Ingin Bersalaman dengan Lawan Jenis Saat Lebaran, Baca Dulu Ini!
Sabtu, 13 April 2024 - 07:40:26 WIB
BERJABAT tangan yang dimaksud adalah antara pria dan pria, wanita dan wanita. Adapun berjabat tangan dengan lawan jenis, maka ada hukum yang berbeda antara sesama mahram dan yang bukan mahram.
Menurut jumhur (baca: mayoritas) ulama, berjabat tangan sesama mahram dibolehkan dan dihukumi sunnah (dianjurkan).
Sedangkan berjabat tangan dengan yang bukan mahram, ada silang pendapat di antara para ulama, dibedakan antara berjabat tangan dengan yang sudah tidak punya rasa suka (syahwat) dan berjabat dengan yang masih muda.
Menurut Ulama Malikiyah, berjabat tangan dengan yang bukan mahram tetap tidak dibolehkan walaupun berjabat tangan dengan yang sudah sepuh dan tidak punya rasa apa-apa (tidak dengan syahwat). Mereka beralasan dengan keumuman dalil yang melarangnya.
Ulama Syafi’iyah mengharamkan berjabat tangan dengan yang bukan mahram, juga tidak mengecualikan yang sudah sepuh yang tak ada syahwat atau rasa apa-apa. Mereka pun tidak membedakannya dengan yang muda-muda.
Sedangkan yang membolehkan berjabat tangan dengan non mahram yang sudah tua (yang tidak ada syahwat) adalah ulama Hanafiyah dan ulama Hambali.
Namun untuk berjabat tangan dengan non mahram yang muda, maka tidak dibolehkan menurut mayoritas ulama dari madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Dalam pendapat Ibnu Taimiyah, seperti itu dihukumi haram. Sedangkan ulama Hanafiyah mengaitkan larangan berjabat tangan dengan yang muda jika disertai syahwat (rasa suka padanya). Namun ulama Hambali melarang hal ini baik jabat tangan tersebut di balik kain ataukah tidak. (Lihat bahasan dalam Kunuz Riyadhis Sholihin, 11: 452)
Dalil-dalil yang melarang berjabat tangan dengan non mahram.
‘Urwah bin Az Zubair berkata bahwa ‘Aisyah –istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam– berkata,
كَانَت٠الْمÙؤْمÙنَات٠إÙذَا هَاجَرْنَ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ رَسÙول٠اللَّه٠-صلى الله عليه وسلم- ÙŠÙمْتَØَنَّ بÙقَوْل٠اللَّه٠عَزَّ وَجَلَّ (يَا أَيّÙهَا النَّبÙىّ٠إÙذَا جَاءَكَ الْمÙؤْمÙنَات٠يÙبَايÙعْنَكَ عَلَى أَنْ لاَ ÙŠÙشْرÙكْنَ بÙاللَّه٠شَيْئًا وَلاَ يَسْرÙقْنَ وَلاَ يَزْنÙينَ) Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ آخÙر٠الآيَةÙ. قَالَتْ عَائÙØ´ÙŽØ©Ù Ùَمَنْ أَقَرَّ بÙهَذَا Ù…ÙÙ†ÙŽ الْمÙؤْمÙنَات٠Ùَقَدْ أَقَرَّ بÙالْمÙØْنَة٠وَكَانَ رَسÙول٠اللَّه٠-صلى الله عليه وسلم- Ø¥Ùذَا أَقْرَرْنَ بÙØ°ÙŽÙ„ÙÙƒÙŽ Ù…Ùنْ قَوْلÙÙ‡Ùنَّ قَالَ Ù„ÙŽÙ‡Ùنَّ رَسÙول٠اللَّه٠-صلى الله عليه وسلم- « انْطَلÙقْنَ Ùَقَدْ بَايَعْتÙÙƒÙنَّ ». وَلاَ وَاللَّه٠مَا مَسَّتْ يَد٠رَسÙول٠اللَّه٠-صلى الله عليه وسلم- يَدَ امْرَأَة٠قَطّÙ. غَيْرَ أَنَّه٠يÙبَايÙعÙÙ‡Ùنَّ بÙالْكَلاَم٠– قَالَتْ عَائÙØ´ÙŽØ©Ù – وَاللَّه٠مَا أَخَذَ رَسÙول٠اللَّه٠-صلى الله عليه وسلم- عَلَى النّÙسَاء٠قَطّ٠إÙلاَّ بÙمَا أَمَرَه٠اللَّه٠تَعَالَى وَمَا مَسَّتْ ÙƒÙŽÙّ٠رَسÙول٠اللَّه٠-صلى الله عليه وسلم- ÙƒÙŽÙÙ‘ÙŽ امْرَأَة٠قَطّ٠وَكَانَ ÙŠÙŽÙ‚Ùول٠لَهÙنَّ Ø¥Ùذَا أَخَذَ عَلَيْهÙنَّ « قَدْ بَايَعْتÙÙƒÙنَّ ». كَلاَمًا.
“Jika wanita mukminah berhijrah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka diuji dengan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina ….” (QS. Al Mumtahanah: 12). ‘Aisyah pun berkata, “Siapa saja wanita mukminah yang mengikrarkan hal ini, maka ia berarti telah diuji.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri berkata ketika para wanita mukminah mengikrarkan yang demikian, “Kalian bisa pergi karena aku sudah membaiat kalian”. Namun -demi Allah- beliau sama sekali tidak pernah menyentuh tangan seorang wanita pun. Beliau hanya membaiat para wanita dengan ucapan beliau. ‘Aisyah berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menyentuh wanita sama sekali sebagaimana yang Allah perintahkan. Tangan beliau tidaklah pernah menyentuh tangan mereka. Ketika baiat, beliau hanya membaiat melalui ucapan dengan berkata, “Aku telah membaiat kalian.” (HR. Muslim no. 1866).
Dari Ma’qil bin Yasar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لأَنْ ÙŠÙطْعَنَ ÙÙÙŠ رَأْس٠رَجÙل٠بÙÙ…Ùخْيَط٠مÙنْ ØَدÙيد٠خَيْرٌ Ù„ÙŽÙ‡Ù Ù…Ùنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَØÙلّ٠لَهÙ
“Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang bukan mahramnya.” (HR. Thobroni dalam Mu’jam Al Kabir 20: 211. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Hadits ini sudah menunjukkan kerasnya ancaman perbuatan tersebut, walau hadits tersebut dipermasalahkan keshahihannya oleh ulama lainnya, seperti yang dilansir dari rumaysho.
Hanya Allah yang memberi taufik. (*)
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :