JAKARTA - Seorang advokat Arifin Purwanto melayangkan gugatan atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Arifin melayangkan gugatan tersebut usai pengalamannya mengurus pajak sepeda motor Honda Supra X 125 miliknya di Samsat Madiun, Jawa Timur (Jatim) yang membuatnya berpikir kritis.
Kala itu, sepeda motor kesayangan advokat Arifin Purwanto habis masa berlaku STNK dan nopolnya. Ia pun harus membayar pajak dan mengurus pelat nopol baru di Madiun, sesuai asal sepeda motornya. Padahal, sepeda motornya ada di Surabaya.
"Seandainya STNK dan TNKB tersebut berlaku selamanya, seperti sebelum indonesia merdeka sampai 1964, maka pemohon tentu tidak perlu repot-repot membawa sepeda motor dari surabaya ke madiun," kata Arifin Purwanto dilansir detikcom, Senin (15/5/2023).
Advokat Arifin Purwanto lalu berpikir kritis apakah sistem harus seribet apa yang dialaminya. Apalagi di zaman teknologi 5.0 yang serba canggih.
"Saat ini teknologi sudah canggih. Pesan barang sudah bisa menggunakan aplikasi atau telepon. Misalnya GoFood," ucapnya.
Arifin menyebut, saat ini mengurus surat sudah bisa secara elektronik. Misalnya penerbitan sertifikat jaminan fidusia oleh Menkumham RI.
Ada juga penerbitan surat keterangan dari pengadilan lewat aplikasi eraterang. Bahkan notaris dalam mendaftarkan perusahaan Perseroan Terbatas, semua sudah online.
"Jadi pengurusan surat-surat bisa singkat dan cepat. Jadi tidak perlu harus ke kantor. Tentunya penerbitan STNK dan TNKB bisa memanfaatkan teknologi yang sudah ada seperti instansi yang telah disebutkan di atas. Supaya segera jadi/selesai dalam waktu lebih dari 1 jam," bebernya.
Arifin kemudian melakukan riset dan menelusuri dasar hukum kewajiban ganti nopol/STNK per 5 tahun. Juga SIM yang harus diperbaharui 5 tahun sekali. Ternyata dasar hukumnya ada di UU LLAJ. Yaitu:
Pasal 70 ayat 2 UU LLAJ yang berbunyi:
Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) berlaku selama 5 tahun, yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun.
Pasal 85 ayat (2) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ, begini bunyinya:
Surat Izin Mengemudi (SIM) berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang.
Menurut Arifin, aturan di atas bertentangan dengan UUD 1945. Seperti perpanjangan SIM tiap 5 tahun sekali bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang mengatur setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Judicial review ini masih berlangsung di MK. Dalam sidang perdana, MK meminta advokat Arifin memperbaiki draft judicial reviewnya agar lebih sistematis dan memperkuat argumen konstitusionalnya.
Sementara itu, Hakim MK, Suhartoyo menuturkan, kalau mengajukan gugatan di pengadilan negeri (PN) tentang perbuatan melawan hukum, gugatan cerai di pengadilan agama (PA) itu semua yang diperiksa oleh hakim adalah pijakannya gugatan atau permohonan di MK.
"Oleh karena permohonan atau gugatan itu adalah pijakan dari pada hakim untuk memeriksa dan kemudian bisa dan tidaknya perkara ini kemudian secara substansial dipertimbangkan oleh hakim sehingga hakim bisa memutus apakah mengabulkan atau menolak itu dasarnya adalah gugatan atau permohonan yang memang memenuhi syarat-syarat formil," terangnya.
"Syarat formil itu, ya bapak sudah terangkan di sini kewenangan MK. Nah itu bisa memenuhi syarat formil itu. Bapak menjelaskan pasal 24 kemudian pasal 24C, pasal 10 UUD MK. Sebaiknya nanti format permohonan diperbaiki, estetika permohonan juga perlu diperhatikan," tukas Suhartoyo saat judicial review.(*)
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :