PEKANBARU - Muflihun, yang saat ini sedang diperiksa terkait dugaan korupsi Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif di Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Riau, membenarkan adanya perjalanan dinas yang dilakukan pada tahun 2020.
Dalam pemeriksaan lanjutan pada Senin (12/8/2024) kemarin, Muflihun menjelaskan, memang ada perjalanan dinas yang dilakukan pada Maret hingga Mei 2020.
"Namun sesuai regulasi, tidak banyak. Karena Maret dimulai, Mei disetop. Juli atau Agustus dimulai kembali tapi dibatasi. Harus cek masker dan sebagainya," ujarnya dilansir tribunpekanbaru.com.
Muflihun, yang juga dikenal dengan panggilan Uun, sempat mangkir dari panggilan pemeriksaan sebelumnya dengan alasan tertentu.
Namun, kini dia memenuhi panggilan penyidik Subdit III Reskrimsus Polda Riau dan diperiksa sebagai saksi.
“Kami memenuhi panggilan Ditreskrimsus yang merupakan lanjutan pemeriksaan sebelumnya,” kata Muflihun.
Ia menambahkan, dirinya dicecar sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan jabatannya sebagai Sekwan.
"Pertanyaannya masih seputar tupoksi Sekwan dan bagian-bagian, tapi lebih fokus sirkulasi pengurusan uang di bagian keuangan. Kita lihat sejauh ini peranan Sekwan dalam pencairan SPPD," ungkapnya.
Dalam proses pencairan, Sekwan bertugas menandatangani SPPD, surat pertanggungjawaban (SPT), Nota Pencairan Dana (NPD), dan Surat Perintah Membayar (SPM).
“Tentunya SPPD ini bicara seluruh elemen yang ada di Setwan, bisa pimpinan, anggota DPRD, ASN, THL, terkait itu biarlah nanti polisi yang memproses. Kami menyampaikan tugas kami, sebagai Kasubag,” jelasnya.
Direktur Reskrimsus Polda Riau, Kombes Pol Nasriadi, sebelumnya menyatakan, pihaknya sedang mengusut anggaran Setwan dari tahun 2020 hingga 2021.
"Kita akan melakukan serangkaian pemeriksaan. Saya ingatkan kepada seluruh pelaksana-pelaksana kegiatan tersebut, yang bertanggungjawab, dari tahun 2020 sampai 2021, yang dimintai keterangan, harus dan wajib memberikan keterangan yang sebenar-benarnya," tegas Nasriadi.
Menurut Nasriadi, keterangan para saksi sangat dibutuhkan untuk mengungkap kasus yang diduga merugikan negara dalam jumlah yang cukup besar ini.
Namun, jumlah kerugian tersebut baru akan diketahui setelah hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selesai.
"Mereka yang tidak memberikan keterangan dengan sebenarnya, atau menutup-nutupi, menghalangi penyidikan, akan kami jerat dengan Pasal 55. Karena mereka ikut serta melakukan korupsi. Akan kita jerat sebagai tersangka," tuturnya.
Soal penetapan tersangka, Nasriadi menyebutkan bahwa pengumuman akan dilakukan setelah seluruh rangkaian penyidikan rampung. Ia juga menegaskan bahwa pengusutan kasus ini bukan bagian dari politisasi.
"Dari temuan sementara, ada banyak pemalsuan dokumen yang terjadi. Mulai dari tanda tangan, waktu dan tempat, serta lain-lain. Apalagi anehnya, perjalanan dinas ini dilakukan saat masa pandemi Covid-19, di mana saat itu tidak ada penerbangan," ungkapnya.
Pihak kepolisian juga sedang mendalami aliran dana yang diduga terkait korupsi ini.
"Sedang kita lakukan traccing asset, kita dalami ke mana saja aliran dana korupsi ini," ujar Nasriadi.
Ia mengungkapkan, sejauh ini sudah ada sekitar seratus saksi yang diperiksa dalam proses penyelidikan maupun penyidikan, dan jumlah tersebut akan terus bertambah.
Selain itu, polisi telah menemukan 304 surat pertanggungjawaban (SPJ) perjalanan dinas fiktif saat penyelidikan, yang kemudian bertambah menjadi 12.604 SPJ pada tahap penyidikan. Temuan lainnya adalah 35.836 tiket pesawat yang juga terindikasi fiktif.
"Terkait tiket pesawat ini masih kita verifikasi lagi ke pihak maskapai terkait," pungkasnya.(*)
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda)