PEKANBARU - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau telah menghentikan penuntutan terhadap Adji Prasetyo, tersangka kasus kecelakaan lalu lintas di Kabupaten Siak.
Penghentian ini dilakukan dengan pendekatan keadilan restoratif setelah kedua belah pihak sepakat untuk berdamai.
Kepala Kejati Riau, Akmal Abbas, bersama Direktur Oharda pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Nanang Ibrahim Soleh, memutuskan penghentian kasus ini.
Turut hadir dalam pengumuman tersebut adalah Plt Asisten Tindak Pidana Umum (Tipidum) Kejati Riau Martinus, serta beberapa koordinator, Kasi, dan staf di bidang Tipidum.
Kasipenkumas Kejati Riau, Bambang Heripurwanto menyatakan, penghentian kasus dilakukan terhadap tersangka Adji Prasetyo bin Dedi Riswanto, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (2) UU RI No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"Adji Prasetyo yang belum memiliki SIM disangkakan melakukan tindak pidana lalu lintas karena kelalaiannya pada tanggal 26 desember 2023 di jalan pemda buatan-siak desa rantau panjang dengan memarkirkan kendaraan dump truck di pinggir jalan tanpa memasang rambu peringatan," ujar Bambang.
Akibat kelalaian ini, saksi korban Maulana Rizky Asyraf yang mengendarai mobil Mitsubishi box menabrak kendaraan tersangka dari arah belakang.
"Saksi korban berdasarkan hasil VER No.0185/NRSNR/VISUM II/2024 mengalami luka-luka. Atas perbuatan tersebut, tersangka melanggar pasal 310 ayat (2) UU No 22 tahun 2009 tentang LLAJ," ungkapnya.
Penghentian penuntutan ini dilakukan berdasarkan prinsip keadilan restoratif yang disetujui oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, setelah memenuhi Pasal 5 Peraturan Kejaksaan RI No 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran Jampidum No 01/E/EJP/02/2022.
"Dengan alasan telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf kepada korban dan korban telah memberikan maaf kepada tersangka. Tersangka belum pernah dihukum dan ini adalah pelanggaran pertama kali yang dilakukan oleh tersangka," jelasnya.
Lebih lanjut, Bambang menambahkan bahwa ancaman pidana untuk kasus ini tidak lebih dari 5 tahun penjara.
Selain itu, tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, dan proses perdamaian dilakukan secara sukarela tanpa syarat.
Kedua belah pihak telah saling memaafkan dan korban tidak menginginkan kasusnya dilanjutkan ke persidangan.
"Masyarakat juga merespon positif penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif," tambahnya.
Kepala Kejaksaan Negeri Siak kemudian menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif justice, sebagai perwujudan kepastian hukum sesuai dengan Peraturan Kejaksaan RI No. 15 Tahun 2020.
Penulis: Sri Wahyuni
Editor: Barkah
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :