NUSA DUA - Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Mahendra Siregar akan mengevaluasi perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif antara Indonesia dan Uni Eropa (Indonesia European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement/IEU-CEPA) demi melindungi sawit nasional.
Bahkan, IEU-CEPA akan menjadi perjanjian dagang pertama yang dievaluasi olehnya dalam rangka menjalankan misi perlindungan dan pengembangan industri sawit nasional
sesuai permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal ini disampaikan Mahendra saat menghadiri perhelatan konferensi sawit tahunan bertajuk Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2019 di Nusa Dua, Bali, Jumat (1/11).
"Langkah yang akan kami lakukan sangat jelas adalah melihat draf teks dari IEU CEPA yang sedang dirundingkan. Kami ingin merumuskannya dengan posisi yang fair (adil) terhadap kelapa sawit," ucap Mahendra dikutip dari CNNIndonesia.
Kendati begitu, ia belum bisa memberikan gambaran sekiranya poin-poin apa saja yang paling menjadi perhatian pemerintah Indonesia. Khususnya, Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Perdagangan selaku ujung tombak negosiasi Indonesia di kancah dunia.
Namun, ia menekankan butir-butir perjanjian harus benar-benar mencerminkan keputusan yang menguntungkan bagi kedua negara. Ia ingin perjanjian dagang ini bisa menjadi jembatan bagi hubungan kerja sama yang lebih baik antar kedua pihak, khususnya di sektor industri sawit.
Hal ini tak lepas dari riwayat panjang ketegangan Indonesia dengan Uni Eropa terkait industri sawit. Uni Eropa kerap menilai industri sawit memberikan dampak buruk terhadap lingkungan.
Sementara Indonesia bersikeras bahwa sawit adalah industri yang mampu memenuhi kebutuhan minyak nabati dengan produktivitas tertinggi di dunia. Bahkan, melebihi beberapa jenis minyak nabati lain, seperti minyak kedelai, minyak biji bunga matahari, dan lainnya.
Di sisi lain, Indonesia kerap meneruskan perkembangan industri sawit karena dianggap menjadi tulang punggung usaha bagi sekitar 17 juta penduduk di Tanah Air. Indonesia justru melihat Uni Eropa sengaja memerangi sawit nasional dalam rangka mendongrak penetrasi pasar dari minyak nabati mereka.
Terlepas dari berbagai pro-kontra hubungan dagang antara Indonesia dan Uni Eropa di industri sawit, Mahendra melihat Indonesia sejatinya tetap membutuhkan pasar Benua Biru untuk industri ini. Sebab, tujuan utama adalah meningkatkan ekspor dalam rangka memperbaiki defisit neraca perdagangan.
"Eropa tetap merupakan pasar yang penting. Kita (Indonesia) juga harus bersedia untuk mendorong relokasi industri hilir Uni Eropa ke pasar yang menguntungkan bagi Indonesia," tuturnya.
Tak ketinggalan, ia mengajak seluruh pihak di industri sawit nasional, mulai dari pemerintah, dunia usaha, hingga petani untuk mendukung komoditas ini.
"Karena presiden menugasi saya untuk membantu koordinasi di dalam, saya diberi satu tahun untuk melakukannya. Kalau tidak, ini mungkin akan menjadi IPOC terakhir bagi saya," celetuknya. (*)
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :