Kepala Kanwil BPN Riau M Syahrir Diduga Terima Suap Rp 1,2 Miliar Terkait Perpanjangan HGU
Jumat, 28 Oktober 2022 - 07:15:23 WIB
JAKARTA - Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN) Provinsi Riau M Syahrir diduga menerima suap 120.000 dollar Singapura atau kurang lebih Rp 1,2 miliar terkait pengurusan perpanjangan hak guna usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari.
Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan, kasus ini bermula saat pemegang saham PT Adimulia Agrolestari (AA), Frank Wijaya memerintahkan Sudarso selaku General Manager di perusahaannya untuk memperpanjang sertifikat HGU.
“HGU PT AA yang segera akan berakhir masa berlakunya di tahun 2024,” kata Firli dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (27/10/2022).
Frank lantas meminta Sudarso selalu aktif menyampaikan perkembangan pengurusan perpanjangan HGU tersebut.
Sudarso kemudian menjalin komunikasi hingga melakukan beberapa kali pertemuan dengan Syahrir guna membahas perpanjangan itu.
Pada Agustus 2021, sudarso sudah menyiapkan semua dokumen terkait pengurusan HGU perusahaannya seluas 3.300 hektar di Kabupaten Kuantan Singingi.
Salah satu dokumen itu juga ditujukan kepada Syahrir selaku Kanwil BPK Riau.
Sudarso kemudian menemui Syahrir di rumah dinasnya. Pada pertemuan itu, KPK menduga Syahrir meminta uang Rp 3,5 miliar.
“Dalam bentuk dollar singapura dengan pembagian 40 persen sampai dengan 60 persen sebagai uang muka dan M Syahrir menjanjikan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT AA,” ujar Firli.
Setelah itu, Sudarso menyampaikan permintaan Syahrir kepada Frank Wijaya. Atas persetujuan Frank, ia mengajukan permintaan uang 120.000 dollar Singapura ke kas PT AA.
Ia kemudian menyerahkan uang itu kepada Syahrir pada September 2021. Serah terima dilakukan di rumah dinas Syahrir.
“M Syahrir juga mensyaratkan agar Sudarso tidak membawa alat komunikasi apa pun,” ujar Firli.
Syahrir kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan perusahaan Frank Wijaya.
Namun, ia menyebut usulan perpanjangan HGU bisa ditindaklanjuti dengan surat rekomendasi dari Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) saat itu, Andi Putra.
Surat tersebut berisi pernyataan bahwa tidak ada keberatan atas keberadaan kebun masyarakat di Kabupaten Kampar.
Bermodalkan rekomendasi Syahrir, Frank menugaskan Sudarso meminta surat ke Andi Putra. Mereka meminta kebun kemitraan PT AA di Kampar bisa disetujui sebagai kebun kemitraan.
Sudarso kemudian menemui Andi Putra dan permohonan itu pun disetujui. Namun, Andi menyatakan terdapat kebiasaan memberikan uang sebesar Rp 2 miliar.
Bayaran itu untuk pengurusan surat persetujuan dan pernyataan tidak keberatan terhadap 20 persen Kredit Koperasi Prima Anggota (KKPA).
“Untuk perpanjangan HGU yang seharusnya di bangun di Kabupaten Kuantan Singingi dibutuhkan minimal uang Rp 2 miliar,” kata Firli.
Sudarso dan Andi kemudian diduga menyepakati pemberian uang Rp 2 miliar tersebut.
Sudarso kemudian menyerahkan uang Rp 500 juta kepada Andi pada September 2021 sebagai tanda kesepakatan.
“Pada 18 Oktober 2021, SDR diduga kembali menyerahkan kesanggupannya tersebut kepada Andi Putra dengan menyerahkan uang sekitar Rp 200 juta,” ujar Firli.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan Sudarso dan Frank Wijaya sebagai tersangka pemberi suap. Sementara itu, Syahrir menjadi tersangka penerima suap.
Saat ini, Sudarso dan Andi Putra tengah menjalani masa hukuman di Lapas Kelas I A Sukamiskin, Bandung Jawa Barat.
KPK telah menahan Frank Wijaya selama 20 hari ke depan, terhitung 27 Oktober hingga 15 November di Rutan Polres Jakarta Selatan, seperti yang dilansir dari kompas.
Sementara itu, Syahrir belum ditahan karena tidak memenuhi panggilan penyidik KPK. (*)
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :