JAKARTA - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menetapkan 81 orang sebagai tersangka penyebaran berita bohong atau hoaks terkait penanganan virus corona (Covid-19) sampai 7 April lalu. Polisi pun telah menahan 12 tersangka tersebut.
"Dua oleh Dittipidsiber Bareskrim Polri, satu tersangka di Polda Kalimantan Barat, dan sembilan tersangka di Polda Metro Jaya," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigadir Jenderal Argo Yuwono saat dikonfirmasi, Kamis (9/4/2020) dikutip dari cnnindonesia.
Argo menjelaskan kasus yang menjerat 81 tersangka itu adalah akumulasi dari seluruh penanganan yang dilakukan oleh Bareskrim Polri dan jajaran Polda di seluruh Indonesia sejak 31 Januari lalu.
Namun, mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya itu tak merinci nama serta perkara yang dilakukan mereka. Argo hanya menyebut para tersangka terdiri dari 51 laki-laki dan 30 perempuan.
Para tersangka dijerat menggunakan beberapa pasal sesuai dengan kasusnya. Misalnya, Pasal 28 jo Pasal 45 UU ITE, lalu terdapat tersangka yang dijerat Pasal 14 jo Pasal 15 UU 1/46 tentang dan menggunakan Pasal 16 UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Idham Azis mengeluarkan surat telegram bernomor No. ST/1100/IV/HUK.7.1/2020. Edaran itu ditujukan kepada jajaran penyidik reserse kriminal (reskrim) untuk melakukan penanganan hukum selama masa pandemi virus corona.
Dalam telegram itu, penyabaran hoaks menjadi salah satu potensi kejahatan yang mungkin terjadi selama masa pandemi corona.
Idham beranggapan akan muncul sejumlah kasus-kasus penghinaan terhadap presiden dan pejabat pemerintah, serta penipuan alat-alat kesehatan secara online.
Mantan Kapolda Metro Jaya itu pun menginstruksikan agar jajarannya melaksanakan patroli siber untuk monitoring situasi berita opini, dengan sasaran hoaks terkait Covid-19, serta hoaks terkait kebijakan pemerintah dalam menangani wabah virus corona.
Untuk pelaku penyebaran hoaks terkait corona dan kebijakan pemerintah dalam mengantisipasi pandemi Covid-19, penyidik menggunakan Pasal 14 dan atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Kemudian untuk kasus penghinaan terhadap presiden dan pejabat pemerintah dikenakan Pasal 207 KUHP. Sementara untuk penipuan penjualan alat kesehatan lewat online terancam Pasal 45 A ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (1) UU ITE.
Namun, penerapan surat telegram Polri itu mendapat kritik dari sejumlah pihak, salah satunya Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
SBY menyesalkan terbitnya telegram Polri yang salah satu poinnya terkait penindakan hukum penghina presiden dan pejabat negara terkait penanganan virus corona. Ia menilai poin dalam telegram Polri tersebut malah memicu persoalan baru. (*)
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :