Proyeksi Reshuffle Kabinet dan Relasi Pelik Jokowi-Surya Paloh
Rabu, 01 Februari 2023 - 06:14:29 WIB
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh (kiri) dan bakal Capres 2024 Nasdem Anies Baswedan (kanan) saat menghadiri acara perayaan HUT Nasdem yang ke-11 di JCC, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (11/11/2022)
JAKARTA - Setelah beberapa bulan dihantui bayang-bayang reshuffle kabinet, terutama setelah Partai Nasdem secara resmi mencalonkan Anies Baswedan sebagai calon presiden yang konon dianggap sebagai penyebab ketegangan antara Nasdem dan punggawa Istana, akhirnya Surya Paloh dan Presiden Jokowi bertemu pada Kamis, 26 Januari 2023 lalu, di Istana Negara.
Pada awalnya, media-media terjebak dengan pemaknaan bahwa pertemuan dilakukan secara dadakan, seolah-olah ada hal genting yang harus diselesaikan oleh kedua belah pihak.
Namun kemudian mulai terungkap bahwa jadwal pertemuan nyatanya telah ditetapkan sebelumnya alias bukan jadwal dadakan.
Lebih dari itu, pemberitaan media juga cenderung memaknai bahwa pertemuan dilakukan atas permintaan Jokowi, seolah-olah ada kepentingan mendadak dari pihak Istana yang ingin disampaikan secara pribadi kepada Surya Paloh.
Namun jika berpatokan kepada sikap-sikap politik Jokowi belakangan, terutama terhadap Nasdem dan Surya Paloh, rasanya agak sulit untuk memaknainya demikian.
Bahkan saat acara besar pernikahan anak Jokowi, yaitu Kaesang Pangarep, Surya Paloh juga tidak hadir.
Jadi cukup sulit untuk merasionalisasi pertemuan tersebut sebagai inisiasi Jokowi dalam rangka membuka komunikasi langsung dengan Surya Paloh, yang memang sudah cukup lama mendingin sejak akhir tahun 2022 lalu.
Yang paling masuk akal, menurut hemat saya, adalah pihak Surya Paloh dan Nasdem mengajukan jadwal untuk bertemu dengan Presiden, boleh jadi jauh sebelum pertemuan terjadi, dan baru diberikan ruang oleh Jokowi untuk diwujudkan pada Kamis, 26 Januari 2023 lalu.
Sampai hari ini kedua pihak, baik Surya Paloh atau pihak Istana, belum memberikan konfirmasi langsung terkait topik yang dibicarakan.
Beberapa petinggi Partai Nasdem hanya bisa memberikan komentar tentang kebenaran adanya jadwal pertemuan kedua belah pihak.
Sementara urusan topik yang dibicarakan justru diserahkan kepada para pihak untuk menyampaikan secara langsung kepada publik.
Lantas, ada hal penting apakah dibalik pertemuan antara Surya Paloh dan Presiden Jokowi?
Menurut hemat saya, pembicaraan terkait dengan posisi Nasdem di dalam konstelasi koalisi partai pendukung Istana di satu sisi dan kepastian beberapa kursi menteri dari Partai Nasdem di sisi lain.
Dari sisi Surya Paloh, relasi politik yang sudah berada dalam ranah "abu-abu" dengan pihak Istana harus dikembalikan kepada warna sebelumnya, di mana Partai Nasdem akan tetap berkomitmen sebagai anggota koalisi yang setia hingga masa jabatan Presiden Jokowi berakhir pada 2024 nanti.
Penjelasan posisi politik semacam itu tidak mudah bagi Partai Nasdem dan Surya Paloh, mengingat keputusan politik untuk mencalonkan Anies Baswedan sebagai calon presiden resmi Partai Nasdem dikabarkan sangat melukai kepentingan politik jangka panjang Jokowi.
Pasalnya, Anies Baswedan bukanlah kandidat yang diinginkan oleh Jokowi untuk menggantikan posisinya nanti setelah pemilihan 2024.
Bagi Partai Nasdem, sebagaimana seringkali dijelaskan kepada awak media selama ini, posisi politik partai di dalam koalisi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin adalah satu hal, sementara pilihan politik untuk mendukung kandidat lain di luar aspirasi personal Jokowi sebagai "King Maker" adalah lain hal.
Karena, menurut Partai Nasdem, kedua hal tersebut berada dalam rentang waktu yang berbeda. Komitmen sebagai anggota koalisi politik pendukung pemerintahan berlaku sampai tahun 2024 di mana masa pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin berakhir.
Sementara komitmen politik untuk Anies Baswedan berlaku setelah itu, alias untuk rentang waktu 2024-2029.
Sementara bagi Istana dan Jokowi, kedua hal tersebut tak bisa dipisahkan begitu saja. Keduanya berkaitan secara "sekuensial" di mana keputusan politik Partai Nasdem untuk mendukung Anies Baswedan memiliki pengaruh besar terhadap kekuatan dan legitimasi politik Istana sampai berakhirnya masa jabatan Jokowi tahun 2024.
Pandangan ini juga tak sepenuhnya salah. Lihat saja, sejak Partai Nasdem secara resmi menjadikan Anies Baswedan sebagai calon presiden, publik tidak lagi melihat Nasdem sebagai bagian dari koalisi pendukung Istana, yang kemudian secara otomatis melahirkan wacana reshuffle kabinet ke ruang publik.
Menteri-menteri dari Partai Nasdem dianggap oleh publik layak untuk dikeluarkan dari barisan kabinet hari ini.
Persis pada masalah inilah sebenarnya, menurut hemat saya, Surya Paloh merasa harus segera turun tangan untuk memitigasi risiko dikeluarkannya Nasdem dari formasi kabinet hari ini.
Jika berkaca pada reshuffle kabinet terakhir, maka bisa dipahami bahwa apa yang dilakukan Surya Paloh bukan tanpa preseden.
Pertemuan Surya Paloh dan Jokowi secara pribadi menjelang pengumuman reshuffle kabinet pada Juni 2022, dikabarkan berhasil menggagalkan Syahrul Yasin Limpo keluar dari kantor Kementerian Pertanian.
Dan setelah reshuffle diumumkan, Surya Paloh menyampaikan komentarnya kepada awak media bahwa ia berharap itu adalah reshuffle kabinet terakhir alias berharap tidak ada lagi reshuffle kabinet hingga masa jabatan Jokowi berakhir.
Jadi sangat bisa dipahami, sebenarnya Surya Paloh dan Partai Nasdem tidak bersedia menanggung risiko politik dari keputusan pencalonan Anies Baswedan di satu sisi, yakni berupa dihilangkan atau dikurangi jatah kursi kabinet untuk Nasdem, tapi juga tidak berniat untuk menggagalkan pencalonan tersebut di sisi lain.
Keberhasilan Surya Paloh kala itu dalam membatalkan Syahrul Yasin Limpo keluar dari kantor Kementerian Pertanian tentu merupakan prestasi politik yang luar biasa.
Ketika itu, Surya Paloh berhasil membuktikan kepada publik bahwa dirinya masih memiliki pengaruh di Istana. Namun masalahnya kala itu, Nasdem belum secara resmi mengumumkan Anies Baswedan sebagai calon presiden partai.
Lantas, apakah hari ini Surya Paloh akan kembali berhasil mempertahankan squad politiknya di jajaran kabinet?
Bagaimanapun, yang jelas daya tawar Surya Paloh hari ini sudah sangat memudar. Absennya Surya Paloh dalam pernikahan Kaesang Pangarep di Solo, memberikan sinyal bahwa Surya Paloh sudah mulai dipandang serupa dengan Gatot Nurmantyo, yang juga sempat mendapatkan perlakuan hampir sama oleh Jokowi di saat pernikahan anak keduanya.
Apalagi setelah koalisi baru antara Nasdem, Demokrat, dan PKS diluncurkan. Kaki Nasdem kini seolah-olah hanya tersisa satu yang menapak di Istana, karena satu lagi sudah berada di biduk yang berlayar berlawanan arah dengan kepentingan politik Jokowi, yakni Koalisi Baru yang menusung Anies Baswedan sebagai calon presidennya.
Artinya, probabilitas Nasdem mengalami pengurangan pengaruh di Istana sangatlah tinggi. Boleh jadi tidak benar-benar dihapus secara total sebagai partai yang memiliki portofolio menteri di dalam kabinet.
Namun kemungkinan mengalami pengurangan jatah satu atau dua kursi dalam kabinet sangatlah besar alias satu kaki Nasdem nampaknya benar-benar akan dilepaskan secara faktual oleh Jokowi dari Istana, seperti yang dilansir da.
Mari kita tunggu. Apakah keputusan Surya Paloh yang lebih memilih Anies Baswedan dan King Maker-nya yang konon kerap dikaitkan dengan sosok Jusuf Kalla atau berhasil memperjuangkan satu kaki untuk tetap bertahan di Istana, atau lahir konsesi politik baru dengan pilihan-pilihan sikap politik yang berpeluang tidak menyakiti kepentingan jangka panjang Jokowi di masa mendatang. Mari ditunggu saja episode selanjutnya. (*)
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda)