www.halloriau.com


Ekonomi
BREAKING NEWS :
Presiden Prabowo Larang Pejabat Pakai Mobil Impor, Maung MV3 Jadi Pilihan?
 
Tepis Black Campaign Eropa, Sawit Berkelanjutan Masa Depan Gemilang Bagi Para Petani
Kamis, 24 Juni 2021 - 16:31:08 WIB

Oleh: Andy Indrayanto

Juni 2017, di salah satu gedung di Kota Utrecht, Belanda, Sunarno (48) menghela napasnya, mencoba mengusir rasa gugup yang menyergapnya. Penyalur udara dingin yang terpasang di beberapa titik di gedung itu tak mampu mengusir keringat dingin di dahinya.

Berdiri di depan para pemangku kepentingan di Eropa, tepatnya di Belanda, bukanlah hal yang mudah bagi laki-laki kelahiran Wonogiri itu. Sebagai orang yang tumbuh dan besar di desa, tak pernah terbayangkan olehnya jika dalam perjalanan hidupnya kelak, dia harus bicara di depan para bule di sebuah negara Eropa.

Tak tanggung-tanggung, topik yang dibicarakannya pun lumayan berat, soal isu sawit Indonesia yang konon tidak ramah lingkungan. Isu ini jelas berkaitan dengan black campaign atau kampanye hitam yang dilakukan Uni Eropa terhadap produksi sawit Indonesia. Padahal, saat ini penduduk dunia tak bisa lepas dari produk sawit dalam kehidupan keseharian mereka. Kampanye hitam menolak minyak kelapa sawit hakikatnya adalah suatu pengingkaran tidak sehat terhadap produk kelapa sawit beserta turunan produknya. Ini akibat kekhawatiran persaingan produk soya dan bunga matahari yang dihasilkan negara-negara Eropa

"Gugup sih, Bang, tapi saya memang harus bicara di forum itu menangkis isu-isu yang tak benar selama ini terkait sawit negara kita. Dan itu harus saya lakukan di depan para pemangku kepentingan di Eropa," cerita Sunarno mengenang kembali saat dia harus bicara di depan forum di Belanda, menjawab soal isu sawit Indonesia.

Usai mengusir kegugupannya, Sunarno menjelaskan soal sawit di Indonesia beserta isu-isu yang menyelimutinya. Isu deforestasi sawit, pembukaaan lahan sampai soal isu sawit mengandung kolesterol, dia jelaskan semampunya di depan bule-bule itu. Ada 15 menitan, laki-laki yang menjabat sebagai Ketua Asosiasi Amanah itu berbicara di depan forum internasional soal sawit.

"Saya katakan, komoditas sawit bukan menjadi penyebab deforestasi malahan perkebunan sawit justru mengisi tanah telantar akibat praktik perambahan hutan sehingga dapat dikatakan sawit justru melakukan penghijauan kembali," kata Sunarno, mengulang kembali ucapannya saat bicara di depan bule-bule Eropa itu.

Tak hanya itu, soal isu pembukaan lahan baru yang menjadi bagian dari black campaign yang didengung-dengungkan Eropa, dibantahnya juga. Kata Sunarno yang akrab dipanggil Narno ini, "Sekarang sudah tidak ada lagi pembukaan lahan baru. Kalau dulu sekitar tahun 1995-1996, mungkin masih ada pembukaan lahan baru tapi sekarang, mulai tahun 2000-an ya sudah tidak ada lagi. Lha wong, lahannya sendiri juga sudah tidak ada," kata Narno dengan logat Jawa-nya yang masih kental.

Kehadiran laki-laki yang ikut orangtuanya transmigrasi ke Riau tahun 1988 itu menginjakkan kakinya ke Benua Eropa, dan berbicara soal sawit di depan para pemangku kepentingan di Negara Belanda, bukanlah tanpa sebab. Torehan berbagai prestasi sebagai Ketua Asosiasi Amanah, yang menjadi naungan para petani sawit di Kecamatan Ukui, Pelalawan, Riau, itu sudah diukirnya beberapa tahun sebelumnya. Hal itulah yang membuatnya dibawa oleh lembaga Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) - forum kolaborasi yang dibentuk dan dikelola oleh pemerintah kabupaten untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan - guna berbicara di depan para pemangku kepentingan di Eropa.

Berdiri di tahun 2012, Koperasi Swadaya Asosiasi Amanah yang dipimpinnya merupakan wadah berkumpulnya 17 kelompok petani (Poktan) swadaya yang saat ini mengelola 1.808 hektare dengan 501 anggota. Awal berdiri, Asosiasi Amanah hanya beranggotakan 349 petani sawit swadaya dengan luas lahan 763 hektare. Lonjakan anggota Asosiasi Amanah terjadi saat koperasi yang terletak di Desa Trimulya Jaya, Kecamatan Ukui, Pelalawan, ini meraih sertifikat Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) di tahun 2013.

"Keinginan kami meraih sertifikat RSPO adalah menjawab tudingan perusakan lingkungan yang diarahkan kepada petani. Kami mulai dari nol sama sekali dan tidak mengetahui apa itu RSPO. Paling utama, ingin menjawab isu dan kampanye dari luar negeri mengenai kerusakan ekosistem sehingga bukan petani terus yang disalahkan," tegasnya.

Dibentuk tahun 2004, RSPO adalah organisasi keanggotaan nirlaba internasional yang menyatukan para pemangku kepentingan dari berbagai sektor industri kelapa sawit. Tujuannya mempromosikan pertumbuhan dan penggunaan produk kelapa sawit berkelanjutan, yang memenuhi standar global yang kredibel dan keterlibatan pemangku kepentingan.

Sertifikat RSPO yang diterima Asosiasi Amanah di tahun 2013 ini kemudian menjadi tolok ukur jika industri sawit di tanah air dinilai sudah memenuhi standar internasional yang mengharuskan pengelolaan sawit berkelanjutan yang ramah lingkungan. Sebagai kelompok tani binaan Asian Agri, Asosiasi Amanah telah menunjukkan pada dunia Eropa bahwa sawit di Indonesia merupakan sebuah industri yang ramah lingkungan, hal yang selama ini menjadi isu sentral dalam black campaign terhadap sawit Indonesia.

"Diraihnya sertifikat RSPO di tahun 2013 itu tidak terlepas dari dukungan Asian Agri sebagai perusahaan yang membina petani khususnya dalam menampung buah sawit petani sejak kelompok itu dibentuk kecil-kecilan tahun 2002 hingga menjadi asosiasi di tahun 2012, juga pemerintah dan juga dukungan serta pendampingan dari Word Wild Foundation (WWF) serta jajaran terkait lainnya," kata laki-laki yang memiliki empat anak ini.

Sunarno mengenang, saat pertama kali mendapat pengenalan tentang RSPO rasanya begitu berat bagi para petani. Apalagi penilaian untuk meraih sertifikat RSPO itu sendiri meliputi 149 kriteria yang merupakan pengembangan dari delapan prinsip RSPO yakni transparansi, undang-undang atau ketaatan pada hukum, ekonomi, praktik yang baik, tanggung jawab lingkungan, sosial, high consevation value atau nilai konservasi tinggi serta perbaikan terus menerus yang harus dipenuhi oleh Asosiasi Amanah

"Alhamdulillah, itu semua berhasil kami penuhi. Apalagi saat menuju RSPO, kami kerap mengadakan pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh Asian Agri. Lama-kelamaan, akhirnya kami memahami pentingnya RSPO ini," ujarnya.

Dia mengatakan, kendala paling sulit dalam proses sertifikasi adalah kebersamaan. "Hal paling sulit itu kebersamaan dengan petani. Modal kebersaan ini yang harus dipertahankan." Mata Sunarno menerawang, seolah dia tengah mengingat kembali masa-masa sulit saat rasa kebersamaan dan saling memiliki satu sama lain harus dia terapkan sebagai pemimpin.

Masa-masa sulit itu kini sudah dilewati oleh Asosiasi Amanah berikut anggotanya. Pasca-beroperasi sesuai standar RSPO ini, mereka merasakan peningkatan produksi, perbaikan kuantitas dan kualitas serta bisa menekan biaya produksi. Contoh, dana untuk herbisida sebelum RSPO Rp900 ribu, setelah RSPO menjadi Rp400 ribu per hektar per tahun. Produksi mereka pun meningkat, sebelum RSPO, berkisar 16 ton, setelah RSPO menjadi 21 ton per hektar per tahun.

Mengapa bisa begitu? Dengan standar ini, mereka mampu melakukan analisa daun yang memunculkan kebutuhan pupuk. "Jadi pemupukan dilakukan tepat waktu, tepat guna, tepat tempat, dan tepat dosis,” ucap Sunarno.

Kalau dulu sebelum meraih sertifikat RSPO, lanjutnya, rata-rata pupuk sawit itu ada yang dibuang, ada yang tersisa bahkan kerap para petani melakukan pemupukan tidak tepat waktu. Jadi misalnya dalam waktu satu tahun seharusnya dipupuk 4-5 kali tapi saat itu hanya 2-3 kali.

"Kondisi ini jelas berpengaruh untuk produksi tahun selanjutnya. Tapi setelah meraih sertifikasi dan dengan banyaknya pelatihan-pelatihan, para petani banyak yang menyadari bahwa apa yang mereka lakukan dulu kurang tepat. Dalam pengelolaan perawatan juga, dulu kita kalau menyemprot rumput kalau tidak sampai gosong petani rata-rata tidak puas tapi saat mengikuti pelatihan untuk mendapatkan sertifikat RSPO, ternyata untuk penyemprotan juga ada aturannya, tidak serta merta harus gosong. Para petani diajarkan caranya agar tanah juga bisa bertahan lama dengan tingkat kesuburannya, biar tidak pemanasan global. Kemudian kita juga semakin sadar dengan pemakaian bahan kimia. Artinya, tidak semua racun itu dipakai, ada aturannya," ungkapnya.

Usai meraih RSPO, empat tahun kemudian di tahun 2017, Asosiasi Amanah kembali mengukir prestasi dengan diraihnya sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Sertifikat ISPO yang diberikan pada Asosiasi Amanah ini merupakan yang pertama kali diraih oleh kelompok sawit swadaya di Indonesia. Prestasi ini merupakan hasil pendampingan yang diselenggarakan oleh berbagai pemangku kepentingan dalam industri sawit, di antaranya Kementerian Pertanian RI, United Nations Development Programme (UNDP) dengan menggandeng perusahaan perkebunan kelapa sawit, Asian Agri.

"Karena kita siapkan dari RSPO, jadi tinggal memindahkannya ke ISPO. Desember 2016 pra-audit kemudian Februari-April 2017 kita diaudit. Proses yang lama itu di Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB), karena proses verifikasi dan pemetaan serta kelengkapan dokumen pendukung pengajuan permohonan STDB yang diserahkan secara bertahap," jelasnya.

Lagi-lagi Sunarno tak bisa menampik dukungan perusahaan Asian Agri dalam mendapatkan sertifikat ISPO. Pelatihan-pelatihan dan fasilitas yang diberikan perusahaan pada petani Amanah ternyata mampu mengubah kebiasaan petani untuk menjalankan perkebunan lebih terdokumentasi dan teratur.

"Kita minta realisasi perbaikan infrastruktur jalanan dikasih sama perusahaan, kalau ada pelatihan kita diikutsertakan, saat medical check up baik karyawan perusahaan dan anggota juga diikutsertakan. Artinya, perusahaan selalu berbagi kepada mitra," katanya.

Sementara itu, Manajer Plasma Asian Agri, Hendra Saragih, dikonfirmasi soal ini menjelaskan bahwa awalnya kebun Asosiasi Amanah pada 2012 melakukan nota kesepahaman pembinaan. Asian Agri kemudian datang sebagai pembina dalam pengelolaan sawit seperti cara menyemprotkan pestisida dan pengendalian gulma serta tata cara panen.

"Kami tempatkan satu asisten dan mandor, Asian Agri mendukung program ISPO dari pemerintah untuk menanam sawit berkelanjutan. Dan Asian Agri juga mengacu pada sistem berkelanjutan dan ini harus dijaga bermanfaat bagi lingkungan," ungkapnya.

Menurut Hendra, dengan diraihnya sertifikat ISPO maka penerapan praktik perkebunan terbaik akan menjadi standar bagi para petani dan perusahaan pendamping dalam mendukung pemerintah mewujudkan industri kelapa sawit yang berkelanjutan serta berdaya saing.

Meski kini sertifikat RSPO dan ISPO sudah diraih Koperasi Asosiasi Amanah namun mimpi dan harapan Sunarno sebagai ketua ketua kelompok tani tersebut tak usai seiring sertifikat dan berbagai penghargaan diterima oleh mereka. Saat masuk ke ruko bercat biru yang menjadi Kantor Koperasi Amanah di Desa Trimulya Jaya, Kecamatan Ukui, Kabupaten Pelalawan, Riau, ada lemari tanpa kaca berdiri di sisi kanan pintu masuk, penuh berisikan plakat penghargaan dari berbagai lembaga nasional dan luar negeri.

Tak ada gurat kesombongan dan rasa ke-aku-an yang terpancar dari wajah Sunarno, saat penulis menanyakan soal plakat penghargaan yang berjejer itu. "Saya tidak berharap di penghargaan itu, karena saya tak ingin penghargaan itu sampai melenakan saya. Bagi saya, yang terpenting adalah bagaimana rasa kebersamaan dalam organisasi terus berjalan dan petani nyaman di dalamnya," katanya merendah.

Bagi Narno, diraihnya sertifikat RSPO dan ISPO serta berbagai plakat penghargaan yang diterimanya bukanlah sebuah ekspektasi. Juga bukan sebuah euforia yang harus dirayakan berlebihan. Rasa kebersamaan yang tercipta di antara petani Asosiasi Amanah seiring melekatnya RSPO dan ISPO di koperasi tersebut, itulah yang menjadi ekspektasinya dan kulminasinya. Karena saat kebersamaan tercipta maka secara otomatis peningkatan ekonomi tiap anggota tumbuh dengan sendirinya.

"Kini dalam sebulan, tiap petani yang tergabung dalam Asosiasi Amanah akan mendapatkan hasil 4 ton dengan pendapatan kotor 6-7 juta. Tak hanya penghasilan, kebersamaan yang tercipta antarpetani melahirkan sikap gotong royong antarsesama. Misalnya, kalau ada kebun petani yang rusak, kita sama-sama perbaiki. Kita ingin menciptakan kesejahteraan bagi para petani, meski saat ini Koperasi sudah memiliki aset dua ruko, dimana salah satu ruko kita sewakan ke BRI namun fokus kita terus pada peningkatan kesejahteraan petani," tukasnya.

Secara kualitatif, dukungan bagi pekebun dan sertifikat ISPO yang telah diraih Asosiasi Amanah memiliki dampak positif, di samping rasa kebersamaan seperti yang dituturkan Narno pada penulis. Keuntungan lainnya yaitu manajemen organisasi yang lebih baik telah meningkatkan rasa percaya diri pada tiap anggota Asosiasi Amanah, produktivitas dan produksi sawit yang meningkat, adanya kepastian untuk menjual hasil panen yang berasal dari kepercayaan yang tinggi dari buyer.

"Keuntungan lainnya yakni mudahnya mendapatkan pupuk tepat waktu dan meningkatnya rasa peduli para petani terhadap lingkungan terutama dalam menjaga Daerah Aliran Sungai (DAS) dan pelestarian satwa yang dilindungi," kata Narno.

Legalitas Lahan dan Pendataan Petani Masih Menjadi Kendala Raih Sertifikat ISPO

Apa yang dirasakan oleh para petani yang tergabung di Asosiasi Amanah sudah seharusnya dirasakan juga oleh berjuta-juta para petani di Indonesia. Apalagi di tengah pandemi saat ini, hanya komoditas sawit yang tak goyah dikepung badai Covid-19. Ia seolah tak terpengaruh dengan imbas adanya Covid-19 meski semua lini sektor justru tengah tertatih-tatih bahkan tiarap.

Karena itu, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian memutuskan untuk memberikan perhatian lebih kepada komoditas kelapa sawit berdasarkan fakta bahwa komoditas ini memberikan sumbangan terhadap signifikan terhadap perekonomian negara. Dikutip dari laman idxchannel.com, industri kelapa sawit masih menunjukkan kinerja yang positif hingga April 2021. Meski di tengah pandemi Covid-19, ekspor sawit Indonesia mampu meningkat tajam.

Bahkan dari catatan Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor pada April 2021 mencapai USD 18,48 miliar atau tumbuh 52% dari periode yang sama tahun lalu USD 12,16 miliar. Tak hanya itu, catatan BPS juga menyebutkan kinerja ekspor sawit April 2021 tercatat tumbuh tinggi dampak dari meningkatnya permintaan komoditas dan harga dari komoditas tersebut, terutama komoditas ekspor andalan Indonesia, yakni minyak kelapa sawit. Sementara sepanjang 2020, industri sawit menjadi salah satu penopang dari surplusnya neraca perdagangan Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia pada 2020 mengalami surplus sebesar USD 21,74 miliar.

Deputi V Kemenko Perekonomian Musdalifah Machmud, mengamini industri sawit memiliki kekuatan menangkal imbas pandemi. Salah satu faktor penunjang kekuatan industri sawit, ungkapnya, adalah keunggulan komoditas tersebut yang dibutuhkan banyak manufaktur lainnya.  

"Tentang industri sawit, kita mendorong supaya investasi bukan hanya di hulu tetapi juga di hilir. Ini untuk menjaga daya saing produk kita. Kita harus perluas diversifikasi baik untuk jenis industri seperti farmasi, pangan dan lain-lain. Juga untuk keperluan sehari-hari seperti sabun, lilin, makanan juga pakai kelapa sawit," kata Musdalifah, seperti dilansir idxchannel.com.

Merujuk data terkini, Direktorat Jenderal Perkebunan mencatat luas area perkebunan kelapa sawit Indonesia tahun 2018 sebesar 14,31 juta hektar (PBS 54%, PBN 5%, Perkebunan Rakyat 41%) dengan total produksi 45,56 juta ton (PBS 60%, PBN 6%, Perkebunan Rakyat 34%). Adanya fakta ini membuat Kementerian Pertanian sejak tahun 2014 melakukan kemitraan dengan United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia melalui proyek Sustainable Palm Oil Initiative (SPOI) guna mendukung pengembangan kelapa sawit berkelanjutan dengan melaksanakan sejumlah komponen strategis.

Kabupaten Pelalawan yang terletak di Provinsi Riau menjadi salah satu target dari program tersebut karena data dari Disbun Provinsi Riau tahun 2018, kabupaten yang lahir di tahun 1999 itu memiliki 137 ribu hektar luas lahan sawit dengan produksi mencapai 500 ribu ton, yang didukung oleh para pekebun sawit mencapai angka 400 ribu KK.

"Tak hanya itu, komoditas kelapa sawit dan sub sektor perkebunan lainnya menjadi salah satu kontributor terbesar sektor perekonomian Kabupaten Pelalawan dengan menyumbang 39,8% dari Produk Domestik Bruto di tahun 2016," terang Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Pelalawan, Mazrun, diwakili Kepala Bidang Penyuluhan Pengolahan dan Pemasaran Dinas Perkebunan dan Peternakan Pelalawan, Heri Hadisyah pada penulis, awal Juni lalu.

Pertengahan Maret 2021, Tim United Nations for Development Programme (UNDP) melalui Good Growth Partnership (GGP) bersama sejumlah jurnalis media nasional dan lokal termasuk salah satunya penulis sendiri, berkesempatan berdialog langsung dengan mantan Bupati Pelalawan HM Harris yang memaparkan soal keberhasilan Kabupaten Pelalawan dalam rangka mempercepat terwujudnya pembangunan kelapa sawit berkelanjutan di Indonesia. 

Dialog yang digelar di ruang Command Center Kantor Bupati Pelalawan itu dihadiri juga oleh Sekretaris Daerah Pelalawan Drs HT Mukhlis M.Si, Kadis DPMP2TSP Pelalawan Ir Budi Surlani, Kadis Lingkungan Hidup, Eko Novitra, Kabid Penyuluhan, Pengolahan dan Pemasaran Dinas Perkebunan dan Peternakan Pelalawan, Heri Hadisyah Putra.  
 
Pada kesempatan itu, mantan Bupati Pelalawan HM Harris mengungkapkan bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pelalawan memberikan apresiasi atas kunjungan tim UNDP dan GGP dalam kaitannya menyosialisasikan Inpres 6/2019 terkait RAN KSB di Pelalawan. Dimana untuk menindaklanjuti Inpres tersebut, Pemkab Pelalawan berhasil mengesahkan landasan regulasi Rencana Aksi Kabupaten Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAK KSB) Pelalawan Tahun 2020-2024 melalui Peraturan Bupati (Perbup) Pelalawan No 73/2020.  

Bupati Pelalawan memaparkan Perbut RAK KSB saat menerima kunjungan tim UNDP, GPP, serta sejumlah jurnalis di kantor Bupati Pelalawan, awal Maret 2021 lalu.

RAK KSB Pelalawan ini, lanjut Harris, bertujuan mempersiapkan dan membantu petani atau pekebun agar memenuhi persyaratan untuk turut serta dalam program pemerintah, seperti sertifikasi ISPO. Salah satunya legalitas kepemilihakan lahan melalui pemberian Surat Tanda Daftar Budidaya perkebunan (STDB).

"Alhamdulillah, dari RAK KSB ini, cukup banyak petani swadaya di Pelalawan telah mendapatkan sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Sehingga dampaknya menambah kesejahteraan pekebun sebagai hasil dari meningkatnya produktivitas kebun," terang Harris, pada pertemuan yang dilaksanakan satu bulan sebelum masa jabatannya habis di periode kedua itu.  

Dia mengatakan hingga saat ini, perkebunan kelapa sawit masih memegang peranan penting bagi perekonomian di Negeri Seiya Sekata ini. Pasalnya, Pelalawan memiliki lahan kelapa sawit dengan luasa 400 ribu hektar. Baik kebun perusahaan dan juga masyarakat. Dan dari jumlah luasan lahan itu, 30 persen diantaranya merupakan lahan kebun kelapa sawit milik masyarakat.

Sedangkan aspek keberlanjutan kelapa sawit sebagai komoditas, menjadi kunci bagi perekonomian di daerah ini. Hal ini juga yang membuat Kabupaten Pelalawan termasuk dalam daerah prioritas pengembangan kelapa sawit berkelanjutan sesuai Inpres 6/2019 tentang Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN KSB).

"Inpres tersebut memuat tugas kepala daerah dalam mengembangkan kebijakan kelapa sawit berkelanjutan dengan membentuk forum multi pihak yang akan merumuskan Rencana Aksi di tingkat kota/kabupaten," ujarnya.  

Ditambahkan mantan Ketua DPRD Pelalawan dua periode ini, proses perancangan rencana aksi dimulai dengan pembentukan dan penetapan Forum Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (FOKSBI) Kabupaten Pelalawan melalui SK Bupati 601/2017 dengan anggota meliputi dinas terkait, asosiasi petani, pelaku usaha/swasta, LSM dan perguruan tinggi.  

"Hanya saja, akibat adanya pandemi Covid-19, sehingga rangkaian proses finalisasi dan legalisasi RAK KSB Pelalawan ini, sempat dilakukan secara virtual pada pertengahan 2020 hingga mendapatkan pengesahan melalui Perbup No. 73/2020 tentang Rencana Aksi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Kabupaten Pelalawan tahun 2020-2024," ujar mantan Ketua Adkasi ini.

Pemerintah Kabupaten Pelalawan dalam merealisasikannya kemudian melakukan pendataan melalui pengurusan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) perkebunan. Dari sana dapat dilihat bahwa 80 persen petani sawit di luar kawasan hutan sudah bersertifikat tanah yang merupakan salah satu syarat menuju ISPO.

Kepala Bidang Penyuluhan, Pengolahan, dan Pemasaran Dinas Perkebunan dan Peternakan Pelalawan, Hery Hadisyah menambahkan RAK KSB Pelalawan merupakan harmonisasi dari Instruksi Presiden nomor 6 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan. Arahnya tentu menuju petani bersertifikasi ISPO yang ramah lingkungan.

"Saat ini dua kelompok tani yakni Asosiasi Amanah dan Koperasi Unit Desa Bukit Potalo yang sudah meraih sertifikat ISPO, dengan status legalitas lahan clear. Keduanya merupakan binaan Perusahaan Perkebunan Asian Agri," ungkapnya.

Hal yang menjadi kendala dalam sertifikasi, menurutnya karena kondisi para petani masih banyak berada di kawasan hutan. Kemudian sebagian besar juga belum berkelompok sehingga perlu pendampingan. Target Pemkab Pelalawan sendiri bagi perusahaan yang belum punya kemitraan dengan para petani, tahun ini semestinya sudah harus dilakukan kemitraan itu. Namun terkait dengan inia, Disbunnak Pelalawan sendiri masih kesulitan dalam hal data.

"Jujur, kita masih belum memiliki data-data konkrit terkait jumlah kelompok-kelompok masyarakat pekebun yang perlu dimitrakan dengan perusahaan agar mereka juga bisa meraih ISPO. Karena memang nyata perbedaannya antara pekebun yang sudah sertifikasi, produktifitasnya rata rata sama dan mendapat akses langsung ke Pabrik Kebun Sawit (PKS) dalam penjualan Tandan Buah Segar (TBS), sementara yang swadaya dan belum bersertifikasi masih melalui pengepul/perantara untuk pemasaran TBS-nya," ungkapnya.

Diakui Heri, untuk melakukan pendataan sebenarnya dibutuhkan komitmen dan kerja sama lintas sektoral. Artinya, harus ada kerja sama dengan camat dan desa karena pihak Pemdes-lah yang sebenarnya tahu pasti soal kelompok petani sawit yang ada di wilayahnya, dan juga legalitas lahannya. Meski sisi lain, Pemdes juga agak kesulitan mendata lahan milik para petani karena saat ini banyak kebun para petani namun pemiliknya orang luar.

"Dalam kontekstual pendataan di lapangan, Pemdes juga kesulitan karena banyak pemilik kebun yang ternyata orang luar bukan penduduk tempatan. Ini juga jadi masalah, tapi okelah hal tersebut kita abaikan. Kita gesa data masyarakat yang real, kasihkan ke Disbun Pelalawan. Misalnya, dalam satu desa ada 50 hektare lahan milik masyarakat tempatan, jumlah masyarakat yang memiliki lahan tersebut sekian, kita bentuk asosiasi dan kita mitrakan dengan perusahaan terdekat, dengan PT Mitra Unggul Pusaka (MUP), misalnya," papar Heri.

Persoalan semacam itulah yang membuat Disbunnak Pelalawan terbentur di lapangan yakni belum adanya data konkrit yang bisa dijadikan media guna melakukan perundingan tiga pihak antara petani, Disbun dan perusahaan yang akan dijadikan mitra. "Kalau data awal itu ada, insha Allah, bisa kita link kan dengan perusahaan. Ini memang pekerjaan rumah kami di Disbunnak yang belum berjalan maksimal. Kita berharap adanya inisitif desa, inisiatif Camat untuk melakukan pendataan dan memberikannya ke kami. Biar nanti kami link-kan dengan perusahan yang punya kewajiban melakukan pembinaan sampai petani atau kelompok tani tadi bisa memiliki sertifikasi ISPO," ujarnya.

Padahal untuk meraih sertifikat ISPO bagi para petani swadaya, lanjut Heri, syaratnya hanya dua yakni legalitas kebun dan adanya kelembagaan. Legalitas di sini artinya surat tanah berstatus jelas apa itu SKGR atau SHM, yang penting tidak masuk dalam kawasan. Kedua, ada Surat Tanda Daftar Budidaya atau surat tanah yang bukan berada di dalam kawasan.

"Jika legalitas lahan clear, mereka bisa mengajukan sertifikasi ISPO dalam bentuk kelembagaan atau kelompok tani (Poktan), Gabungan Kelompok tani (Gapoktan) atau Asosiasi," kata Heri. "Di titik inilah pentingnya terjalin kemitraan dengan perusahaan untuk membina para petani dalam meraih sertifikat ISPO," sambungnya.

Dalam program sawit berkelanjutan ini, hakekatnya Pemkab Pelalawan hanyalah sebagai motivator dan dinamisator. Pelaku utamanya adalah perusahaan dan petani, dimana ia menjadi bagian dari masyarakat yang menjadi tanggungjawab pemerintah dalam mensejahterakannya. Dan Pemkab Pelalawan karena masuk dalam RAN KSB, tugasnya yakni mengawal.

"Mengawal dalam artian menekankan para perusahaan untuk menjalankan kemitraan pada para petani sawit. Pengawalannya dalam bentuk regulasi berupa Perbup tentang Kemitraan. Artinya, kita kawal beberapa perusahaan perkebunan yang belum memiliki kemitraan untuk bermitra dengan masyarakat pekebun dalam bentuk kelompok. Dalam kontekstual kewajiban ini, kita kolaborasikan antara kepentingan perusahaan dengan tugas serta peran pemerintah pada masyarakat dalam hal ini petani. Kita sebagai pemerintah berada di tengah-tengah. Jadi misalnya kalau ada perusahaan perkebunan yang belum punya mitra, kita akan sodorkan kelompok petani yang siap bermitra dengan perusahaan," ungkapnya.

Karena tujuan Rencana Aksi Kabupaten Kelapa Sawit Berkelanjutan Kabupaten Pelalawan adalan mensinergikan para multi pihak/pemangku kepentingan dalam rangka menyelesaikan permasalahan perkebunan kelapa sawit dengan satu tujuan akhir diperolehnya sertifikasi ISPO, baik perusahaan perkebunan dan pekebun terkait tantangan dunia terhadap isu keberlanjutan dan kelestarian dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, khususnya di Pelalawan.

Dalam persoalan legalitas lahan yang masih belum clear ini, Bupati Pelalawan hasil Pilkada 2020, H. Zukri, mengakui bahwa sampai saat ini penyelesaian masalah kebun sawit rakyat di kawasan hutan belum ada kejelasan. Padahal, legalitas lahan merupakan satu hal mendasar bagi petani sawit agar produk dapat diterima pasar.

Bupati Zukri saat membuka kegiatan rapat koordinasi persiapan pendataan kebun masyarakat dalam kawasan hutan, di Kantor Bupati Pelalawan.

"Pembenahan tata kelola persawitan terus menimbulkan permasalahan termasuk sawit-sawit rakyat yang ada di dalam kawasan hutan. Karena itu, salah satu cara cepat yang kita lakukan yakni pendataan akurat dan kepastian hukum," tegas mantan Wakil Ketua DPRD Riau ini.


Bupati Pelalawan yang dilantik 26 April lalu ini mengatakan dalam Undang-undang Cipta Kerja jelas memberikan kemudahan dan kesempatan kepada pemerintah daerah untuk segera melakukan pendataan yang akurat. Tujuannya untuk memberikan ketenangan pada masyarakat dan tentunya perlu didukung oleh petani kelapa sawit karena hal ini berkaitan dengan legalisasi lahan petani ke depan.

"Jadi ke depan, kita akan data sedetail mungkin yaitu KTP, KK, suket domisili, titik koordinat kebun petani, dimana kebunnya lokasi harus jelas. Jika sudah jelas nanti, tidak menutup kemungkinan kita buat parit gajah di kawasan itu. Ini penting dan segera kita akan data agar permasalahan lahan tidak berkepanjangan," kata Bupati H. Zukri yang akrab dipanggil Bang Kri ini.

Menurutnya, dalam persoalan lahan, hampir selalu masyarakat yang kalah dan salah padahal masyarakat kita hanya tahunya bertani untuk kehidupan mereka. Jadi tidak selalu masyarakat yang salah, bisa saja masalah dari pemerintah sendiri yang kadang juga melakukan pembiaran, karena itu pendataan ini penting menurut saya karena untuk kepentingan masyarakat dan negara," tukasnya.

Terkait hal ini, orang nomor satu di Republik Indonesia, Presiden Jokowi telah mengeluarkani Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024 (RAN-KSB). Inpres ini ditujukan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan kapabilitas pekebun; penyelesaian status dan legalisasi lahan; pemanfaatan kelapa sawit sebagai energi baru terbarukan dan meningkatkan diplomasi untuk mencapai perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan; serta mempercepat tercapainya perkebunan kelapa sawit Indonesia yang berkelanjutan.

Dan di tahun 2020, untuk memperkuat Inpres, Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2020 Tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia. Dalam aturan itu disebutkan, 5 tahun sejak Perpres diundangkan, pekebun wajib mengikuti sertifikasi ISPO.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam webinar bertajuk Menuju Perkebunan Indonesia Berkelanjutan, di Jakarta pada April lalu, mengatakan Pemerintah Indonesia menyakini bahwa pembangunan kelapa sawit berkelanjutan berkontribusi signifikan terhadap pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).

Ia juga menyampaikan upaya mengakselerasi pembangunan kelapa sawit berkelanjutan, telah tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia, yang biasa dikenal dengan Indonesian Sustainable Palm Oil atau ISPO.

"Peraturan ini mewajibkan seluruh tipe usaha kelapa sawit yaitu Perkebunan Besar Negara, Perkebunan Besar Swasta dan Perkebunan Rakyat Indonesia untuk mendapatkan sertifikasi ISPO, sebagai jaminan bahwa praktik produksi yang dilakukan telah mengikuti prinsip dan kaidah keberlanjutan," kata Ketua Umum Partai Golkar ini, seperti dilansir antaranews.com, (22/4/2021).

Sementara Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Musdalifah Mahmud, menambahkan bahwa pemerintah siap untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi petani dalam 5 tahun ke depan. Apalagi sudah terdapat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN KSB) Tahun 2019-2024.

"Kita kan ada Inpres 6/2019. Inpres itu untuk menyelesaikan masalah dan membangun keberlanjutan sawit. ISPO kan sertifikasinya," ujar Musdalifah, seperti dikutip kontan.co.id, Senin (23/3/2020).

Dalam Inpres nomor 6 tahun 2019, lanjut Musdalifah, Presiden Joko Widodo sudah menginstruksikan sejumlah menteri hingga para pemerintah daerah. Kepada para pejabat yang diinstruksikan, presiden meminta dilakukan RAN KSB Tahun 2019-2024 sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing.

"Tugas tersebut antara lain melakukan penguatan data, penguatan koordinasi, dan infrastruktur, meningkatkan kapasitas dan kapabilitas pekebun, melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan, menerapkan tata kelola perkebunan dan penanganan sengketa, melakukan dukungan percepatan pelaksanaan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO) dan meningkatkan akses pasar produk kelapa sawit," ujarnya.

Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Pelalawan, Ir Budi Surlani dikonfirmasi soal legalitas lahan petani sawit di daerah ini mencatat total petani Kelapa Sawit di Pelalawan kurang-lebih mencapai 27.040 petani sedangkan STDB yang sudah dikeluarkan hanya sekitar 5 ribuan persil.

"Jadi memang masih banyak yang belum karena banyak yang belum tahu apa itu STDB. Tahun ini, DPMPTSP akan turun ke lapangan menginventarisasi. Target jumlah petani dengan STTB bisa seimbang, sekarang persentase baru 20 persen. Kita syaratkan tidak harus sertifikat, bisa dari keterangan kepala desa, tapi yang jelas bukan kawasan," sebutnya.

Terpisah, dua petani kebun sawit di Pelalawan yang ditemui penulis, Dicky dan Edward, yang masing-masing memiliki lahan sawit 4 dan 6,5 hektar menyatakan hal yang hampir sama bahwa sejauh ini belum ada pendataan petani dari pemerintah. Padahal hakekatnya, para petani pasti mau jika ada bantuan dari perusahaan dan kemudian pemerintah mengarahkannya.

"Kalau punya kelompok tani atau koperasi yang bermitra dengan perusahaan, kita akan lebih mudah karena buah sudah langsung kontrak di pabrik, untuk pupuk kita pun tak mikir lagi bahkan ada pelatihan-pelatihan dari perusahaan. Sekarang jangankan pendataan, kelompok petaninya saja tak ada? Tapi memang bagusnya ada kelompok tani atau semacamnya lah, ada kemitraan atau bapak angkat dari perusahaan. Masyarakat atau petani pasti akan mendukung hal itu," kata Dicky, langsung diamini Edward.

Pada akhirnya, kemitraan menjadi kunci dalam program sawit berkelanjutan yang dicanangkan Presiden Jokowi, hingga dalam jangka waktu 5 tahun para petani sawit di negeri ini bisa meraih sertifikasi ISPO untuk kesejahteraan mereka sendiri. Dan diperlukan political will dari para pemangku kepentingan terutama perusahaan untuk mau menjadi mitra dari kelompok-kelompok petani. Sehingga kendala di lapangan, yang selalu hanya berkutat di soal pendataan dan legalitas lahan dapat terurai.

Harus diakui, program sawit berkelanjutan dengan arahnya pencapaian sertifikasi ISPO bagi petani sawit yang ditargetkan 5 tahun, memang suatu pekerjaan berat. Tapi penulis percaya, dalam jalinan semangat kebersamaan antara pemerintah dan seluruh pelaku usaha, program sawit berkelanjutan ini yang akan membuat petani sawit memiliki masa depan yang gemilang ke depannya. Semoga! ***

Editor: Rico







Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda)


BERITA LAINNYA    
Maung MV3 buatan PT Pindad.(foto: int)Presiden Prabowo Larang Pejabat Pakai Mobil Impor, Maung MV3 Jadi Pilihan?
Salah satu lapangan migas PHR di WK Rokan. PHR terus mendorong peningkatan produksi migas lewat eksplorasi masif salah satunya dengan melakukan studi sumur MNK.(foto: istimewa)PHR Catatkan Kemajuan Signifikan dalam Pengembangan Migas Non-Konvensional di Blok Rokan
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Riau, Boby Rachmat (foto/int)Riau Mulai Bahas UMP 2025, Serikat Pekerja dan Pengusaha Diajak Diskusi
  Pakaian bekas ilegal.(ilustrasi/int)Polres Rohil Sita Truk Bermuatan 117 Ball Pakaian Bekas Ilegal Asal Malaysia, 3 Tersangka Diamankan
Rapat koordinasi debat Calon Bupati yang digelar di aula Teluk Meranti Polres Pelalawan (foto/Andy)Pastikan Keamanan Debat Calon Bupati Pelalawan 2024, Ini Pesan Penting Kapolres
Wakapolres, Kompol I Komang Aswatama ekspos pengungkapan tiga kasus yang ditangani Polres Pelalawan (foto/Andy)Polres Pelalawan Tangkap Begal, Curat dan Pencabulan Anak di Bawah Umur
Komentar Anda :

 
Potret Lensa
RGE Jurnalism Workshop Perkaya Pengetahuan Wartawan
 
 
Eksekutif : Pemprov Riau Pekanbaru Dumai Inhu Kuansing Inhil Kampar Pelalawan Rohul Bengkalis Siak Rohil Meranti
Legislatif : DPRD Pekanbaru DPRD Dumai DPRD Inhu DPRD Kuansing DPRD Inhil DPRD Kampar DPRD Pelalawan DPRD Rohul
DPRD Bengkalis DPRD Siak DPRD Rohil DPRD Meranti
     
Management : Redaksi | Disclaimer | Pedoman Media Siber | Kode Etik Jurnalistik Wartawan | Visi dan Misi
    © 2010-2024 PT. METRO MEDIA CEMERLANG (MMC), All Rights Reserved