www.halloriau.com  


BREAKING NEWS :
XL Axiata Pastikan Konektivitas Lancar untuk Sukseskan Pilkada 2024
Otonomi
Pekanbaru | Dumai | Inhu | Kuansing | Inhil | Kampar | Pelalawan | Rohul | Bengkalis | Siak | Rohil | Meranti
 
Memanen “Energi Biru” di Jantung Blok Rokan
Rabu, 04 September 2024 - 21:01:26 WIB
Sudarman, Ketua Kelompok Tani Bhina Mukti Sari menunjukkan api kompor bersumber dari biogas hasil pemanfaatan limbah (foto/riki)
Sudarman, Ketua Kelompok Tani Bhina Mukti Sari menunjukkan api kompor bersumber dari biogas hasil pemanfaatan limbah (foto/riki)

Energi bersih ramah lingkungan bukan hanya sebatas angan. Desa Mukti Sari menjadi bukti, dari limbah bisa menjadi biogas, untuk menopang kemandirian energi.

KAMPAR – Ratno punya kesibukan baru. Tiap Jumat, ia sambil bawa karung beras kosong, pergi ke Pasar Rakyat Desa Mukti Sari, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, Riau.

Tiba di pasar yang sudah sepi, Ratno mengutip tomat busuk, sawi layu, hingga terung tak laku. Bagi pedagang, itu semua hanyalah sampah organik tak bernilai. Namun di tangan Ratno semuanya bisa ‘disulap’ menjadi biogas untuk kebutuhan dapur rumahnya.

“Saya cukup sekali seminggu mengumpulkan sampah sayur di pasar desa. Bisa dapat dua karung, sekitar 30 kilogram. Biasanya kalau untuk nyayur sama merebus air, stok biogasnya sudah lebih dari cukup,” ujar Ratno membuka cerita, Rabu (28/8/2024). 

Sayuran yang dipungut itu nantinya akan dicampur dengan air. Dilumat ke dalam inlet atau tangki pencampur. Setelah menjadi bubur, kemudian dialirkan ke reaktor berbentuk kubah yang anaerob atau hampa udara. Dari proses ini, nantinya gas metan akan memisahkan diri dan bisa ‘dipanen’ setiap hari.

Ratno merasa sangat terbantu dengan adanya energi alternatif ini. Dulu, sebelum punya reaktor biogas, ia sering mengalami kehabisan elpiji 3 Kg atau gas melon. Lebih parah lagi, jika gas langka. Harga di warung bisa selangit.

“Wah, jangan ditanya, saya sering alami itu ‘mogok’ masak. Sedang masak, tiba-tiba gas habis. Dicari ke pangkalan gas enggak ada. Dapatnya di warung, tapi harganya bisa Rp25 ribu per tabung,” ujarnya.

Semenjak bisa memanen biogas dari rumah, Ratno sudah lupa kapan terakhir ia merasakan kelangkaan gas. Bahkan kini dirinya bisa berhemat, tidak lagi bergantung pada LPG 3 Kg.

Ia cukup putar kran yang ada di dekat kompor. Kemudian tungku disulut menggunakan pemantik api. “Wush.” Gas yang menguap langsung dilahap ‘si biru’. Uniknya, tak ada aroma khas gas elpiji yang tercium.

“Jadi dulu saya habiskan empat sampai lima tabung gas 3 Kg dalam sebulan. Kalau sekarang paling satu tabung, itu juga persediaan misal harus masak banyak saat ada tamu,” ujarnya. Artinya dalam sebulan sedikitnya Ratno sudah bisa berhemat Rp60 ribu sampai Rp80 ribu.

(Sudarman, Ketua Kelompok Tani Bhina Mukti Sari menjelaskan DEB Berdikari berbasis biogas/foto-riki)

Ratno baru setahun memanen biogas dari limbah sampah. Sebelumnya, ia hanya bisa mendengar cerita dari Sudarman, yang merupakan Ketua Kelompok Tani Bhina Mukti Sari. Saudaranya itu lebih dulu menikmati biogas.

Desa Mukti Sari masuk dalam program Desa Energi Berdikari (DEB) yang diinisiasi PT PHR sejak tahun 2022. PHR mengamanahkan Yayasan Rumah Energi (YRE) sebagai pendamping. Secara umum, konsepnya memanfaatkan energi terbarukan, dengan bahan baku feses atau kotoran hewan, ampas tahu, hingga limbah sayuran di pasar.

Desa ini dipilih, menimbang banyak sapi yang diternakkan warga. Namun, sapi itu hanya dilepas liarkan ke kebun sawit. Sehingga banyak kotoran sapi, yang merupakan sumber utama biogas, terbuang sia-sia.

Kemudian tahap awal, Sudarman bersama tujuh warga lainnya menerima bantuan pembuatan reaktor dari PHR. Proyek itu pun berhasil. Dapur rumah Darman dan warga lainnya pun mengepul. Bukan itu saja, biogas yang dialirkan ke lampu petromax di teras rumah sukses menyala.

Hal ini cukup bikin Ratno iri. Ia kemudian mengajak Sudarman bicara serius. Bagaimana cara, agar ia juga bisa mendapatkan bantuan reaktor biogas dari PHR.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Tahun 2023, PHR kembali menyalurkan bantuan berupa pembangunan sebanyak 12 reaktor baru. Seiring dengan tingginya minat masyarakat penerima manfaat, Ratno salah satunya. Ia dibangunkan reaktor dengan kapasitas empat meter kubik. Sesuai dengan ketersediaan bahan baku dan keterbatasan lahan miliknya.

“Kalau bisa ada lagi (bantuan reaktor), banyak tetangga yang mau. Karena mereka sudah melihat langsung hasilnya,” tuturnya.

Sadar atau tidak, Ratno telah berkontribusi dalam upaya penanganan limbah organik. Sayuran busuk yang dibuang dan menimbukan bau tak sedap. Kini, berkat adanya biogas, limbah-limbah itu justru memberi manfaat.

Sempat Dipandang Sebelah Mata

Di sisi lain, menurut cerita Sudarman, Program DEB berbasis energi bersih ini, awalnya memang sepi peminat. Terlebih, ada banyak persepsi negatif tentang kotoran sapi jika dipakai untuk bahan baku utama biogas.

“Ada yang bilang kotor lah, najis lah. Karena dari kotoran,” sebut pria yang akrab disapa Darman ketika berbincang di rumahnya. “Padahal yang kita gunakan memasak itu kan, gas. Kalau pun ada ampas biogas (bioslurry), itu terpisah. Bisa dimanfaatkan untuk pupuk tanaman,” katanya sampil menawari kopi Lampung.

Belum lama ini, saudara Darman dari Lampung singgah ke rumahnya. Mereka kaget setelah tahu ia memasak enggak pakai gas elpiji lagi. Bahkan, saudaranya lebih takjub lagi, saat tahu sumber gas yang dipakai itu berasal dari kotoran sapi di kandangnya.

"Saudara saya langsung sibuk nge-video-in pake hape. Ngasih tahu orang di kampungnya, kalau saya masak enggak pake elpiji,” sebut Darman terkekeh.

Sudah tak terhitung berapa banyak orang yang penasaran datang ke tempatnya. Hampir semua pengunjung sudah bersiap tutup hidung, kalau diajak ke kandang sapi tempat reaktor biogas berada.

“Tapi sampai ke kandang malah enggak jadi (tutup hidung). Karena memang enggak bau ya,” ujar Darman.

Saat ini, sapi milik Darman ada delapan ekor. Semua kotoran sapi miliknya itu menjadi bahan baku biogas. Cara kerjanya cukup sedernaha, kotoran dan urine sapi dicampur dengan air di dalam bak penampung. Sebelum dimasukkan ke reaktor atau digester, bahan baku tadi dihaluskan lagi dengan alat.

Takaran kotoran sapi dan air yang dicampurkan itu, satu banding satu. Setelah itu semua bahan baku dituang ke reaktor. Di dalam sana, mikroba bekerja untuk mengeluarkan gas metana.

Tekanan gas metana akan terukur di manometer. Bedanya dengan gas elpiji konvensional, tekanan biogas yang berkurang, bisa bertambah dengan sendirinya.

“Misal, tekanan gas menyusut siang hari karena dipakai untuk masak. Sore atau malam harinya sudah terisi lagi, otomatis. Bisa langsung di panen,” jelas Darman.

Sama seperti Ratno, selama hampir dua tahun ini Darman sudah nyaris tak pernah membeli gas 3 Kg. Ia cuma membeli gas melon untuk wanti-wanti, kalau saluran macet atau ada kerusakan pada kompor.

Penggunaan biogas ini juga terbilang hemat. Darman bisa masak apa saja berjam-jam hanya berbekal gas yang "dipanen" dari limbah kotoran sapi.

“Misal di manometer menunjukkan angka 10, itu cukup untuk memasak selama lima jam. Mau masak apa selama itu, coba. Mateng semua,” ujar bapak tiga anak ini tersenyum.

(Ampas biogas yaitu bio-slurry dari Desa Mukti Sari diolah jadi pupuk organik padat berkualitas/foto-riki)

Limbah Jadi Berkah

Pemanfaatan limbah kotoran sapi tidak hanya berhenti di gas alternatif ramah lingkungan saja. Ampas biogas juga memiliki turunan dengan memanfaatkan bio-slurry menjadi Pupuk Organik Padat (POP) dan Pupuk Organik Cair (POC).

Darman mengatakan bio-slurry padat dan cair yang dihasilkan reaktor biogas miliknya cukup banyak. Maka itu kelompoknya mengolah kembali untuk dijadikan pupuk organik.

“Alhamdulillah untuk POP ada yang aplikasikan ke kebunnya. Itu hasil panen sawit ada peningkatan buah dari tiga ton bertambah jadi lima sampai enam ton. Kalau POC produk kita juga ada yang coba ke padi, itu juga disebut lebih berisi dari yang lain,” sebutnya.

Kelompoknya dalam periode Juni hingga Agustus 2024 sudah memproduksi pupuk padat sekitar 12 ton, dengan harga Rp3.000 per kilogram. Sedangkan pupuk cair sudah lebih dulu diproduksi. Total enam kali produksi sudah mencapai 6.000 liter dengan harga dipasaran Rp30 ribu per liter.

“Kalau dihitung pendapatan di kas kelompok sudah mencapai Rp15 juta. Jadi ampas biogas ini sangat potensial untuk dikembangkan menjadi bisnis baru desa,” kata Darman.

Hanya saja saat ini produk turunan ini masih dalam proses perizinan. Sehingga baru bisa dipakai untuk terbatas kalangan sendiri. Tidak bisa dipajang bebas di toko-toko. Saat ini pihaknya dibantu PHR untuk dibantu keluar izin edarnya.

“Itu yang kita kita kejar sekarang, hak paten dan izin edarnya. Karena produksi kita cukup tinggi dengan bahan baku yang melimpah. Semoga nanti bisa segera bisa dipasarkan,” sebutnya.

Potensi ekonomi pemanfaatan ampas biogas ini dibenarkan Community Development Officer YRE, Femi Rianto. Mitra PHR ini sudah melakukan pendampingan Program DEB di Desa Mukti Sari dengan menggelar pelatihan produksi POC dan POP. Kedua produk yang akan dijual dengan merek Prima Bioslurry ini masih terus berproses, terutama dalam hal administrasi agar bisa dijual bebas di pasaran.

Melihat data Badan Pusat Statistik (BPS), Provinsi Riau memiliki total sapi potong tahun 2021 sebanyak 208.522 ekor. Angka itu bertambah setahun kemudian menjadi 209.601 ekor.

Khusus di Kabupaten Kampar untuk tahun 2022 saja ada 29.001 ekor sapi perah, 14.840 ekor kerbau, dan 25.157 kambing. Artinya Riau masih sangat berpotensi untuk mengolah limbah kotoran ternak untuk dimanfaatkan menjadi biogas dan pupuk bernilai ekonomi tinggi.

Itu disampaikan Dosen di Fakultas Pertanian dan Peternakan (Fapertapet) UIN Sultan Syarif Kasim (Suska) Riau, Anwar Efendi Harahap, SPt, MSi. Baginya potensi biogas dari limbah kotoran ternak hampir semua ada di Riau.

Ia bersama dosen lainnya pernah membuat proyek biogas serupa saat program Forum Group Discussion (FGD) Pengabdian Kepada Masyarakat terintegrasi di Desa Bonai, Kabupaten Rokan Hulu tahun 2018. Kemudian dirinya juga sudah pernah membuat biogas untuk di Fapertapet UIN Suska Riau pada 2019.

“Hasil analisis kita, biogas dengan skala rumah tangga sangat mungkin untuk dibuat di Riau. Karena bahan baku seperti feses sapi dan hewan ternak lainnya mudah didapatkan. Gratis lagi,” ujarnya ketika dihubungi halloriau.com, Selasa (3/9/2024).

Dosen jebolan Institut Pertanian Bogor (IPB) itu mencatat ada banyak pilihan bagi desa atau pribadi untuk buat reaktor. Mulai dari tingkatan volume tiga meter kubik, enam meter kubik, dan sembilan meter kubik.

“Untuk kapasitas enam meter kubik hasil analisis kami, itu sudah bisa bisa menghasilkan 13 Kg (gas metan) per hari. Itu cuma butuh bahan baku feses dan urine dari lima sampai enam ekor sapi saja. Hasil perhitungan kita itu sudah oke. Karena bisa mengaliri enam sampai tujuh rumah dari satu reaktor,” sebutnya.

Hanya saja memang tantangan akan dihadapi yaitu mindset peternak yang lebih suka melepasliarkan sapi dan kerbau. Karena pemilik tak perlu ngarit mencari pakan ternak. Tetapi itu malah menyia-nyiakan ‘harta karun’ yaitu biogas dan bio-slurry.

“Jadi kendala itu peternak sukanya melepas sapi, jadi tercecer kotoran ternaknya. Lebih baik dibuat kelompok, kemudian sapi dikandangkan. Dengan begitu bahan baku utama selalu ada dan mudah didapatkan, gratis pula,” sarannya.

(Biogas bisa menjadi energi alternatif untuk hidupkan lampu petromax di rumah warga Desa Mukti Sari/foto-riki)

Selain itu juga dibutuhkan kolaborasi baik dari pemerintah atau perusahaan. Seperti yang sudah dilakukan PHR di Desa Mukti Sari, Kampar. Itu juga masih bisa dilakukan di ‘jantung’ Blok Rokan lainnya. Seperti Kabupaten Rokan Hilir, Siak, Rokan Hulu, dan Bengkalis.

Kolaborasi dan sinergi pihak terkait diperlukan, mengingat pembuatan reaktor cukup mahal. Instalasi dengan bahan batu dan semen, untuk tiga meter kubik sekitar Rp10 juta. Sedangkan enam meter kubik sekitar Rp20 juta, dan sembilan meter kubik bisa Rp30 juta hingga Rp40 juta. Belum lagi tambahan biaya untuk pipa yang mengalirkan gas ke rumah-rumah serta kompornya.

“Melihat pemanfaatannya dan dampaknya sangat layak untuk dikembangkan. Apalagi bisa mendorong ekonomi desa, sehingga bisa membantu dalam pengentasan kemiskinan,” ujar Anwar. 

Sementara itu Manager CSR PHR WK Rokan, Pinto Budi Bowo Laksono menjelaskan DEB merupakan program  tematik Pertamina yang disesuaikan dengan potensi yang ada di daerah masing-masing. DEB ini merupakan salah satu program TJSL pilar lingkungan dan ekonomi Pertamina Persero dan Pertamina Hulu Energi (PHE), yang merupakan sub-holding upstream yang kemudian turut diadopsi oleh PHR WK Rokan dan telah diimplementasikan oleh PHE di seluruh Indonesia.

Program DEB memanfaatkan energi terbarukan seperti surya, air, angin, dan biogas. Semua itu untuk percepatan transisi energi bagi masyarakat. Serta membantu pemerintah mencapai target Net Zero Emission pada 2060.

DEB Desa Mukti Sari ini bukti sumber energi bersih yang ramah lingkungan dan terbarukan bisa diwujudkan. Bahkan menjadi solusi pengelolaan limbah organik dan kesehatan lingkungan. Ditambah lagi bisa membangkitkan perekonomian dengan terbukanya lapangan kerja atau unit usaha baru di masyarakat.

PHR selalu siap bersinergi dengan pemerintah daerah, untuk menyelaraskan program TJSL agar tepat sasaran. Karena dukungan dari berbagai pihak, turut menentukan arah program ini ke depannya.

Penulis: Riki Ariyanto


Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda)

BERITA LAINNYA    
Peningkatan layanan jaringan XL Axiata untuk kelancaran Pilkada Serentak 2024.(foto: istimewa)XL Axiata Pastikan Konektivitas Lancar untuk Sukseskan Pilkada 2024
Sejumlah Mahasiswa yang tergabung dalam HMI dan BEM Universitas Islam Indragiri laksanakan audiensi dengan Kajari Inhil, (foto/Ayendra)Audiensi dengan Kejari, Mahasiswa Minta Kasus Baznas Inhil Ditangani Profesional
KPU dan Polres Sukses Gelar Senam Sehat, di Lapangan Taman Bukit Gelanggang (foto/bambang)KPU dan Polres Dumai Ajak Masyarakat Gunakan Hak Pilih Pada 27 November
  Komisi III DPRD Pekanbaru panggil Disdik, Dinkes, dan Dinsos (foto/Mimi)Komisi III DPRD Pekanbaru Panggil Tiga OPD Sekaligus, Ini yang Dibahas
Direktur Eksekutif MPD Riau, Zulfan Efendi (kanan) minta Bawaslu lebih proaktif (foto/yuni)MPD Riau: Bawaslu Harus Proaktif Hadang Politik Uang, Jangan Cuma Nunggu Laporan
Panwascam Kecamatan Sungai Batang saat interogasi gelar berita acara laporan dari warga temuan di lapangan (foto/Ayendra)Masa Tenang Pilkada, Warga dan Panwascam di Inhil Gerebek Tim Paslon Bawa Logistik
Komentar Anda :

 
 
 
Eksekutif : Pemprov Riau Pekanbaru Dumai Inhu Kuansing Inhil Kampar Pelalawan Rohul Bengkalis Siak Rohil Meranti
Legislatif : DPRD Pekanbaru DPRD Dumai DPRD Inhu DPRD Kuansing DPRD Inhil DPRD Kampar DPRD Pelalawan DPRD Rohul
DPRD Bengkalis DPRD Siak DPRD Rohil DPRD Meranti
     
Management : Redaksi | Disclaimer | Pedoman Media Siber | Kode Etik Jurnalistik Wartawan | Visi dan Misi
    © 2010-2024 PT. METRO MEDIA CEMERLANG (MMC), All Rights Reserved