INHIL - Kapolres Indragiri Hilir AKBP Dian Setyawan mengungkap kronologis dan aliran dana kasus pemaksaan penahanan tug boat dan tongkang milik PT THIP yang mengakibatkan 5 orang pelaku ditangkap, Senin (5/4/2021) siang.
Menurut Kapolres, motif dari para pelaku adalah keuntungan pribadi dan kelompok dengan mengatasnamakan masyarakat dengan cara melakukan berbagai upaya agar pihak PT THIP melalukan kerja sama penjualan minyak kotor atau miko dengan kelompok tani. Di mana kelompok tani sudah membuat perjanjian jual beli miko dengan pihak pembeli bahkan semua kegiatan yang dilakukan oleh kelompok tani sudah dibiayai oleh pembeli.
Kelima pelaku yang terlibat dalam kasus ini sementara adalah AN (37), BO (48), AB (48), JT (34) dan TM (52). Modus dalam kasus ini adalah mengambil isi muatan tongkang tanpa izin pemilik. Selanjutnya dengan paksa menghentikan dan melakukan penahanan tug boat dan tongkang yang membawa Crude Palm Oil atau CPO dan Palm Oil Mill Effluent atau POME mengatasnamakan kelompok tani berinisial SUM.
Kapolres mengungkapkan, kasus yang terjadi pada 17 Maret 2021 lalu ini, berawal saat para pelaku secara bersama-sama dengan sengaja mengambil isi muatan tongkang tanpa seizin pemilik. Pelaku mengambil 12 botol sampel muatan tongkang yang telah dikemas oleh pihak pemilik, yakni PT THIP.
"Yang mengambil itu pelaku TM, yang lain membantu dan tetap berada di atas tongkang. Sementara, pelaku AN melalukan siaran live streaming via media sosial," tutur Kapolres dalam konferensi pers, Senin (5/4/2021) di Aula Mapolres Inhil, Tembilahan.
Diketahui, para pelaku telah bersepakat untuk melakukan penahanan terhadap tug boat dan tongkang milik PT THIP. Kesepakatan ini dijalin setelah adanya dukungan dari pembeli minyak kotor atau miko yang dibuktikan dengan pengiriman uang secara langsung sore itu.
Sekira pukul 19.00 WIB, diungkapkan Kapolres, tug boat dan tongkang melintasi sungai depan rumah AB (48). Pelaku bergegas mengejar dan langsung coba menghentikan.
"Tug boat dikejar dengan perahu kecil. Ketika dalam posisi sejajar, para pelaku berteriak-teriak ke kru agar segera menghentikan tug boat. Merasa terintimidasi dan ketakutan, kru terpaksa menghentikan tug boat. Padahal riskan kecelakaan karena tambat di lokasi yang tidak tepat," kata Kapolres.
Saat itu, Kapolres menuturkan, salah seorang pelaku melontarkan kalimat ancaman untuk menghentikan tug boat. "Akan ada pertumpahan darah jika tug boat dan tongkang masih tetap berjalan," begitu kata pelaku sebagaimana yang disampaikan Kapolres.
Saat tug boat dan tongkang ditahan, dikatakan Kapolres, pihak Polsek Pelangiran telah berupaya memediasi agar para pelaku melepaskan tug boat dan tongkang milik PT THIP itu. Namun, para pelaku menolak dan bersikeras untuk tetap melakukan penahanan.
Akibat penahanan itu, estimasi kerugian yang diderita pihak PT THIP adalah senilai Rp175.126.000,- karena keterlambatan pengiriman dan mutu barang.
Nama Baru
Berdasarkan hasil pendalaman, pihak kepolisian berhasil mengungkap indikasi keterlibatan pihak lainnya yang bertindak selaku pembeli minyak kotor atau miko hasil pengolahan oleh PT THIP. Nama-nama tersebut, ialah M, asal Pekanbaru yang merupakan tangan kanan bos pembeli miko dan R, asal Dumai yang merupakan bos pembeli miko.
Sejak Desember 2020 silam, pelaku AB, TM dan JT terungkap telah memiliki hubungan dengan M, tangan kanan bos pembeli Miko. M bersama ketiga pelaku pun telah melakukan pengecekan ke kolam milik PT THIP, meski belum dilakukan pembiacaraan dengan pihak perusahaan terkait penjualan minyak kotor. Para pelaku terindikasi telah melalukan pembicaraan dengan pembeli miko di awal.
Setelah melalukan pengecekan, Kapolres mengatakan, M menyerahkan uang dari pembeli kepada pelaku BO senilai Rp 20 juta untuk dibagikan kepada sejumlah pelaku, yakni BO, TM dan AN dengan rincian masing-masing Rp 5 juta.
"Sisanya, digunakan untuk akomodasi berangkat ke Pekanbaru bertemu buyer atau pembeli," kata Kapolres.
Setelah pertemuan di Pekanbaru, Kapolres menuturkan, pihak pembeli melalui M kembali mengirimkan uang kepada pelaku BO senilai Rp 30 juta. M, TM, AN dan BO masing-masing menerima Rp 3 juta, Rp 5 juta, Rp 5 juta dan Rp 5 juta. Semetara, sisa uang digunakan untuk biaya akomodasi ke Pekanbaru dan memblokade sungai akses PT THIP.
"Karena tidak ada kejelasan perihal penjualan miko, akhirnya hubungan dengan M terputus dan aliran dana dihentikan pihak pembeli," jelas Kapolres.
Usaha untuk menjual minyak kotor yang mengatasnamakan kelompok tani SUM terus berlanjut dengan mediasi melalui AS atau Ali Sadikin dan SP sampai dengan perjanjian dibuat dengan adanya pembeli baru. AS menjamin akan membiayai kegiatan yang akan dilakukan oleh para pelaku.
Tiba akhirnya, pada 17 Maret para pelaku mendatangi tongkang dan mengambil isi muatan yang disebut dengan pengambilan sampel. Setelah sampel diambil, dana dari buyer melalui AS pun mengalir melalui rekening pelaku BO senilai Rp 25 juta. Uang ini kembali dibagikan.
Dalam surat perjanjian antara kelompok tani dengan pembeli, diketahui kelompok tani aoam mendapat fee sebesar Rp 800,- per kilogram.
Akibat dari perbuatan ini, para pelaku diganjar sejumlah pasal, yakni 363 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 7 tahun, 335 KUHP Jo dihukum penjara paling lama 1 tahun, 55 KUHP Jo dan 65 KUHP dengam ancaman hukuman ditambah sepertiga.
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda)