KAMPAR - Sebanyak 14 terdakwa kasus pidana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 001 Desa Pangkalan Serik, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, dijatuhi vonis 2 tahun 6 bulan penjara serta denda oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang, dalam sidang yang berlangsung Senin (10/2/2025) sore.
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Soni Nugraha, yang juga menjabat sebagai Ketua PN Bangkinang, didampingi dua hakim anggota, Aulia Fhatma Widhola dan Ridho Akbar.
Perkara ini dibagi ke dalam dua berkas terpisah, masing-masing berisi delapan dan enam terdakwa.
Berkas pertama berisi delapan terdakwa, yakni Ahmaddion, Andre, Sandra, Muhammad Yamin, Wella Selvia, Hanifa Betti, Iwan Zainuddin, dan Asmar.
Mereka terdiri dari tujuh orang Ketua dan Anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) serta satu anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS).
Sementara itu, berkas kedua mencakup enam terdakwa lainnya, yaitu Yuli Yanti, Bella Navisa, Junarti, Edi Dafri, Mahyulis, dan Septiani.
Mereka merupakan saksi dari empat pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kampar, serta dua orang saksi dari pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Riau.
Adapun saksi dari pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut dua tidak termasuk dalam perkara ini.
Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Hakim Soni Nugraha menyatakan bahwa seluruh terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pencoblosan surat suara lebih dari satu kali.
"Menjatuhkan pidana kepada para terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara masing-masing selama dua tahun dan enam bulan," ujar Soni saat membacakan putusan dilansir tribunpekanbaru.com.
Selain hukuman penjara, para terdakwa juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp36 juta. Jika denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan digantikan dengan pidana kurungan selama satu bulan.
Majelis hakim juga menetapkan bahwa para terdakwa tetap berada dalam tahanan, dengan hukuman pidana dikurangi masa penahanan yang telah dijalani.
Berdasarkan dakwaan, Kelompok 6 terdakwa diketahui telah mencoblos masing-masing 20 surat suara. Rinciannya, 10 lembar surat suara untuk Pilkada Bupati dan Wakil Bupati serta 10 lembar untuk Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur, dengan total keseluruhan 120 lembar surat suara.
Sedangkan Kelompok 8 berperan dalam mengatur jalannya kecurangan tersebut, mulai dari mengumpulkan surat suara yang belum dicoblos, menyerahkannya kepada para saksi pasangan calon, hingga mengisi absensi pemilih yang tidak hadir agar seolah-olah mereka telah menggunakan hak pilihnya.
Kelompok 8 dinyatakan melanggar Pasal 178 C Ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 mengenai Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 menjadi Undang-Undang, junto Pasal 55 Ayat (1) ke-2 KUHP.
Sementara itu, Kelompok 6 terbukti melanggar Pasal 178 B Undang-Undang yang sama, junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Putusan majelis hakim ini lebih ringan dibandingkan tuntutan JPU Kejari Kampar yang sebelumnya meminta hukuman pidana penjara selama tiga tahun serta denda sebesar Rp36 juta dengan subsider satu bulan kurungan. Tuntutan tersebut dibacakan oleh jaksa pada persidangan Jumat (7/2/2025).
Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyoroti praktik kecurangan dalam Pilkada yang seharusnya berlangsung jujur dan adil.
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :