JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membantah tudingan instansinya "merestui" gadai aset milik Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Meranti oleh Bupati nonaktif, M Adil. Diketahui aset daerah itu digadai ke Bank Riau Kepri (BRK) senilai Rp100 miliar.
Staf Khusus Menteri Keuangan (Menkeu), Yustinus Prastowo lantas angkat bicara. Ia menjawab bahwa Kemenkeu membantah telah memberi persetujuan gadai aset milik Pemda Meranti.
"Yang benar, Kemenkeu menyetujui pelebaran defisit Kabupaten Meranti yang akan ditutup dengan pinjaman daerah," kata Yustinus dikutip dari Jawapos.com, Kamis (20/4/2023).
Yustinus menyebut, persetujuan itu bukan jaminan untuk melakukan pinjaman. "Pinjaman harus tetap dilakukan secara kredibel, sesuai tata kelola pemerintahan yang baik," sambungnya.
Adapun, kata Yustinus, surat S-69/MK.7/2022 tertanggal 22 Juni 2022 sangat jelas dan tegas, terkait dengan izin pelebaran defisit. Surat tersebut merupakan balasan dari surat permohonan dari Pemda Kabupaten Meranti dengan nomor 900/BPKAD/627 tanggal 31 Mei 2022 dengan hal Permohonan Pelampauan Batas Maksimal Defisit APBD yang dibiayai dari Pinjaman Daerah.
Dalam surat balasan yang juga dibagikan Yustinus dalam bentuk gambar, Kemenkeu sudah sangat jelas dan tegas bahwa Menteri Keuangan menyetujui pelampuan batas maksimal defisit APBD Kabupaten Meranti Tahun 2022 yang ditutup menggunakan pinjaman daerah Tahun Anggaran (TA) 2022 sebesar Rp200 miliar atau ekuivalen dengan 17,15 persen dari anggaran pendapatan daerah TA 2022.
Persetujuan pelampauan batas maksimal defisit APBD ini bukan merupakan jaminan atas pinjaman yang dilakukan Pemkab Kepulauan Meranti. Pelaksanaan pelampauan defisit APBD dan pemanfaataan dana pinjaman dimaksud sepenuhnya merupakan tanggung jawab Pemkab Kepulauan Meranti.
"Jadi tidak benar dan menyesatkan jika gadai gedung milik Pemkab Meranti tersebut diketahui dan disetujui Kemenkeu," tegasnya.
"Ketentuan, mekanisme, tata kelola, dan akuntabilitas pinjaman daerah telah diatur secara jelas. Beberapa Daerah menggunakan skema pinjaman untuk menutup defisit dan tetap memerhatikan tata kelola yang baik," sambungnya.
Untuk diketahui, guna memberikan alternatif sumber pembiayaan bagi pemerintah daerah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, maka pemerintah daerah bisa melakukan pinjaman.
Namun demikian, mengingat pinjaman memiliki berbagai risiko seperti risiko kesinambungan fiskal, risiko tingkat bunga, risiko pembiayaan kembali, risiko kurs, dan risiko operasional. Maka Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal nasional menetapkan batas-batas dan rambu-rambu pinjaman daerah.
Ada sejumlah larangan yang telah ditetapkan, yakni daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain; Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah tidak boleh dijadikan jaminan; Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah.
"Cukup jelas adanya larangan menjadikan barang milik daerah sebagai jaminan," tandasnya. (*)
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :