PEKANBARU - Sekretaris Komisi II DPRD Riau, Husaimi Hamidi menyayangkan, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tak mengucurkan dana Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) tahun 2022.
Padahal dana itu bisa untuk dimanfaatkan petani di Riau. Husaimi mengatakan hal itu disebabkan persyaratan yang diberikan kepada petani yang ingin mendapatkan PSR tersebut cukup memberatkan masyarakat.
"Rata-rata kita gagal karena persyaratan. Kebunnya dalam kawasan, tidak boleh. Sementara kebun Riau ini sekarang banyak dalam kawasan. Dulunya putih, sekarang tidak bisa lagi," ujar Husaimi, Senin (2/1/2023).
Menurutnya, BPDPKS seakan tak serius membantu petani sawit di Riau. Dia khawatir jika kebijakan tersebut dibiarkan justru membuka ruang korupsi dana BPDPKS di level bawah.
"Ini seperti ingin membantu tapi digantung. Mereka ini sepertinya tidak serius membantu masyarakat, harusnya kan syaratnya diperingan. Ini bisa jadi objek (korupsi) di daerah, mau tidak bantuan ini, kalau mau beri kami uang," ucap Husaimi.
Diketahui, sejak diberlakukannya aturan PSR yang baru melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pengembangan Sumber Daya Manusia, Penelitian dan Pengembangan, Peremajaan, serta Sarana dan Prasarana Perkebunan Kelapa Sawit, pengurusan PSR menjadi lebih rumit.
Hal ini terlihat pada Pasal 15 hingga Pasal 50 di mana ada 28 persyaratan dan tahapan yang harus dipersiapkan petani untuk pengajuan PSR. Salah satu kesulitan ini karena syarat yang harus diurus antar lintas sektoral seperti Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Direktorat Jendral Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) dan lain sebagainya.
Sulitnya mengakses PSR ini menambah deretan luka Riau. Sebagai produsen hampir 34 persen CPO Nasional, Riau malah tak didukung pemerintah pusat.
Husaimi menegaskan, seharusnya Riau mendapat Dana Bagi Hasil (DBH) sawit mengingat CPO komoditas ekspor yang menghasilkan keuntungan nasional terbesar.
"CPO ini harus ada DBH bagi daerah penghasil. Kemarin ada wacana dari Kemenkeu, tapi belum masuk. Ini tinggal digesa, sehingga UU bisa direvisi dan objek DBH itu bisa dimasukkan," paparnya.
Ia mengatakan, perkebunan kelapa sawit dan operasi perusahaan membawa kerusakan tak sedikit di Riau.
"Kerusakan jalan karena ODOL, bukan karena tidak dibangun, tapi karena dirusak perusahaan," ungkap legislator PPP ini.
Husaimi mengatakan, harus ada forum daerah penghasil sawit sehingga kepentingan terkait sawit bisa diakumulasi.
Ia mengatakan hal ini menjadi salah satu misi yang akan dibawanya saat mencalon di DPR RI mendatang. Sebagai anggota legislatif nasional, ia menyebut bisa lebih berperan.
"Saya ingin kita bentuk forum daerah penghasil sawit. Nanti kita 22 provinsi sama-sama bergerak dari parlemen. Jadi kita bisa keras, tapi tetap beradab," katanya.
Penulis: Rico Mardianto
Editor: Riki
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :