan armada pengangkut ini sangat menyulitkan kami," ungkapnya.
Meskipun sampah menumpuk dikarenakan kekurangan armada, pihak Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, Pertanahan dan Lingkungan Hidup justru mengarahkan masalah itu pada kurangnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah. Hal itu mengakibatkan tumpukan sampah terjadi dimana-mana.
Ia mengatakan, penumpukan sampah yang terjadi di Kota Selatpanjang ini juga disebabkan oleh masyarakat yang kurang peduli terhadap lingkungan. Bahkan, jika masyarakat memiliki kesadaran yang tinggi, penumpukan sampah ini tidak akan terjadi.
"Sebenarnya masyarakat ikut andil dalam penumpukan sampah ini, pola pikirnya harus diubah. Jika kesadaran masyarakat tinggi untuk mengelola sampah agar tidak menumpuk, saya rasa itu sudah cukup membantu dalam mengurangi tumpukan sampah selama ini," ujarnya.
Selain dibuang oleh masyarakat, tumpukan sampah juga disumbangkan oleh pihak ketiga yang melayani ojek sampah, padahal sudah diingatkan untuk membuangnya langsung ke TPA.
"Meski setiap hari sampah tersebut diangkut tetapi tetap saja menumpuk. Hal itu dikarenakan banyak oknum yang membuang sampah sembarangan ke lokasi tersebut, dan yang membuat membludak adalah mereka para jasa ojek sampah yang membuang dalam kapasitas banyak, padahal mereka sudah diingatkan untuk langsung membuangnya ke TPA, lagipula mereka belum ada izin operasionalnya," kata Bernat.
Persoalan lain yang membuat sampah dari beragam jenis berserakan hingga ke badan jalan yakni tidak adanya tong sampah yang tersedia.
Padahal kata Bernat, pihaknya telah menyediakan bak sampah yang berada tepat di tepi jalan. Namun semua tong sampah mendadak hilang. Sementara itu berdasarkan Perda nomor 13 tahun 2015 disebutkan pihak pengusaha juga wajib menyediakan tong sampah.
Dijelaskan Bernat, selama ini pemerintah setempat sebenarnya sudah menyediakan banyak tong sampah di pinggir-pinggir jalan. Tong sampah ini, sengaja disediakan untuk memudahkan warga yang ingin membuang sampah rumah tangga. Termasuk untuk memudahkan para petugas saat ingin mengangkut sampah rumah tangga ke tempat pembuangan sampah sementara
"Tong sampahnya banyak hilang, bukan kita tidak menyediakan. Tolonglah dijaga dan dirawat secara bersama-sama. Kalau tong sampah itu hilang, yang rugi kan kita semua, soalnya warga pasti akan kesulitan saat ingin membuang sampah. Untuk itu, saya minta kedasaran dari semua pihak," tuturnya.
Untuk menangkal kebiasan buruk terhadap warga yang membuang sampah sembarangan, sebenarnya pemerintah juga telah menerapkan aturan denda kepada yang tertangkap tangan membuang sampah tidak pada tempatnya.
Dimana pada pasal 55 Perda Nomor 13 tahun 2015 telah dijelaskan secara rinci, barang siapa yang membuang sampah tidak pada tempatnya, maka didenda dengan kurungan 6 bulan penjara atau membayar sebanyak-banyaknya Rp 50 juta
Tidak hanya itu, bagi warga yang kedapatan membuang sampah sembarangan di tempat fasilitas umum, maka akan ditilang di tempat. Pelaku juga akan dikenakan sanksi dengan membayar denda sebesar Rp50.000 per kantong plastik.
"Kendalanya ada pada tim Yustisi yang belum dibentuk, lagi dan lagi ini masalahnya ada pada anggaran," ujar Bernat.
Ditambahkan Perawitami, pihaknya juga merasakan dilema yang teramat sangat. Hal itu dikarenakan etos kerja para petugas kebersihan yang kurang. Namun disadari upah yang minim juga menjadi kendala.
"Sepertinya banyak yang tidak menjiwai dari setiap pekerjaan sebagai petugas kebersihan. Kita juga jadi dilema, setiap mau menegur dan mengevaluasi, mereka mengatasnamakan tim-nya Bupati, jadi serba salah. Soal gaji yang minim juga kita sadari dari Rp1,2 juta jadi Rp 870, untuk itu tahun depan kita usulkan naik jadi Rp 1 juta," ungkap Pera.
Di internal mereka kata Pera juga ada kendala yang lebih besar, yakni dalam satu bidang pihaknya harus melakukan pengawasan terhadap banyak sektor, sementara pegawai yang dimiliki sangat terbatas.
"Dalam satu bidang itu kami menangani banyak hal, diantaranya kebersihan, RTH, pemakaman, pencegahan pencemaran, pengawasan lingkungan. Sementara Personil kami hanya 3 PNS yang terdiri dari satu Kabid dan dua fungsional dan dibantu beberapa honorer," ujarnya.
Terhadap persoalan persampahan yang terjadi, Bernat mengungkapkan jika saat ini Kepulauan Meranti tidak mempunyai TPA.
"Lahan di Desa Gogok yang dijadikan tempat membuang semua sampah selama ini bukan TPA tapi hanya TPS. Dulu kita sudah melakukan pembebasan lahan untuk dijadikan TPA, namun terkendala masuk kedalam kawasan yang tidak dibenarkan. Terakhir ada lahan hibah dari masyarakat di Desa Sesap, namun belum bisa dijadikan TPA karena baru seluas 8 hektare, karena untuk dijadikan TPA itu minimal harus 10 hektare. Ketika itu sudah clear, maka kita akan bisa mengatasi persolaan sampah dengan mengajukan melalui anggaran DAK," pungkasnya.
Penulis : Ali Imroen
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :