DUMAI - Kejari Dumai kembali mengabulkan penerapan restorative justice atau keadilan restoratif dalam tiga kasus pidana, yang berdampak pada penghentian proses penuntutan.
Tiga tersangka, Dian Pradita (32), Tamara Adelia (37) dan Permata Sari (37), kini bebas dari jeratan hukum setelah proses ini disetujui Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Penghentian penuntutan perkara ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Kejagung saat ekspose yang dipimpin Direktur OHARDA Jampidum, Selasa (22/10/2024)," kata Kajari Dumai, Pri Wijeksono SH MH melalui Kasi Intel Kejari Dumai, Andreas Tarigan SH MH.
Penghentian penuntutan ini juga melibatkan beberapa pejabat lainnya, seperti Kasi Tipidum Hendar Rasyid Nasution SH MH dan jaksa fasilitator Tabah Santoso SH MH, serta Roslina SH yang bertanggungjawab dalam proses perkara ini.
Tiga kasus yang dihentikan adalah milik Dian Pradita, yang diduga melanggar Pasal 480 KUHP terkait tindak pidana penadahan, serta Tamara Adelia dan Permata Sari yang didakwa melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.
Proses penghentian penuntutan ini mendapat persetujuan dari Jampidum setelah mempertimbangkan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum Nomor 01/E/EJP/02/2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Kasi Tipidum Kejari Dumai, Hendar Rasyid Nasution menambahkan, penghentian penuntutan ini tidak dilakukan sembarangan. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk dapat menerapkan keadilan restoratif dalam kasus pidana.
“Pertama, sudah dilakukan proses perdamaian di mana tersangka telah meminta maaf kepada korban dan korban juga sudah memberikan maaf kepada tersangka. Kedua, tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana. Ancaman pidana dalam kasus ini juga tidak lebih dari lima tahun, serta tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya,” jelas Hendar.
Ia juga menuturkan, proses perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa syarat, dengan kedua belah pihak saling memaafkan.
“Korban juga tidak ingin perkara ini dilanjutkan ke persidangan, dan masyarakat merespons positif penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini,” lanjutnya.
Sampai dengan Oktober 2024, Kejari Dumai telah berhasil menghentikan penuntutan sebanyak enam perkara melalui mekanisme keadilan restoratif, setelah mendapat persetujuan dari Kejaksaan Agung RI.
Hal ini menunjukkan komitmen Kejari Dumai dalam menegakkan hukum secara humanis dan memberikan keadilan yang merata di tengah masyarakat.
“Dengan disetujuinya penghentian penuntutan ini, Kejaksaan Negeri Dumai terus menunjukkan komitmen yang kuat dalam menegakkan hukum secara humanis, agar tercapai keadilan di tengah masyarakat Kota Dumai,” tutup Kajari Dumai, Pri Wijeksono.
Penulis: Bambang
Editor: Barkah
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :