PEKANBARU - Momen terbitnya Undang-Undang Keuangan Negara nomor 17 tahun 2003 dan UU Perbendaharaan Negara nomor 1 tahun 2004, merupakan titik balik bagi pelaksanaan reformasi keuangan dan perbendaharaan negara.
Dalam hal ini munculnya Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang merupakan, gabungan beberapa fungsi dan pelepasan beberapa fungsi dari unit eselon I Kementerian Keuangan. Hingga hari ini ditetapkan sebagai Hari Bakti Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Kedua Undang-Undang begitu mereformasi hampir keseluruhan struktur Kementerian Keuangan dari tatanan yang terbentuk sejak Hindia Belanda, hingga sekarang ini. Kemudian terus dilanjutkan hingga masa reformasi, kemudian Tahun 2003-2004 itu tata Kementerian Keuangan bisa ditetapkan oleh asli orang Indonesia.
Salah satu yang terkena imbas cukup besar yakni Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara. Sebagai bagian vertikal dan merupakan ujung tombak Direktorat Jenderal Anggaran. Direktorat Jenderal Anggaran sebelum terbitnya UU 17 tahun 2003 dipilah dan dipecah pekerjaannya menjadi beberapa eselon I baru. Termasuk Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang di dalamnya terdapat unit daerah Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara.
Pada awal implementasi UU Keuangan nomor 17 tahun 2003, KPPN yang saat itu masih bernama Kantor Pelayanan dan Kas Negara. Sesuai Surat Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 645/KMK.01/1989 pada 12 Juni 1989, Surat Edaran Direktur Jenderal Anggaran nomor : SE-1077/A/1989 pada 14 September 1989 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Anggaran. Sejak 1 April 1990 terjadi perubahan pada struktur yang cukup mendasar pada tata kelola KPPN, dimana Seksi Perbendaharaan gaya lama digantikan struktur Seksi Pencairan Dana.
Titik tumpu Seksi Pencairan Dana ini adanya perubahan metode penyaluran dana ke satuan kerja. Sesuai ICW kewenangan secara penuh penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM), ada di pihak Kementerian Keuangan (fungsi ordonatur/wetmatigheid). Dialihkan fungsi perintah membayar ke Kementerian/Lembaga sehingga posisi KPPN via Seksi Pencairan Dana beserta Seksi Bank beralih fungsi sebagai Bendahara Umum Negara (doelmatigheid).
Hal paling mendasar yang terlihat pada penggunaan aplikasi untuk proses pengajuan tagihan kepada negara. Secara prosedur, pengajuan oleh satuan kerja Kementerian/Lembaga akan melalui loket penerima berkas lalu diverifikasi oleh Front Office Seksi Pencairan. Apabila ditolak dengan alasan tertentu (pagu kurang, akun tidak sesuai dan lain-lain permasalahan) akan diajukan kembali oleh satuan kerja.
Setelah melalui front office akan dilakukan verifikasi oleh middle office. Untuk dilanjutkan ke Kepala Seksi Pencairan Dana untuk persetujuan akhir sebelum proses pencairan di Seksi Bank menuju ke sistem perbankan. Sesudah implementasi UU Keuangan Negara nomor 17 tahun 2003, proses di penerimaan loket dilakukan oleh aplikasi penerimaan SPM. Selanjutnya dilakukan di aplikasi pengolahan SPM dari middle office hingga persetujuan di Kepala Seksi Pencairan Dana> Dilanjutkan di Kepala Seksi Bank untuk selanjutnya dicetak bilyet pencairan yang selanjutnya disampaikan ke Perbankan.
Keseluruhan data disimpan di database lokal KPPN di server yang disediakan oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Kelemahan sistem ini yang paling terasa adalah saat proses pengantaran bilyet giro ke bank karena dilakukan secara manual melalui kurir yang rawan tingkat kesalahan terutama oleh pihak perbankan. Bukti pencairan diksampaikan oleh pihak perbankan melalui rekening koran rekening negara yang setiap hari dibukukan oleh KPPN. Sistem server lokal dengan database lokal ini berlangsung cukup lama dari tahun 2005 sampai dengan akhir tahun 2013.
Sejak Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.05/2014 tentang Pelaksanaan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara digulirkan dan ditandatanganinya kontrak antara Direktor Jenderal Perbendaharaan dengan Sun Microsystem untuk pemakaian Oracle Database Management System sebagai aplikasi penggantian sistem database lokal yang selama ini dipakai di KPPN, menandai era baru sistem keuangan di Kementerian Keuangan, khususnya di KPPN.
Sistem SPAN ini memangkas proses 1) Penerimaan SPM di loket KPPN, 2) verifikasi di front office KPPN, 3) verifikasi di middle office KPPN, 4) Persetujuan di Kepala Seksi Pencaiaran Dana, 5) Persetujuan pembayaran di Kepala Seksi Bank dan 6) Penyampaian pembayaran ke perbankan menjadi satu aplikasi dengan database terpusat di satu titik. Proses pencairan tagihan negara yang pada awalnya ditarget diselesaikan dalam 3 sampai dengan 5 hari bisa diselesaikan dalam waktu satu hari saja bahkan satu jam. Sistem SPAN diterapkan secara bertahap selama 2 tahap, tahap satu untuk Kantor Pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan dan tahap 2 untuk seluruh KPPN di seluruh Indonesia.
Selama masa penggunaan aplikasi SPAN hingga tahun 2019, penggunaan aplikasi satuan kerja (SAS maupun sistem akuntansi instansi) masih menggunakan sistem lama berbasis database lokal berbasis sistem SQL server sehingga masih diperlukan jembatan penghubung antara SPAN dan aplikasi satker menggunakan aplikasi konversi tersendiri.
Kendala penggunaan aplikasi konversi ini yang paling signifikan adalah adanya keharusan menyampaikan file ADK (Arsip Data Komputer atau semacam file ter-enkripsi untuk dapat dibaca oleh SPAN) yang secara mendasar menghambat terutama dalam hal keabsahan dan kebenaran data mengingat penyampaian ke KPPN dilakukan secara manual, yang meskipun file dalam bentuk ter-enkripsi namun rawan untuk dibajak/di-hack oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Bahkan untuk beberapa kasus pemalsuan tanda tangan oleh pihak satuan kerja sangat mudah dilakukan dengan berakhir dengan kasus di Pengadilan.
Mengingat kecenderungan seperti itu, Direktorat Jenderal Perbendaharaan kemudian mencari solusi dengan membuat aplikasi SAKTI (Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi). Sejatinya aplikasi ini merupakan niat untuk menggabungkan seluruh aplikasi keuangan di level satuan kerja berupa a) sistem pengganggaran, b) sistem pelaksanaan anggaran dan c) sistem pelaporan akuntansi ke satu sistem dengan single database yang terintegrasi.
Awal penggunaan SAKTI selama periode 2020 terutama saat timbulnya wabah Covid-19, hanya ditujukan untuk penggunaan modul penganggaran terlebih dahulu. Hal ini bisa dimengerti mengingat penganggaran (budgeting) merupakan salah satu proses awal manajemen utamanya untuk manajemen keuangan. Proses penerapan modul penganggaran ini baru bisa diselesaikan secara tepat waktu pada akhir tahun anggaran 2021, disebabkan penyelesaian modul-modul lain selain penganggaran sedikit mengalami keterlambatan dalam pengembangannya. Namun di awal tahun 2022, penerapan modul pelaksanaan anggaran dan modul pelaporan bisa diterapkan.
Dari gambaran proses implementasi sistem keuangan yang dipakai di Kementerian Keuangan khususnya Direktorat Jenderal Perbendaharaan setelah penerapan Undang-Undang Keuangan Negara nomor 17 tahun 2003 dan Undang-Undang Perbendaharaan Negara nomor 1 tahun 2004, terlihat bahwa tingkat otomatisasi aplikasi yang digunakan dengan core business KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara makin fully automated dan online sehingga menimbulkan pertanyaan yang mendasar, akan menjadi apakah KPPN di masa depan atau bagaimanakah sistem yang diterapkan di masa depan.
Pertama, kita harus melihat bahwa secara tugas dan fungsi apabila otomatisasi di level KPPN sudah bisa maksimal (katakanlah mendekati 100%) dan satuan kerja sudah bisa bekerja secara online tanpa harus hadir di KPPN, maka akankah masih diperlukan keberadaan KPPN sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara di daerah untuk melaksanakan proses penyelesaian tagihan negara/pencairan dana sedangkan proses clerical seperti itu sebenarnya dapat digabungkan di satu atau beberapa KPPN saja sehingga pengurangan KPPN sebagai unit vertikal di daerah akan sangat berkurang sekali perannya.
Kedua, adanya perubahan tugas dan fungsi KPPN apabila ada keinginan untuk tetap mempertahankan keberadaan KPPN sebagai unit vertikal Kementerian Keuangan di daerah. Untuk opsi kedua ini tentunya para petinggi Kementerian Keuangan diharapkan bisa menerapkan opsi yang sesuai dengan tujuan keberadaan KPPN, yaitu sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara.
Terlepas apa pilihan Kementerian Keuangan untuk menetapkan keberadaan tugas dan fungsi KPPN di masa depan, tentunya dinamika globalisasi yang terutama bidang IT (Information Technology) tidak bisa dikesampingkan sebagai salah satu faktor yang akan menjadi pertimbangan untuk merubah bentuk dan format organisasi Kementerian Keuangan.
Penulis: Chitra Hari Saptagraha (Kepala Sub Bagian Umum KPPN Pekanbaru)
*Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis, tidak ada sangkut pautnya dengan organisasi.
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :