JAKARTA - Kelangkaan minyak goreng di Indonesia menjadi sorotan media asing. Apalagi, kelangkaan itu terjadi di negara produsen kelapa sawit (CPO) terbesar dunia.
The Economist menyoroti masyarakat di Jawa Tengah hingga Kalimantan Timur yang harus mengantre untuk membeli minyak goreng sawit murah.
"Di Kalimantan Timur, di Pulau Kalimantan, yang menghasilkan hampir dua perlima minyak sawit Indonesia, setidaknya dua ibu rumah tangga meninggal saat mengantre," beber The Economist seperti dikutip CNN Indonesia, Senin (4/4).
Diketahui, pada Februari lalu, Pemerintah Indonesia mematok harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng Rp14 ribu per liter untuk minyak kemasan dan Rp11.500 untuk minyak curah.
Dalam semalam, rak-rak di berbagai pasar dan ritel kosong di berbagai daerah di Indonesia. Saat minyak goreng sawit kosong, kebanyakan orang Indonesia kehilangan akses karena minyak nabati impor merupakan barang mewah yang tak terjangkau.
Lucunya, pada saat HET minyak goreng kemasan dicabut, secara ajaib minyak goreng kemasan muncul kembali. Namun kini, harga naik lebih dari tiga kali lipat.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika menyalahkan kenaikan harga minyak goreng pada beberapa faktor, termasuk perang Rusia-Ukraina dan pandemi covid-19.
Per Februari 2022, harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) melonjak sebesar 40 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Pemerintah pada Januari memberlakukan kewajiban pasar domestik (DMO) 20 persen untuk semua produsen yang diharapkan dapat menekan harga eceran.
Namun, hanya berlangsung sebulan, setelah pemasok menolak dengan keras, pemerintah menghapus DMO, demi mengenakan pungutan ekspor yang lebih tinggi pada CPO.
Minyak goreng di bawah skema DMO awal dijual dengan harga tetap, yang menurut produsen menyulitkan untuk menutupi biaya produksi. "Perbedaan besar antara harga CPO dan DMO lah yang mengakibatkan pembelian panik dan penimbunan yang terjadi," terang Yeka.
Sementara, Arie Rompas dari Greenpeace Indonesia menilai pemerintah harus mengejar oligarki industri yang sering menimbun pasokan. Pada 2019, Indonesia memproduksi 47,1 juta ton CPO, di mana 76 persen di antaranya diekspor.
Eddy Hartono dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengatakan 20 persen DMO awal mestinya sudah melebihi permintaan lokal. Oleh karena itu, ia menduga minyak 'hilang' sepanjang rantai distribusi.
Memang, pada pertengahan Maret, pemerintah menemukan jutaan ton minyak goreng ditimbun oleh konglomerat. Kejaksaan Negeri di Jakarta, yang menyelidiki kelangkaan minyak goreng, mengatakan mereka sedang menyelidiki peran kartel.*
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :