PEKANBARU - Bekas Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Ibus Kasri, ditahan jaksa penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Rabu (29/3). Ia diduga melakukan korupsi dalam proyek pembangunan Jembatan Pedamaran I di Rohil.
Ibus digiring ke Rumah Tahanan (Rutan) Sialang Bungkuk, Kecamatan Tenayan Raya pada pukul 14.30 WIB. Sebelumnya, ia diperiksa sebagai tersangka untuk yang ketiga kalinya.
"Ini tunggakan kasus yang jadi prioritas kita untuk dituntaskan. Berdasarkan hasil penyidikan dan gelar perkara, kasus cukup bukti untuk dilanjutkan hingga kita lakukan penahanan rutan terhadap IK (Ibus Kasri)," ujar Aspidsus Kejati Riau, Sugeng Riyanta.
Sugeng menjelaskan, dalam kasus ini pihaknya sudah memeriksa empat saksi ahli, ahli yang disupervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ahli teknik Universitas Indonesia (UI), ahli barang jasa dan ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Kita sudah periksa 35 saksi dan menyita alat bukti," kata Sugeng.
Dijelaskannya, kasus ini cukup kompleks dan berlarut-larut sejak dikeluarkannya surat penyidikan pada 2014 silam. Dari hasil penyidikan, jaksa penyelidik hanya menemukan adanya tindak pidana korupsi pada proyek Jembatan Pedamaran I. "Sementara pada Jembatan Pedamaran II tak ada korupsi," tambah Sugeng.
Sugeng mengungkapkan, penyimpangan terjadi karena adanya pelaksanaan pembayaran termin dua pada 2009 yang tidak sesuai ketentuan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yakni Ibus Kasri. Dalam proyek itu tidak ada item pekerjaan 77 item tiang pancang tapi tetap dibayarkan.
Akibat tindakan itu, negara mengalami kerugian sebesar Rp2.561.559.403. "Nilai itu diperoleh dari pembayaran yang tidak semestinya dibayarkan," kata Sugeng.
Dana itu sudah disita kembali dari PT Waskita Karya selaku kontraktor pelaksana proyek dan dititipkan di kas penampungan milik Kejati Riau di Bank Rakyat Indonesia (BRI). "Dalam kasus ini perusahaan tidak salah," ucapnya.
Atas perbuatannya, Ibus Kasri dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kasus ini juga menyeret bekas Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Rohil, Wan Amir Firdaus. Namun, ia belum ditahan karena diduga terlibat kasus lain terkait aliran dana di Bappeda Rohil pada 2008.
Penyidik menemukan kasus lain yang juga diduga melibatkan Wan Amir Firdaus saat menjabat Kepala Bappeda Rohil pada 2008 hingga 2011. Jumlah dananya cukup fantastis.
"Ini kita lakukan penyidikan sendiri. Kasus terjadi pada 2008 hingga 2011. Nantinya, kasus akan dibawa ke pengadilan dan digabung dengan perkara Jembatan Pedamaran. Kita akan telusuri TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) juga," tutur Sugeng.
Namun, Sugeng enggan menyebutkan secara pasti kasus yang disangkakan terhadap Wan Amir Firdaus. "Terkait aliran dana, apakah itu pemerasan atau proyek fiktif, penerimaan hadiah atau lainnya masih ditindaklanjuti," jelas Sugeng.
Tersangka Baru Dari pengembangan kasus proyek Jembatan Pedamaran I, penyidik menetapkan satu lagi tersangka baru, berinisial MB. Ia merupakan pimpinan lapangan atau menajer proyek dari pihak operasional.
"Ia (MB) merupakan orang yang mengawasi dan merekomendasikan proyek hingga putusan yang diambil tepat sasaran," kata Sugeng.
Terhadap MB akan dilakukan penyidikan dalam waktu dekat. "Kita akan periksa yang bersangkutan dalam waktu dekat," pungkas Sugeng.
Pembangunan Jembatan Pedamaran I dan II diawali dengan kegiatan studi kelayakan pada 2006. Proyek itu tidak pernah diusulkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait atau melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Kabupaten Rohil.
Pada 14 Desember 2006, PT Kita Abadi selaku konsultan melakukan presentasi di hadapan Wan Amir Firdaus selaku Kepala Bappeda atau pengguna anggaran. Disimpulkan, Jembatan Pedamaran tidak layak dibangun.
Saat itu, Wan Amir Firdaus berusaha mengintimidasi Ketua Tim Leader supaya mengubah hasil kajian studi kelayakan menjadi 'layak'. Namun PT Kita Abadi tetap membuat sesuai dengan hasil kerja di lapangan.
Awalnya, tahun 2008 hingga 2010 dianggarkan dana Rp529 miliar. Namun pada 2012 dan 2013, anggaran proyek kembali ditambah Rp250 miliar saat Wan Amir Firdaus menjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Rohil.
Penambahan anggaran tersebut diajukan Dinas PU Rohil dan sempat mendapat tanda bintang atau belum disetujui anggota DPRD. Belakangan diketahui, Ketua DPRD saat itu, Nasruddin dan anggota dewan lainnya menyetujui penambahan anggaran tersebut.
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda)