Stok dalam Negeri Banyak, tapi Harga Minyak Goreng Masih Tinggi
Kamis, 02 Juni 2022 - 14:57:57 WIB
JAKARTA - Ahli Hukum Ekonomi Kerakyatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sofyan Pulungan, mengapresiasi keputusan pemerintah yang mencabut larangan ekspor minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO).
Menurutnya, langkah ini merupakan bukti keberpihakan pemerintah kepada petani sawit.
Sofyan menjelaskan dibukanya kembali ekspor minyak sawit akan mengembalikan produktivitas petani sawit yang sebelumnya sempat terganggu akibat adanya moratorium ekspor CPO dan turunannya.
Sebab, banyak petani sawit yang dirugikan akibat moratorium tersebut mengingat banyak Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang membatasi bahkan menghentikan pembelian Tandan Buah Segar (TBS) yang diproduksi petani skala kecil.
Data Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), dari total 1.118 pabrik sawit di Indonesia, setidaknya 25% menghentikan pembelian TBS dari petani akibat moratorium pelarangan ekspor sawit.
"Memberhentikan sementara ekspor CPO adalah keputusan yang tepat, akan tetapi kalau terlalu lama justru membahayakan kepentingan petani sawit. Stok CPO kita itu berlebih untuk kebutuhan dalam negeri sehingga diperlukan orientasi ekspor untuk mencegah stok mubazir dan rusak akibat tidak terserap sepenuhnya. Di sini kebijaksanaan pemerintah dalam mengedepankan kepentingan berbagai elemen masyarakat tercermin," ujar Sofyan seperti dikutip dari Okezone.com pada Kamis (2/6/2022).
Dia menyebut dengan dibukanya ekspor CPO akan meningkatkan serapan dari PKS ke petani sawit sehingga dapat mengembalikan kesejahteraan petani.
Selain itu, pencabutan moratorium larangan ekspor CPO juga bisa membuat harga TBS kembali stabil bahkan meningkat di pasaran setelah sebelumnya sempat anjlok 70% di bawah harga dasar yang ditetapkan oleh pemerintah.
Hal ini juga sejalan dengan upaya pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19.
"Serapan TBS dari petani akan meningkat harapannya demikian juga dengan kesejahteraan mereka yang semakin terjamin karena sebelumnya mereka menjerit akibat larangan ekspor ini. Sebab ini penghasilan utama mereka," jelasnya.
Sofyan juga menuturkan bahwa peristiwa kelangkaan minyak goreng beberapa waktu lalu harus menjadi pembelajaran berharga bagi pemerintah untuk memperbaiki tata kelola perdagangan minyak sawit.
Dia menilai minyak sawit dan turunannya seperti minyak goreng berkaitan dengan hajat hidup masyarakat luas karena memegang peranan penting dalam kebutuhan sehari-hari masyarakat.
Mempertimbangkan hal tersebut maka Pemerintah harus memprioritaskan kebijakan yang dapat menjadi titik temu semua kepentingan.
Dia menyampaikan perdagangan minyak sawit harus dipastikan berjalan dengan baik, mulai dari hulu hingga hilir.
Di bagian hulu, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan implementasi tata kelola perkebunan sawit sudah sesuai dengan regulasi yang ditetapkan.
Pasalnya, menurut Sofyan, masih banyak perusahaan yang membeli kelapa sawit dari petani dengan harga di bawah ketetapan pemerintah.
"Tata kelolanya harus diperbaiki dari hulu hingga hilir agar tidak ada yang dirugikan. Sumber utama tata kelola sawit terdapat di Pasal 33 UUD 1945. Pasal 33 mengamatkan ekonomi kerakyatan yang ciri utamanya adanya keberpihakan negara kepada yang kelompok yang lemah, yaitu petani kecil," ucapnya.
"Hubungan kerjasama antara petani pemilik lahan dengan perusahan besar pemilik PKS harus dibangun atas dasar nilai kebersamaan, ada rasa persaudaraan dan saling membutuhkan bagi kedua belah pihak. Bagi pelaku usaha skala besar, jangan lupa lahan sawit mereka adalah tanah berstatus Hak Guna Usaha (HGU), itu milik tanah negara yang dikelola perusahaan sawit untuk dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Saya mendukung rencana pemerintah untuk melakukan audit menyeluruh industri ini," tambahnya.
Keberpihakan pemerintah pada kepentingan masyarakat luas dalam tata kelola industri dan pengawasan tata niaga komoditas menjadi kunci kesejahteraan masyarakat untuk pemulihan ekonomi nasional.
Upaya penanggulangan kelangkaan minyak goreng dalam negeri dengan moratorium sementara ekspor sawit sepatutnya perlu diimbangi dengan melihat kondisi yang terjadi pada hulu hilir rantai pasok kelapa sawit.
Sehingga kebijakan yang diberlakukan turut memberikan keuntungan di sisi hulu yang dalam hal ini adalah petani sawit.
Kebijakan pemerintah yang memprioritaskan kepentingan rakyat harapannya konsisten tercermin juga pada komoditas-komoditas lainnya.
Diketahui, Presiden Joko Widodo telah membuka kembali ekspor CPO pada 23 Mei 2022 setelah sebelumnya diberhentikan sementara pada 28 April 2022. (*)
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :