JAKARTA - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI membukukan laba bersih konsolidasi sebesar Rp 18,31 triliun di 2022. Capaian ini tumbuh signifikan 68 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan, kinerja positif ini ditopang oleh pertumbuhan pendapatan non-bunga (fee based income/FBI) yang sebesar 8,7 persen yoy menjadi Rp 14,8 triliun.
Hal ini dicapai dengan melakukan pergeseran pola pertumbuhan FBI untuk mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan biaya transfer melalui program BI Fast sejalan dengan tren menurunnya transaksi transfer antar bank.
"Laba bersih ini adalah tertinggi sepanjang sejarah dan berada di atas ekspektasi pasar," ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (24/1/2023).
Pendapatan non-bunga tumbuh BNI dapat menumbuhkan pendapatan non-bunga dengan memberi value-added bagi nasabah, seperti di retail banking terdapat fitur pembayaran tagihan yang saat ini berkontribusi lebih dari Rp 300 miliar ke pendapatan atau tumbuh 18 persen yoy.
Selain itu, di segmen business banking, BNI aktif memfasilitasi sindikasi dan mampu berkontribusi hampir Rp 1 triliun ke pendapatan non-bunga, atau naik 100 persen dibandingkan tahun lalu.
Hasil kinerja yang positif ini berdampak pada Pre-provisioning Operating Profit (PPOP) yang dibukukan sebesar Rp 34,4 triliun atau tumbuh 10,8 persen yoy.
Perbaikan kualitas kredit Selain itu, upaya perbaikan kualitas kredit melalui kebijakan perkreditan yang efektif mampu menekan rasio kredit macet (non-performing loan/NPL) sebesar 90 bps secara tahunan menjadi 2,8 persen.
"Pertumbuhan PPOP yang kuat dan diikuti dengan perbaikan kualitas aset ini membuat kami mampu menutup 2022 dengan capaian yang menggembirakan," ucapnya.
Jumlah kredit yang direstrukturisasi dengan stimulus Covid-19 juga terus menurun nilainya menjadi Rp 49,6 triliun atau setara dengan 7,8 persen dari total kredit BNI.
Penurunan terutama berasal dari sektor-sektor yang paling terdampak pandemi seperti restoran, hotel, tekstil dan konstruksi. Menurutnya, hal ini mengindikasikan bahwa bisnis debitur di sektor tersebut mulai kembali pulih.
Pertumbuhan CASA Tren positif pada kualitas aset ini juga mendorong pembentukan beban cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) menjadi lebih rendah sehingga biaya kredit (cost of credit) membaik dari 3,3 persen di tahun sebelumnya menjadi 1,9 persen.
Dari sisi likuiditas, BNI mencatatkan pertumbuhan Current Account Saving Account (CASA) sebesar 10,1 persen yoy, yang dihasilkan dari strategi perseroan untuk membangun transaction-based CASA, melalui penyediaan solusi keuangan dan transaksi yang komprehensif dan reliable. Penyaluran Kredit BNI Tumbuh 10,9 Persen
Di sisi kredit, BNI telah menyalurkan kredit sebesar Rp 646,19 triliun selama tahun 2022 atau tumbuh di atas target awal perusahaan yaitu mencapai 10,9 persen yoy.
Pertumbuhan itu diikuti dengan margin bunga bersih (net interest margin/NIM) yang terjaga di 4,8 persen.
"Pertumbuhan tersebut dicapai di tengah upaya BNI melakukan transformasi dan fokus membangun portofolio kredit yang sehat melalui ekspansi pada debitur top tier di masing-masing industri dan regional," jelasnya.
Adapun sektor business banking mencatat pertumbuhan 10,3 persen yoy menjadi Rp 532,2 triliun didorong oleh segmen korporasi blue chip yang tumbuh 28,9 persen yoy menjadi Rp 232,7 triliun, segmen large commercial meningkat 29,9 persen yoy menjadi Rp 53,1 triliun, segmen kecil terutama kredit usaha rakyat (KUR) yang tumbuh 19,8 persen yoy menjadi Rp 52,7 triliun.
Sementara di sektor consumer banking, kredit payroll masih menjadi fokus dengan pertumbuhan 20,3 persen yoy menjadi Rp 43,1 triliun, kemudian diikuti oleh Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang tumbuh 7,9 persen yoy menjadi Rp 53,5 triliun.
Dengan demikian secara keseluruhan, kredit konsumer BNI tumbuh 11,2 persen yoy menjadi Rp 110,1 triliun di 2022.
Lebih lanjut, BNI juga melihat debitur yang terdampak pandemi terus mengalami pemulihan. Hal ini berdampak positif pada portofolio restrukturisasi kredit akibat Covid-19 yang hingga akhir 2022 tersisa Rp 49,6 triliun, turun 31,2 persen yoy, seperti yang dilansir dari kompas.
Seiring dengan hal tersebut, rasio loan at risk (LaR) ikut membaik menjadi 16 persen, dibandingkan 2021 yang berada di posisi 23,3 persen. (*)
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda)