www.halloriau.com


Ekonomi
BREAKING NEWS :
Jalintim Pelalawan Kembali Berlaku 2 Arah, Kepadatan Lalu Lintas Masih Terjadi
 
Rupiah, Ekspresi Keindahan Sejarah Indonesia
Kamis, 08 Desember 2016 - 17:01:54 WIB

MENULIS tentang rupiah, sama saja seperti kita bercerita tentang sejarah negara ini, bahkan jauh sebelum nama Indonesia itu sendiri lahir. Perjalanan rupiah tak bisa lepas dari berbagai catatan sejarah kerajaan-kerajaan besar di Nusantara ini. Dari mulai Kerajaan Jenggala, Sriwijaya, Majapahit, Cerbon sampai akhirnya lahirlah Indonesia lewat kumandang proklamasi yang diucapkan oleh dua proklamator negeri ini, Sukarno-Hatta.

Meski sudah menyatakan kemerdekaannya, namun tak serta merta Indonesia memiliki nilai mata uang rupiah. Kala itu, negara masih benar-benar kacau jika tak mau disebut berantakan. Ini bisa dilihat dalam buku Cindy Adams yang bertajuk Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

Dalam buku yang cetakan pertamanya di tahun 1966 itu, Bung karno menceritakan kondisi republik pasca proklamasi dikumandangkan. Saat Presiden pertama itu memindahkan Ibukota RI, dari Jakarta ke Yogyakarta, karena agresi Belanda yang masih 'keukeuh' ingin menduduki negara ini. Diceritakannya bahwa cara para petinggi Indonesia bekerja di awal-awal negara ini didirikan jauh daripada cara suatu pemerintahan yang wajar. Apalagi saat itu, mereka tidak punya apa-apa.

"Tak punya mesin tik, tak punya alat tulis, apalagi pesawat terbang. Satu-satunya perlengakapan radio yang dapat diselamatkan adalah barang keluaran tahun 1935. Kami pun tidak punya uang. Uang Jepang yang dipakai di Indonesia nilainya sudah merosot. Di hari-hari pertama setelah merdeka, Dr Suharto bertindak sebagai 'thesaurier jendral', dia bekerja seorang diri dan sudah tentu tidak ada waktunya untuk menghitung uang yang sudah inflasi itu," begitulah penuturan Soekarno seperti tertuang dalam biografinya, sebelum dilengserkan Suharto.

Berpijak dari situ bisa dilihat bahwa kala itu rupiah memang benar-benar belum lahir. Mata uang kita masih mengikuti mata uang Jepang, meski sudah di ujung keruntuhannya. Dalam kondisi tak menentu seperti itu dan untuk mempertahankan negara Indonesia yang baru orok ini, maka setiap orang berusaha membantu republik yang baru lahir ini dengan cara menyelundup.

Menyeludup? Ya, hanya itulah yang bisa dilakukan untuk mempertahankan Indonesia ditengah agresi Belanda yang ingin kembali menjajah bumi ini. Bahkan salah seorang anggota Kabinet Indonesia yang pertama, masih cerita Sukarno dalam buku tersebut, berhasil menyeludupkan 9 kilo emas dan 300 kilo perak dari Sumatra sebagai pembayaran untuk 200 ribu pasang pakaian seragam.

"Orang yang melakukan perdagangan emas dan perak itu juga menyeludupkan 8000 ton karet, dan orang itu adalah A.K Gani. Bagi penjajah yakni Belanda, orang tersebut diberi julukan sebagai raja penyeludup. Sementara bagi rakyat Indonesia, mereka mengenalnya sebagai Menteri Perekonomian," ujarnya.

Nasionalisme bukan hanya terbentuk dari rasa senasib sepenanggungan sebagai orang terjajah saja, tapi rasa itu dapat terbentuk dan menyatu dengan adanya suatu alat tukar sah yang bisa menyatukan berbagai suku yang ada di Indonesia.

Meski kala itu sudah dikeluarkan Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) sebagai alat tukar yang sah dengan bentuk dan design yang sederhana, namun kondisi negara yang masih centang perentang, membuat peredaran ORI tak sampai menyentuh ke sudut-sudut bumi di Indonesia. Kestabilan pertahanan dan keamanan memang menjadi prioritas utama tenimbang mengedarkan ORI sebagai alat tukar yang sah.

                                      * * *

Rentang perjalanan mata uang Indonesia sampai menjadi rupiah, tak bisa dipungkiri penuh liku-liku dan sarat sejarah. Adanya Bank Indonesia yang merupakan hasil nasionalisasi dari De Javasche Bank, yang lahir pada tanggal 1 Juli 1953, menjadi bagian yang menyatu dari sejarah mata uang di negara ini.

Perjalanan mata uang rupiah yang sarat sejarah pada akhirnya melahirkan kreativitas pada mata uang itu sendiri, baik dalam bentuk bahan maupun design-nya. Kreativitas design yang tercipta dalam setiap mata uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, menjadikan mata uang tersebut sebagai manifestasi ekspresi keindahan.

Dalam manisfestasi ekspresi keindahan itu, langsung atau tidak, ada sejarah yang tercetak dalam design setiap mata uang. Jika kita mau menilik mata uang dari zaman kerajaan dahulu, design yang tercetak dalam mata uang menggambarkan kebudayaan, adat istiadat, bahasa yang dipakai dan ideologi yang dipakai di kerajaan tersebut.

Misalnya, uang Dirham di Samudra Pasai yang dikeluarkan oleh Sultan Malik Al Zahir tahun 1297 hingga 1326. Mata uang tersebut didominasi oleh tulisan arab dengan nama Malik al Zahir dan Sultan al Adul di sisi yang lain. Begitu juga uang Indonesia pada masa Kesultanan Cirebon, yang tidak terlepas dari pengaruh Cina. Sampai akhirnya, Kesultanan Cirebon membuat mata uang dengan bantuan seorang Cina, mata uang tersebut disebut Picis yang terbuat dari timah tipis dan mudah pecah.

Pada masa penjajahan, ada mata uang Gulden yang kemudian sempat ditarik dari peredaran karena berukirkan Ratu Wilhelmina dengan rambut yang terurai. Penarikan dari peredaran ini dilakukan karena dianggap sebagai penggambaran tidak sopan kepada seorang bangsawan.

Pasca lahirnya Bank Indonesia, design dalam mata uang kertas rupiah mulai tercipta. Indonesia mulai membuat ilustrasi untuk uang kertas sendiri pada masa Orde Lama. Ilustrasi pertama dilukis oleh Oesman Effendi dan Abdul Salam. Dengan kemajuan yang sangat pesat di bidang teknologi penerbitan dan ilustrasi, dua tahun sebelum De Javasche Bank dinasionalisasi menjadi Bank Indonesia, tahun 1951 pelukis Oesman Effendi dan ilustrator Abdul Salam dikirim ke Belanda untuk mempelajari cara-cara membuat ilustrasi pada uang kertas, yang nantinya akan diajarkan di tanah air.

Seni dan teknik pembuatan yang tinggi diperlukan untuk membuat desain uang, sehingga uang pada akhirnya menjadi sebuah karya seni. Ia adalah ekspreasi keindahan dari sebuah sejarah suatu negara.
Kalau tak percaya, lihatlah keindahan gambar uang Rp.10.000 emisi tahun 1975 atau biasa disebut sebagai uang barong dan gambar relief di sisi lainnya?

Konon, di kancah internasional pun uang ini disebut-sebut sebagai terbaik di dunia. Coba perhatikan saja gambarnya, meski diproduksi di tahun 1975 yang mungkin waktu itu teknologi belum canggih seperti sekarang, tapi uang ini tercetak sangat sempurna. Gradasi warna dari samping yang hijau, kemudian orange, merah, orange dan hijau kembali di sisi samping lainnya tampak sangat lembut. Selain itu tampak juga gambar selayaknya relief pada candi yang mengingatkan pada kejayaan dan supremasi bangsa Indonesia di masa lalu.

Atau, uang kertas 20.000 Rupiah emisi 1995. Gambar cengkih dan burung Cendrawasih yang menjadi penghias di masing-masing sisi uang, memiliki pesonanya sendiri. Bulu burung khas Irian Jaya yang merah merona malah terkesan pirang itu makin menambah ekspresi keindahan satwa Indonesia. Dan masih banyak lagi hasil kreativitas design-design dari pelukis mata uang kertas, yang kesemuanya menggambarkan tentang keindahan Indonesia berikut yang ada di dalamnya. Tak hanya keindahan, ada rasa nasionalisme di dalam penciptaan gambar yang ter cetak di setiap mata uang kertas itu.

Nama-nama seperti Junalies, Sadjiroen, Risman Suplanto, Heru Soeroso, AL. Roring, Sudirno, Drs Soeripto Gan, Mujirun dan nama-nama pelukis mata uang lainnya, mungkin tak akan tenar seperti tokoh pahlawan yang digambarnya di mata uang rupiah. Namun dibalik semua itu, dari tangan-tangan mereka lah tercipta berbagai ekspresi keindahan, sejarah, adat istiadat, tokoh pahlawan serta kebudayaan yang ada di Nusantara ini.

Sampai saat ini, sudah banyak seri yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengganti, memperbaiki, dan menyempurnakan mata uang kebanggaan negara ini. Bagaimanapun, rupiah merupakan sebuah cermin dari bangsa Indonesia. Ia adalah wajah dari bangsa ini, karena begitu mendengar kata rupiah maka hal yang langsung terpikirkan adalah Indonesia, jelas karena rupiah adalah milik Indonesia saja dan tidak ada negara lain yang memiliki rupiah.

Dan bagi kita yang notabene adalah generasi yang jauh dari masa-masa penciptaan awal uang kertas usai kemerdekaan, berbagai gambar yang tercipta di lembaran rupiah bukan hanya sekedar sebagai karya seni rupa yang hanya dinilai sebatas keelokan gambarnya saja. Tapi dalam rupiah, ada ekspresi keindahan sejarah negara ini. Ekspresi keindahan yang menggambarkan kebesaran bangsa ini, dan juga sebagai pengingat bagi generasi sesudahnya.

Penulis : Andy Indrayanto



Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda)


BERITA LAINNYA    
Jalintim Km 83 Pelalawan kembali berlaku dua arah (foto/MCRiau)Jalintim Pelalawan Kembali Berlaku 2 Arah, Kepadatan Lalu Lintas Masih Terjadi
Komisioner KPU Kota Pekanbaru, Rizqi Abadi (foto/int)MK Jadwalkan Sidang Putusan Gugatan Pilkada, KPU Pekanbaru Bersiap Hadapi Hasilnya
Gubri terpilih, Abdul Wahid hadiri perayaan Imlek 2025 bersama petinggi PDIP Riau (foto/Yuni)Abdul Wahid dan Petinggi PDIP Tampil Kompak, Komitmen Wujudkan Riau Sejahtera
  Irvan Nasir, pengamat sosial (foto/ist)Mengapa Google Eror Menampilkan Kurs Dolar-Rupiah yang Gemparkan Publik Indonesia?
Tujuh PMI tanpa dokumen dipulangkan dari Malaysia tiba di pelabuhan Dumai (foto/MCRiau)Malaysia Deportasi 7 WNI Tanpa Dokumen via Pelabuhan Dumai
DPRD Bengkalis dan Politeknik Negeri Bengkalis Gelar Kunjungan Kerja ke Apkasindo Riau (foto/ist)Bahas Beasiswa BPDP-KS dan Harga TBS Sawit, DPRD Bengkalis Bertemu Apkasindo Riau
Komentar Anda :

 
Potret Lensa
Tingkatkan Kualitas SDM, PT BSP - UMRI Teken MoU
 
 
Eksekutif : Pemprov Riau Pekanbaru Dumai Inhu Kuansing Inhil Kampar Pelalawan Rohul Bengkalis Siak Rohil Meranti
Legislatif : DPRD Pekanbaru DPRD Dumai DPRD Inhu DPRD Kuansing DPRD Inhil DPRD Kampar DPRD Pelalawan DPRD Rohul
DPRD Bengkalis DPRD Siak DPRD Rohil DPRD Meranti
     
Management : Redaksi | Disclaimer | Pedoman Media Siber | Kode Etik Jurnalistik Wartawan | Visi dan Misi
    © 2010-2025 PT. METRO MEDIA CEMERLANG (MMC), All Rights Reserved