Oleh: Andy Indrayanto
"Boran Pertama Yang Mengubah Jalan Sejarah Kelompok Manusia.
Di Bor Oleh NKPM Pada Tanggal 15 September 1939."
Di hamparan tanah seluas 40x60 m2 di Desa Seko Lubuk Tigo, Kecamatan Lirik, Kabupaten Inhu, sebuah monumen marmer terlihat kusam. Dikelilingi pagar kawat yang tak sepenuhnya melindungi, monumen marmer itu ditemani pompa angguk yang bilah bajanya mengaduk-aduk perut bumi. Langit Lirik yang siang itu tak berawan, panasnya menerpa rangkaian huruf di atas marmer yang sudah tak begitu jelas ejaannya. Di sana-sini, cat hitam dari barisan kalimat yang menjadi pembuka tulisan di atas, mengelupas tergilas waktu.
Tak jauh dari prasasti marmer dan bilah beton yang mematuk bumi, di kelebatan pohon sawit, tampak gundukan batu-bata bekas tangsi atau perkantoran para pekerja pada zaman Belanda dulu. Tak ada bekas yang tersisa sama sekali, yang menyiratkan kebesaran perkantoran LR3 di masa lampau. Cuma gundukan batu bercampur lumut dan tanah yang nyaris membungkus jejak-jejak bersejarah itu.
"Saya masih ingat betul cerita datuk-datuk saya tentang pompa LR3 yang merubah peradaban di Lirik ini," kenang Jumaris (63), tokoh masyarakat Desa Seko Lubuk Tigo, Lirik, Kecamatan Inhu, mulai bercerita.
Meski ingatannya tak sepenuhnya sempurna karena usia, namun bibir Jumaris lancar menceritakan soal jalan di depan rumahnya yang begitu halus karena kerap disirami minyak mentah. Dia juga masih ingat, saat ladang migas di Lirik masih dikelola PT. Stanvac Indonesia (PTSI), jauh sebelum hadirnya Blok Japura yang dikelola Pertamina EP Asset 1 Lirik Field, artis-artis Ibukota yang terkenal kala itu seperti Bing Slamet, Henny Purwonegoro, Ateng-Iskak dan lain-lain, sekitar tahun 70-80-an, datang menghibur masyarakat Riau khususnya Lirik tiap kali perusahaan merayakan hari jadinya.
Tak bisa dipungkiri, kehadiran pompa angguk LR03 di Lirik membawa perubahan besar bagi ekonomi masyarakat di daerah tersebut. Dari bawah tanah LR03, dihasilkan jutaan barrel minyak yang mengalir ke perusahaan dan otomatis meningkatkan gairah ekonomi serta pembangunan di wilayah ini. Bahkan, semua fasilitas terbaik seantero Riau, kala itu, justru ada di Lirik bukan di Pekanbaru. Sebut saja RS Stanvac, Bandara Japura, hingga fasilitas di Kompleks Perumahan Karyawannya, merupakan yang terbaik, teraman, dan tercanggih pada masa itu.
"Ekonomi pun bergairah dan berputar cepat karena banyak masyarakat sini yang terserap dalam perusahaan yang dulu bernama PT. Stanvac Indonesia ini," kata laki-laki yang rambut di dagunya hampir memutih semua ini.
Mata Jumaris kembali menerawang, seakan laki-laki asal Desa Seko Lubuk Tigo itu tengah mengumpulkan kembali serpihan-serpihan kenangan yang masih tersisa dalam ingatannya. Katanya, dia merasakan benar berbagai fasilitas kenyamanan saat menjadi anak karyawan dari PTSI. Bayangkan saja, kala itu di tahun 70-an, dimana kondisi kehidupan juga susah, tapi karena orangtua angkatnya bekerja sebagai karyawan PTSI bagian listrik, membuat kondisi sulit itu tak dirasakan benar oleh Jumaris kecil.
"Bapak angkat saya, almarhum Bujang Preman, bekerja di PTSI sebagai karyawan bagian listrik. Saat itu, bekerja di PTSI apalagi sebagai karyawan, bukan main prestisius-nya. Kala itu, kami merasakan benar berbagai fasilitas yang tak bisa dinikmati masyarakat umum. Seperti listrik, air, kami tidak beli seperti sekarang. Kalau mau pakai, pakai lah sesukanya. Kalau mau mandi di kolam renang, tinggal pilih karena ada dua tempat yakni Is Doli dan LRC, kita tinggal mandi saja di sana. Kalau tak silaf, kolam renang LRC itu untuk anak-anak staf dan Is Doli bagi anak-anak karyawan, di zaman itu," Jumaris tertawa kecil hingga barisan gigi depannya yang utuh, terlihat jelas saat bicara barusan. Seolah kenangan indah masa kecilnya itu terpampang di depan matanya.
Laki-laki yang lahir di tahun 1957 ini memang tengah tenggelam ke masa silam, saat penulis mengupas kenangan soal pompa angguk LR3 di masa jayanya. Malah seolah dia ingin menghanyutkan kenangan itu lebih dalam lagi. Jumaris melanjutkan, dengan adanya LR3 yang dibangun di Desa Seko Lubuk Tigo, desa ini kemudian menjadi cikal bakal lahirnya kecamatan yang bernama Lirik.
"Lirik itu bahasa asli kampung kami, asal kata dari Liyik. Daun Liyik ini berasal dari pohon tumbuh-tumbuhan yang daunnya besar dan beraroma wangi. Dulu, daun ini biasanya menjadi pembungkus nasi orangtua jika pergi ke ladang. Cerita datuk-datuk saya, awal mulanya ada karyawan asing yang menanyakan pada penduduk soal nama daun yang menjadi pembungkus nasi itu. Lalu dijawab oleh penduduk, kalau daun yang menjadi pembungkus nasi dan aromanya wangi itu, namanya daun Liyik. Karena susah melafalkan ejaan itu, lama-kelamaan kata Liyik berubah menjadi Lirik," ujar laki-laki yang memiliki dua anak ini.
Penemuan ladang minyak di Lirik menyulap kota itu menjadi sebuah kota yang menjanjikan kehidupan lebih baik. Bak gadis remaja yang siap dipinang, berdatanganlah para pemuda dari berbagai penjuru daerah ke kota ini untuk mencoba peruntungannya. Apalagi memang saat itu dibuka kesempatan seluas-luasnya bagi yang ingin bekerja di sini. Bisa dibilang, di tahun 70-an, kota Lirik menjadi kota gemerlap dilimpahi dolar-rupiah yang melimpah ruah.
"Meskipun roda ekonomi berkembang pesat namun suasana kota Lirik tetap aman dan damai, tak ada kejahatan-kejahatan besar. Antara penduduk asli dan pendatang, berjalan dengan penuh harmoni," kata Jumaris dengan suara serak, seperti tengah merindukan suasana itu kembali hadir.
Berbagai kisah dan cerita yang berserak dibenak Jumaris, siang itu di awal Agustus, seolah kembali menyatu. Jumaris masih ingat, ketika pompa angguk LR3 usai dibangun, lokasi LR3 lantas menjadi tempat wisata jika hari Minggu atau liburan tiba. Jika anak zaman sekarang memakai istilah selfie dengan latar belakang obyek tertentu, maka pompa angguk LR3 menjadi obyek favorit masyarakat Lirik di tahun 70-an.
Dalam Wikipedia disebutkan, Kota Lirik merupakan dataran sedang yang berbatasan dengan kawasan Bukit Macan belantara Seko Lubuk Tigo. Lirik dikenal karena menjadi wilayah di Indonesia, yang sengaja dibuka untuk merintis kegiatan awal eksplorasi pertambangan minyak dan gas bumi oleh salah satu perusahaan eksplorasi minyak asing sekitar tahun 1950-an. Dulu hanya merupakan kawasan kecil yang banyak terdapat titik minyak bumi.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat di wilayah sekitarnya, seperti Air Molek, Kota Rengat, Belilas, Sorek menganggap bahwa Lirik merupakan daerah tempat tinggal bagi keluarga orang-orang berpunya. Apalagi kebutuhan umum seperti Listrik, Air dan Telpon disediakan gratis bagi keluarga pegawai/karyawan perusahaan minyak, sama persis seperti apa yang disampaikan Jumaris. Fasilitas umum seperti: bioskop, kolam renang, lapangan tennis, golf-yard, panggung pertunjukan, rumah sakit, bumi perkemahan, pemadam kebakaran, landasan helycopter disediakan dan dibangun untuk mensupport kegiatan perusahaan minyak tersebut.
Diakhir pekan, LRC (sekarang Dang Patra) dan Isdoli, menjadi sentra kegiatan hiburan dan olahraga di Lirik. Ada juga fasilitas bandara Japura, yang digunakan untuk kepentingan pekerjaan dinas, maupun dalam melayani anggota keluarga karyawan perusahan minyak yang ada di Lirik.
Perawatan berkala pada sebagian besar ruas jalan desa di Kecamatan Lirik adalah sebagai bentuk CSR dari perusahaan minyak tersebut. Setiap beberapa bulan sekali, jalan-jalan desa disiram Latung, sejenis cairan residu akhir minyak bumi yang mengeras dan mengikat debu ketika disiramkan ke jalan-jalan di Lirik yang kebanyakan masih tanah. Pemukiman-pemukiman khusus karyawan yang bukan warga asli Lirik dibangun dengan bentuk camp-camp (Camp1, Camp2, Bukit Pramuka, Dormitory) dengan lengkap pos pengamanan dari petugas security perusahaan, jalan aspal, type rumah dan fasilitas lengkap.
Kini, ladang minyak yang dulunya dikelola perusahaan tersebut, dialihkan tata-kelolanya kepada BUMN migas dan perusahaan migas swasta nasional. Dan, aktivitas eksplorasi migas di Lirik pun, menjadi kelanjutan dari pengambilalihan 100% saham perusahaan swasta asing pada tahun 1995. Ciri khas yang sekarang menjadi ikon dari Kecamatan Lirik adalah Stasiun Pengumpul Minyak Sungai Karas, yang berupa kolam-kolam penampung materi liquid panas, tabung-tabung berwarna hitam, dan pipa saluran berukuran besar, yang terlihat saat melewati Jalan Lintas Timur Sumatra.
Data PT Pertamina EP Asset 1 Lirik Field yang kini mengelola ladang minyak di Lirik, dipaparkan perjalanan pengelolaan ladang minyak di kota itu. Dimulai tahun 1925 oleh Standard Oil of New Jersey (Amerika) dan Nederlanse Koloniale Petroleum Maatschapij (Belanda). Di tahun 1939 bor dan sumur pertama kali yang menghasilkan minyak adalah sumur LR3 yang berada di Desa Seko Lubuk Tigo di Kecamatan Lirik, setelah sebelumnya di sumur pertama dan kedua, yang hanya berjarak 20 meter dari LR3, mengalami kegagalan dalam menemukan sumber minyak bumi. Kemudian tahun 1941 ditemukan Struktur Sago dan dilakukan test awal pada sumur LS-10 dan menghasilkan minyak 850 BOPD dengan kadar air 0 %.
"Tahun 1945, pengelolaan lapangan diambil alih oleh NV. Standard Vacuum Petroleum MIJ (STANVAC). Empat tahun kemudian, tahun 1949 ditemukan struktur Ukui, Andan dan Pulai," terang Lirik Field Manager, Kurniawan Triyo Widodo, pada penulis.
Kurniawan mengatakan di tahun 1959, NVSVPM (Stanvac) melakukan joint dengan PTSI dan berganti nama menjadi PT. Stanvac Indonesia. Empat tahun kemudian, tepatnya tahun 1963 PT Stanvac Indonesia melakukan kontrak kerjasama dengan Pertamina. Dan di tahun 1983, babak sejarah baru bergulir dengan diserah terimakan pengelolaan lapangan Lirik kepada Pertamina meliputi 10 struktur yakni Molek, Sago, Lirik, Belimbing, Andan, Ukui, Pondok, South Pulai, Central Pulai dan North Pulai.
"Sejarah baru itu tercatat di tanggal 28 November 1983," katanya.
Delapan tahun kemudian, di tahun 1991 terjadi Joint Operating Body (JOB) antara Pertamina dengan PT Lirik Petroleum. Di tahun 2006, Lapangan Sago dikelola oleh Unit Bisnis Pertamina EP Lirik (UBEP Lirik). Di sini dilakukan survey 4D micro gravity. Tahun 2009, UBEP Lirik mulai mengelola Blok Japura dengan menggabungkan Pertamina EP field Lirik Regional Sumatera ke UBEP Lirik. Pemboran eksplorasi LS-182 dilakukan di sini.
"Di tahun 2013 sampai sekarang, terjadi perubahan organisasi UBEP Lirik diganti dengan PT Pertamina EP Asset 1 Lirik Field," ujarnya.
Perjalanan waktu, Lirik kini sudah tidak segemerlap dulu lagi. Hal itu seiring cadangan alam minyak bumi di Lirik yang tiap tahun semakin menipis. Masa-masa indah dan sukacita yang pernah dirasakan oleh Jumaris, sudah lama berlalu tertelan zaman. Data yang diperoleh dari PT Pertamina EP 1 Asset Lirik, produksi tertinggi yang pernah dihasilkan LR3 adalah sebesar 115,8 BOPD yang terjadi di tahun 1969. Saat ini, angka produksi LR3 hanya sebesar 8 BOPD. LR3 sempat dihentikan produksinya dikarenakan ada niat dari PT Pertamina untuk dijadikan monumen perminyakan di Kota Lirik. Namun entah kenapa, di tahun 1997, LR3 di-injeksi sehingga kembali berproduksi sampai sekarang.
Kini, jika berkesempatan datang ke area LR3 di Desa Seko Lubuk Tigo, LR3 itu masih berfungsi dengan baik. Bilah bajanya masih terus menghujam bumi Lirik, tanpa kenal lelah. Gundukan batu berbungkus lumut bekas tangsi atau camp para karyawan, masih ada dikepung pohon-pohon sawit. Juga prasasti yang meski huruf-hurufnya telah memudar, namun dalam benak Jumaris dan orang-orang yang pernah merasakan gemerlap kejayaan LR3, kenangan itu tak pernah pudar. Jejak-jejak sejarah perminyakan di Lirik, telah menjadi ekspresi kejayaan migas di salah satu sudut kota di Bumi Lancang Kuning.***
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :