Pertamina Dumai Hadirkan Saksi Ahli Hukum Perdata dalam Sidang Perkara Sengketa Tanah
DUMAI - Pengadilan Negeri Dumai kembali menggelar sidang sengketa lahan seluas 200 hektar yang melibatkan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan RI, PT Pertamina RU II Dumai dan Riawan Setianto Tohir serta Indri Apriliani Tohir.
Sidang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Kota Dumai, Kamis (3/10/2019) pekan lalu, dipimpin oleh Hakim Ketua Hendra Tobing, SH, MH yang juga merupakan Ketua Pengadilan Negeri Dumai.
Sidang juga dihadiri kuasa hukum Riawan Setianto Tohir dan Indri Apriliani Tohir, Edi Azmi SH.
Agenda sidang hanya mendengarkan pendapat saksi ahli Yahya Harahap ahli hukum perdata yang dihadirkan Pertamina RU II.
Berupaya menepis kejanggalan gugatan yang diajukan Riawan Setianto Tohir dkk, Pertamina RU II sebagai pihak yang ikut tergugat hadirkan saksi ahli Yahya Harahap, ahli hukum perdata yang telah lama melanglangbuana di dunia hukum Indonesia dan sempat menjabat Hakim Mahkamah Agung RI pada tahun 1982 hingga tahun 2000.
Langkah ini diambil Pertamina untuk memberikan perspektif baru sesuai hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia dan dapat diterapkan dengan baik pada perkara ini berdasarkan kepatuhan serta logika hukum yang berlaku.
Pengacara perusahaan Pertamina, I Ketut Putra Arimbawa, menjelaskan, perkara yang melibatkan Pertamina RU II sebagai tergugat dan Johana Warnak Tohir, Riawan Setianto Tohir dan Indri Aprilia Tohir sebagai penggugat sejatinya telah berlangsung sejak tahun 2002.
Perkara ini berada di bawah register perkara No. 12/Pdt.G/2002/PN.Dum terkait dengan kepemilikan sebidang tanah dengan luas 200 Hektar.
Pada perkara tahun 2002 tersebut, perkara dimenangkan oleh pihak penggugat dengan amar putusan berupa ganti rugi senilai Rp 300 Milyar tanpa mencantumkan perihal yang mengharuskan adanya pengalihan, pelepasan atau pengosongan dari objek tanah sengketa.
Namun demikian, bertentangan dengan hasil amar putusan, Riawan Setianto Tohir dkk sebagai pihak penggugat justru meminta adanya pengalihan objek tanah sengketa.
Mengenai upaya perlawanan dari pihak Pertamina, Ketut menjelaskan pada tahun 2010 telah dilaksanakan gugatan yang didaftarkan dengan register No.10/Pdt.G/B/2010/PN.Dum dengan amar putusan yang telah berkekuatan hukum tetap di antaranya menyatakan eksekusi yang dinyatakan pada perkara sebelumnya adalah cacat hukum dan tidak sah serta batal demi hukum.
Selain itu, amar putusan juga menghukum Riawan Setianto Tohir dkk untuk menyerahkan tanah perkara kepada Pertamina.
Lebih lanjut Ketut menjelaskan, pada perkara dengan register No.10/Pdt.G/2019/PN.Dum tanggal 25 Maret 2019, pihaknya menemukan kejanggalan secara aspek hukum acara perdata.
Pihak penggugat dalam hal ini Riawan Setianto Tohir dkk mengajukan gugatan tersebut kepada pihak Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan RI dan Pertamina RU II selaku turut tergugat.
Menurutnya, sesuai dengan hukum perdata terdapat kekeliruan ketika penggugat menyertakan pihak baru sebagai tergugat atas perkara yang menjadi lanjutan dari perkara sebelumnya.
“Kami melihat bahwa sejatinya perkara ini tidak layak diproses karena tidak sesuai dengan kaidah-kaidah hukum perdata yang berlaku di Indonesia.
"Untuk itu kami datangkan saksi ahli seorang tokoh hukum perdata Indonesia untuk memberikan pencerahan kepada kita semua," imbuh Ketut.
Sementara Yahya Harahap sebagai saksi ahli menjelaskan hal tersebut bertentangan dengan Pasal 1917 KUH Perdata. Hal ini dikarenakan pihak penggugat menyertakan pihak baru yang tidak terlibat dalam pelaksanaan keputusan hukum yang diterbitkan sebelumnya.
Dengan kata lain, gugatan tersebut mengandung cacat formil “error in persona” dalam bentuk “gemiss aanhoedanigheid” atau keliru menarik tergugat.
Masih berdasarkan pasal KUH Perdata yang sama, pada perkara ini kemudian melekat cacat “Ne Bis In Idem” yang patut dijatuhkan putusan negatif dalam bentuk menyatakan gugatan tidak dapat diterima.
“Sangat jelas tertuang pada Pasal 1917 KUH Perdata bahwa suatu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap hanya berlaku dan mengikat kepada para pihak yang nama dan identitasnya disebut dalam komparisi putusan atau gugatan,” jelas Yahya.
Menanggapi informasi yang disampaikan oleh saksi ahli, Ketut kemudian menyatakan bahwa Pertamina dalam perkara saat ini telah mengajukan gugatan rekonpensi dengan dasar Putusan Pidana No. 327/PID/B/2012/PN.Dum kepada pihak Riawan Setianto Tohir atas penggunaan surat palsu sebagai dasar gugatan perkara awal.
Pertamina sudah menjajaki kemungkinan untuk melaporkan Riawan Setianto Tohir dkk dan harapannya dalam waktu dekat ini tergugat akan dipanggil oleh pihak berwajib.
“Setelah sebelumnya memenangkan perkara pidana yang membuktikan bahwa Surat Keterangan Memakai/Mengusahakan Tanah No. 51/1974 tanggal 13 Maret 1974 atas nama Ir. W. Tohir yang dijadikan dasar Perkara Awal pada tahun 2002 adalah surat palsu, saat ini kami sedang menempuh jalur pidana atas tuduhan penggunaan surat palsu tersebut sebagai dasar gugatan pada perkara awal.Langkah ini kami tempuh sebagai upaya kami mempertahankan aset-aset negara dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab,” pungkas Ketut.
Sementara, Hakim Ketua Hendra Tobing, SH, MH yang juga Ketua PN Dumai mengatakan bahwa sidang akan digelar kembali pekan depan.
Penulis : Bambang
Editor : Fauzia
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :