PEKANBARU - Aturan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) minyak sawit (CPO), yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) mendapatkan sorotan dari berbagai pihak.
Hal ini lantaran aturan tersebut bisa bikin petani sawit makin kesusahan. Pasalnya, persis sehari setelah pengumuman soal DMO dan DPO itu, harga sawit di seluruh daerah di Indonesia langsung anjlok.
Padahal, aturan itu baru akan diberlakukan mulai 1 Februari 2022. Namun perusahaan langsung menurunkan harga pembelian CPO mereka sehari pasca pengumuman aturan itu.
Sekretaris DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Riau, Djono Albar Burhan, mengatakan, pada perdagangan Sabtu (29/1/2022) kemarin, harga pembelian TBS sawit petani Riau rata-rata anjlok mulai Rp300 sampai Rp1.000 per kilogram.
"Saya pikir peraturan ini blunder. Ini tidak bisa disamakan dengan batu bara, karena di sawit ini kita bermain dengan petani. Dan DMO itu tidak bisa main ditentukan begitu saja," kata Djono, Minggu (30/1/2022).
Alumni University of Auckland Business School itu mengatakan, ini bukan cuma persoalan industri minyak sawit saja, melainkan persoalan perekonomian jutaan masyarakat Indonesia di 22 provinsi yang menggantungkan hidupnya di sawit.
Persoalannya saat ini, kata Djono, harga kebutuhan para petani untuk merawat kebun mereka sudah jauh berbeda seiring dengan naiknya harga sawit setahun terakhir.
Jadi apabila saat ini dibuat aturan baru dengan DMO dan DPO minyak sawit, tentu para petani akan semakin sengsara.
"Waktu harga CPO Rp15.000, apa petani menikmati? Enggak. Karena harga kebutuhan untuk pupuk dan lainnya itu sudah mahal. Apalagi ini dibuat aturan DPO Rp9.300, bukannya untung, petani malah makin merugi," kata dia.
"Bukan menjaga stabilitas jadinya, karena biaya baru (perawatan kebun) sudah terbentuk. Ini bukan cuma tentang harga TBS dan harga CPO. Harga lainnya sudah terbentuk, harga pestisida, pupuk. Memangnya produsen itu mau menurunkan harganya seperti harga TBS yang sebelumnya? Enggak mungkin mereka mau," keluh Djono.
Djono mengatakan, seharusnya pemerintah tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Dia juga meminta agar seluruh pihak yang terkait, bisa dilibatkan dulu sebelum keputusan itu diambil, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
"Kalau kami dari petani sawit, kalau bisa mengenai hal-hal seperti ini, baiknya bottom-up lah, jangan top-down. Jadi dengarkan lah dulu kata-kata petani kelapa sawit, bagaimana keadaannya. Apakah harga yang saat ini menguntungkan atau tidak," katanya.
Dia mengatakan, dengan kebijakan DMO dan DPO minyak sawit ini, justru akan menimbulkan masalah baru yang lebih pelik.
"Sebenarnya begini, kalau nanti harga TBS jatuh, daya beli masyarakat itu akan berkurang. Karena penurunan kemiskinan itu disebabkan sawit, khususnya di desa-desa. Jadi kalau mau menyelamatkan minyak goreng itu, pemerintah harus lebih memperhatikan lagi semua aspek yang ada di dalamnya," pungkasnya.
Penulis : Bayu Derriansyah
Editor: Ardian
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :