JAKARTA – Sejumlah emiten sawit atau crude palm oil (CPO) mencatatkan kinerja keuangan yang positif pada tahun buku 2024. Peningkatan laba ini dipengaruhi oleh kenaikan harga rata-rata penjualan (average selling price/ASP) serta efisiensi biaya operasional. Lantas, bagaimana prospek sahamnya ke depan?
Berdasarkan laporan keuangan, PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI) mencatat laba bersih sebesar Rp1,14 triliun pada 2024, naik 8,68% secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan Rp1,05 triliun pada 2023.
Emiten sawit yang terafiliasi dengan TP Rachmat, PT Triputra Agro Persada Tbk. (TAPG), juga membukukan pertumbuhan signifikan dengan laba bersih mencapai Rp3,12 triliun, melonjak 94,02% dibandingkan Rp1,6 triliun pada 2023.
Dua emiten sawit milik Grup Salim, yakni PT Salim Ivomas Pratama Tbk. (SIMP) dan PT PP London Sumatra Indonesia Tbk. (LSIP), turut mencatatkan kenaikan laba bersih. SIMP meraih laba sebesar Rp1,54 triliun pada 2024, naik 110,46% dari Rp736,41 miliar di tahun sebelumnya. Sementara itu, LSIP membukukan laba Rp1,47 triliun atau meningkat 93,82% yoy dari Rp761,99 miliar pada 2023.
PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk. (SMAR) juga mencatatkan pertumbuhan laba bersih sebesar 39,26% yoy dari Rp917,8 miliar pada 2023 menjadi Rp1,27 triliun pada 2024.
PT Eagle High Plantations Tbk. (BWPT) mencatat laba Rp260,21 miliar pada 2024, meningkat 46,99% dari Rp177,02 miliar pada tahun sebelumnya. Adapun PT Dharma Satya Nusantara Tbk. (DSNG) membukukan laba sebesar Rp1,1 triliun, tumbuh 35,6% yoy dari Rp839,8 miliar pada 2023.
Head of Research Kiwoom Sekuritas, Liza Camelia Suryanata, menilai sektor agribisnis, khususnya sawit, menghadapi berbagai tantangan sepanjang 2024. Salah satunya adalah dampak cuaca ekstrem akibat El Niño sejak Juni 2023 hingga April 2024 yang menyebabkan kekeringan berkepanjangan. Selain itu, volatilitas harga komoditas dan ketidakpastian global turut menjadi faktor risiko bagi industri ini.
Namun, emiten sawit mampu mencatatkan lonjakan laba bersih berkat kenaikan harga CPO akibat rendahnya output produksi. Emiten juga mengimbangi tantangan tersebut dengan strategi efisiensi biaya, terutama melalui penurunan harga pupuk serta peningkatan produktivitas operasional.
"Mereka juga fokus pada penguatan operasional, efisiensi biaya, dan menerapkan praktik agrikultur berkelanjutan. Selain itu, belanja modal diarahkan pada sektor-sektor krusial untuk mempertahankan daya saing," ujar Liza kepada Bisnis, Rabu (5/3/2025).
Ke depan, prospek saham emiten sawit akan sangat bergantung pada pergerakan harga CPO global, kebijakan ekspor, serta faktor makroekonomi. Dengan efisiensi yang semakin baik dan strategi bisnis yang adaptif, saham-saham emiten sawit berpotensi tetap menarik bagi investor dalam jangka panjang, seperti yang dilansir dari bisnis.(*)
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda)