PEKANBARU - Al Azhari Refni, tampak fokus menekan rakel (alat bantu mendorong tinta, red) ke kaos yang akan disablon. Dengan cekatan, pria 33 tahun itu menekan rakel dari atas ke bawah, proses itu dilakukannya berulang kali.
Setelah dirasa cukup, Ari, sapaan akrabnya, mengangkat screen (alat mentransfer tinta sablon, red) perlahan. Langsung terlihat tulisan “Ndak Ada Do!” melekat di kaos berwarna hitam itu.
Ari merupakan owner Jago Sablon Pekanbaru ini sudah merintis usaha sejak 2016. Hingga kini bukan cuma pusat sablon baju saja, melainkan sudah memiliki produk turunan yang bernama Cakap PKU.
“Awal usaha dari teras rumah saja, dengan modal sekitar Rp10 juta. Sekarang alhamdulillah punya tempat workshop dan galeri sendiri,” katanya saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (25/11/2024).
(Al Azhari Refni, owner Cakap PKU dan Jago Sablon Pekanbaru/foto-riki)
Bertahun-tahun bekerja sebagai sales perusahaan, Ari memilih banting setir, menekuni wirausahawan sablon. Bisnisnya berawal dari hobi menggambar. Dirinya yang punya bekal desain, menawari rekan sesama sales, untuk dibuatkan baju yang tulisan atau gambarnya bisa disesuaikan dengan keinginan.
“Jadi sistem waktu itu PO (purchase order), siapa yang mau nanti dicatat. Kalau sudah terkumpul beberapa orang baru nanti dibuatkan. Waktu itu semua saya kerjakan sendiri, desain, nyablon, packing, sampai antar ke pemesan juga sendiri. Waktu itu belum ada karyawan,” katanya.
Berbekal tekad, meski mulai nari nol, kini Jago Sablon terus berkembang. Sudah ada lima orang karyawan yang membantunya. Itu semua berasal dari warga sekitar tempat usahanya. Secara tidak langsung, Jago Sablon juga memberdayakan masyarakat. Bahkan ada beberapa orang yang pernah membantunya, sudah bikin jasa sablon sendiri.
“Ada dua orang yang dulu sama kita kerja, sekarang sudah buka usaha sablon sendiri. Bagi kita enggak masalah, lagi pula itu juga membantu. Misal ada dapat order banyak, bisa opor ke mereka, jadi lebih cepat,” sebut Sarjana Akutansi Universitas Islam Riau (UIR) ini.
Kini Jago Sablon sehari bisa memproduksi 200 hingga 300 Pcs. Kalau dalam sebulan bisa 3.000 hingga Pcs, dengan harga Rp60 ribu hingga Rp80 ribu per kaos.
Buat Merek Fashion Lokal Cakap PKU
Seiring berjalannya waktu, Ari pun berkeinginan membuat merek fashion lokal yang bisa jadi oleh-oleh dari Kota Pekanbaru. Memang sebelumnya pernah ada merek fashion lokal, namun belakangan mulai redup bahkan menghilang.
“Iri juga kita merek seperti Kapuyuak di Bukittinggi, Dagadu di Yogyakarta bisa eksis, bahkan menjadi kebanggaan. Maka itu terlintas mau bikin juga, lahirlah Cakap PKU,” ujar Ari.
Cakap PKU sendiri diambil, karena cakap itu berarti “ngomong” dalam bahasa Melayu, sedangkan PKU singkatan dari Pekanbaru. Jadi awalnya desain Cakap PKU diambil dari omongan sehari-hari orang pekanbaru seperti “Panas Bedengkang”, “Ndak Ada Do”, dan lain sebagainya.
(Pembeli dari luar daerah banyak datang ke galeri Cakap PKU/foto-riki)
"Cara mendapatkan idenya, dari sekitar. Kadang kalau lagi duduk di mana, nanti kan ada dengar obrolan-obrolan orang. Jadi yang menarik, nanti langsung dicatat. Sampai di toko atau rumah langsung diedit, dan jadikan kaosnya,” ujarnya sambil tersenyum.
Untuk desain, awalnya dirinya memakai prinsip amati, tiru, dan modifikasi (ATM). Namun kini Cakap PKU sudah memiliki konsep tersendiri, dengan memadukan corak tradisional dan modern.
Untuk media promosi, Ari mengandalkan media sosial, khususnya Instagram. Siapa sangka, ternyata itu malah membuat Cakap PKU menjadi populer. Bahkan banyak yang tahu Cakap PKU dari Medsos. Setiap akhir pekan, tokonya di Jalan Kusuma, Simpang Tiga, Kecamatan Bukit Raya, selalu ramai pembali dari luar kota.
“Alhamdulillah, sekarang Cakap PKU ada di outlet oleh-oleh. Pembelinya bukan hanya dari Pekanbaru saja, tapi dari Bengkalis, Kampar, Kuansing, dan daerah lain. Bahkan sudah sampai Malaysia, dan juga Australia,” kata ayah tiga anak ini.
Cakap PKU juga sering diajak ikut pameran-pameran yang diselenggarakan Pemerintah Kota Pekanbaru, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau hingga instansi lainnya.
Ari juga beberapa kali menjadi narasumber di sejumlah kabupaten, untuk mengajari cara sablon hingga membagikan tips sukses berwirausaha.
Terbaru, dirinya mendapat hadiah mesin EDC (Electronic Data Capture) dari Bank Rakyat Indonesia (BRI). EDC, perangkat yang bisa digunakan untuk pembayaran non-tunai memudahkan dalam setiap transaksi pembelian kaos Cakap PKU.
“Saat acara Pekan Raya Pekanbaru itu kami nominal dan transaksi terbanyak. Jadi kami dikasih hadiah mesin EDC oleh BRI yang menjadi sponsor acara itu,” sebutnya.
Selain itu awal buat usaha, dirinya juga dibantu BRI untuk pembuatan QRIS pada tahun 2022. Dirinya merasa terbantu dengan dukungan BRI terhadap Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Karena sekarang ini transaksi digital semakin diminati. Tren cashless atau non tunai juga kami rasakan. Pembeli dari luar daerah atau orang kantoran biasanya QRIS, enggak bawa uang cash. Selain itu juga catatan transaksi kami juga lebih rapi,” sebutnya.
Kini Ari berharap produk fashion merek Cakap PKU miliknya tidak hanya dikenal secara lokal, namun juga global. Maka itu dirinya selalu terus beradaptasi dengan perkembangan zaman.
(Adaptasi pembayaran non-tunai, permudah setiap transaksi di Cakap PKU/foto-riki)
Digitalisasi Bantu UMKM Perluas Pasar
UMKM memang harus masuk ke dalam dunia transaksi digital. Pelaku UMKM mesti bisa beradaptasi dengan tren konsumen, yang lebih nyaman bertransaksi cashless atau non-tunai.
Itu disampaikan Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Kota Pekanbaru, Rizky Bagus Oka. Baginya Bank memang perlu mendukung pelaku UMKM untuk beradaptasi pembayaran non-tunai untuk memperluas pemasaran produk.
“Seperti yang dilakukan BRI, tidak hanya menyalurkan KUR (kredit usaha rakyat), tapi membantu pelaku UMKM untuk bisa berkembang dengan beradaptasi dengan zaman serba digital. Kita harapkan dengan upaya ini bisa membantu UMKM naik kelas,” ujarnya, Jumat (29/11/2024).
Sementara itu, dalam acara BRI Microfinance Outlook 2024, beberapa waktu lalu, KIT Royal Tropical Institute sebagai pusat studi independen, mendata 90% pelaku usaha sudah mengadopsi pembayaran QRIS.
Khususnya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), digitalisasi ini punya peran kunci dalam pemberdayaan dan membangun keberlanjutan usaha. Sebab bisnis di Indonesia yang ditopang UMKM, bahkan berkontribusi 60% terhadap PDB.
Bagi BRI, digitalisasi menjadi salah satu pondasi transformasi digital yang selama ini dilakukan. Sepanjang tahun 2023, tercatat sebesar 99% dari total transaksi BRI dilakukan lewat kanal digital.
Direktur Bisnis Mikro BRI Supari beberapa waktu lalu mengungkapkan pemanfaatan teknologi digital bisa menjangkau pelaku usaha secara luas. Guna meningkatkan kompetensi dan kapasitas pelaku usaha, efisiensi operasional sampai membukakan akses pasar yang masif.
Lewat percepatan digitalisasi, proses literasi mampu menjangkau lebih luas ke pelaku UMKM dengan memberi banyak manfaat, termasuk efisiensi operasional, meningkatkan produktivitas, memperluas jangkauan pasar, serta meningkatkan daya saing. Sehingga membuka kesempatan pelaku usaha mikro untuk naik kelas.
Penulis: Riki Ariyanto
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :