Mengacu UU HKPD, Bapenda Bengkalis Siapkan Penyusunan Ranperda Pajak dan Retribusi Daerah
BENGKALIS - Mengawali datangnya tahun baru 2022, Pemerintah RI menerbitkan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD). Undang-Undang pertama tahun 2022 ini menggantikan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
UU Nomor 1 tahun 2022 memiliki lingkup regulasi dalam pemberian sumber Penerimaan Daerah berupa Pajak dan Retribusi; pengelolaan TKD; pengelolaan Belanja Daerah; pemberian kewenangan untuk melakukan Pembiayaan Daerah; dan pelaksanaan sinergi kebijakan fiskal nasional. Sehingga diharapkan dengan adanya Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ini layanan kepada masyarakat di seluruh pelosok nusantara dapat makin merata dan dengan kualitas yang memadai.
Melalui UU Nomor 1 Tahun 2022, Pemerintah memberikan kewenangan kepada Daerah untuk memungut Pajak dan Retribusi dengan penguatan melalui restrukturisasi jenis Pajak, pemberian sumber-sumber perpajakan Daerah yang baru, penyederhanaan jenis Retribusi, dan harmonisasi dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Restrukturisasi Pajak dilakukan melalui reklasifikasi 5 (lima) jenis Pajak yang berbasis konsumsi menjadi satu jenis Pajak, yaitu PBJT. Pemerintah juga memberikan kewenangan pemungutan Opsen Pajak antara level pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota, yaitu PKB, BBNKB, dan Pajak MBLB. Opsen atas PKB dan BBNKB sejatinya merupakan pengalihan dari bagi hasil pajak provinsi ke kabupaten/kota. Sedangkan Opsen atas MBLB untuk provinsi sebagai sumber penerimaan baru.
Penyederhanaan retribusi dilakukan melalui rasionalisasi jumlah Retribusi. Retribusi diklasifikasikan dalam 3 (tiga) jenis, yaitu Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi Perizinan Tertentu. Jumlah atas jenis Objek Retribusi disederhanakan dari 32 (tiga puluh dua) jenis menjadi 18 (delapan belas) jenis pelayanan.
Sekda Bengkalis, H Bustami HY.
Menindaklanjuti UU HKPD tersebut, Rabu (20/4/2022) digelar rapat Penyusunan Ranperda Tentang Pajak Daerah dan Retibusi Daerah. Rapat yang diinisiasi oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Bengkalis tersebu dibuka dan dipimpin Sekda Bengkalis, H Bustami HY, berlangsung di lantai II Kantor Bupati Bengkalis.
Dalam arahannya, Bustami menyampaikan, masing-masing perangkat daerah yang memiliki potensi retribusi untuk segera mempersiapkan inventarisasi potensi yang ada paling lama pertengahan bulan Juni 2022.
Menurut Bustami, semua pihak yang terlibat dalam penyusunan Perda ini harus serius karena APBD tahun 2024 sudah memuat target pendapatan sesuai Undang-Undang Nomor 1 tahun 2022.
"Karena apabila Perda ini belum selesai sampai tanggal 5 Januari 2024, maka pemerintah daerah tidak diperbolehkan untuk memungut pajak dan retribusi daerah," ujarnya.
Bustami juga menegaskan, sepanjang tahun 2022-2023 Perda harus terselesaikan sehingga ada waktu untuk mensosialisasikannya,”Saya berharap segala kebijakan yang kita susun dapat lebih mengoptimalkan seluruh potensi yang ada sehingga sasaran meningkatkan pendapatan asli daerah dapat diwujudkan," ujar Bustami.
Syahrudin, SH, MH, Kepala Bapenda Kabupaten Bengkalis
Targetkan Secepatnya Disahkan
Pemerintah Kabupaten Bengkalis mentargetkan Ranperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bisa secepatnya disahkan. Kepala Bapenda Kabupaten Bengkalis, Syahrudin, SH, MH didampingi Kepala Bidang Pengendalian dan Pengembangan, Tuti Andayani, menyampaikan, tahapan penyusunan ranperda dimulai pada Triwulan II atau sampai bulan Juni 2022 nanti, yaitu Propemperda (Program Pembentukan Peraturan Daerah), Evaluasi Pajak Retribusi dan Potensi Pajak dan Retribusi.
Berikutnya pada triwulan ke III dilanjutkan dengan penyusunan Naskah Akademik oleh Politeknik Negeri Bengkalis serta penyusunan Ranperda dan terakhir pembahasan bersama DPRD sampai nanti disetujui menjadi Perda. Begitu sudah disetujui menjadi Perda, masih ada tahapan lain yang perlu dilakukan yaitu menyampaikan Ranperda tersebut ke Mendagri melalui Gubernur Riau untuk dievaluasi.
“Prosesnya memang panjang dan butuh waktu, jadi kita harus bekerja cepat agar jangan sampai terjadi kekosongan yang menyebabkan kita nanti tidak bisa memungut pajak dan retribusi,” kata pria yang akrab disapa Am tersebut.
Pemerintah menegaskan terdapat beberapa klasul dalam UU HKPD yang bersifat transisi. Masa transisi ditetapkan lima tahun. Selain itu, UU ini mengamanatkan terbitnya peraturan turunan dalam dua tahun pasca pengesahan. Detail implementasi akan termaktub dalam peraturan pemerintah sebagai peraturan turunan atas UU HKPD.
“Artinya, kalau sampai batas itu perda kita belum selesai maka kita tidak bisa memungut pajak dan retribusi,” ulangnya lagi.
Dijelaskan, di dalam UU No 1 Tahun 2022 Tentang HKPD, ada beberapa jenis retribusi yang bakal hilang. Antara lain, retribusi pengujian kendaraan bermotor, retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, retribusi pelayanan tera/tera ulang, retribusi terminal, retribusi izin trayek serta retribusi izin usaha perikanan.
“Dari 32 retribusi mulai dari retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu, sebagian dihapus dan hanya tinggal 18 retribusi saja. Untuk itu, seperti disampaikan pak Sekda tadi, kawan-kawan diharap memverifikasi kembali potensi retribusi yang di masing-masing PD, dan itu sudah harus diserahkan ke kami paling lambat pada minggu pertama bukan Juni 2022,” ujarnya.
Kemudian, dalam Struktur Pajak Daerah Dalam UU HKP, bahwa restrukturisasi dan integrasi jenis pajak daerah ditujukan untuk mengurangi administrative dan compliance cost serta optimalisasi pemungutan. Sedangkan skema opsen ditujukan untuk penggantian skema bagi hasil dan penyesuaian kewenangan.
Dari 11 struktur pajak yang tertuang dalam Undang-Undang No 28 Tahun 2009, yakni, PBB P-2, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Parkir, Pajak Hotel, Pajak Restoran, Paja Hiburan, BPHTB, Pajak MBLB, Pajak Reklame, PAT dan Pajak Sarang Walet, maka di UU HKPD strukturnya hanya tinggal 8. Yakni, PBB P-2, PBJT, BPHTB, Pajak MBLB, Pajak Reklame, PAT, Pajak Sarang Burung Walet dan Opsen PKB serta Opsen BBNKB.
Begitupun pada struktur Retribusi Daerah dalam UU HKPD, juga terjadi perubahan cukup signifikan. Rasionalisas itu sendiri ditujukan untuk peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dan menciptakan ekosistem iklim usaha yang kondusif.
Di dalam UU PDRD dan UU Cipta Kerja, ada 15 jenis pelayanan untuk Retribusi Jasa Umum. Di dalam UH HKPB, Retribusi Jasa Umum hanya tinggal 5 jenis pelayanan. Ke lima jenis layanan, yakni pelayanan kesehatan, pelayanan kebersihan, pelayanan parkir di tepi jalan umum, pelayanan pasar serta pengendalian lalu lintas.
Sedangkan pada Retribusi Jasa Usaha, dari 11 jenis layanan yang tertuang dalam UU PDRD dan UU Cipta Kerja, di dalam UU HKPD hanya 1 yang dihapus, yakni Retribusi Terminal. Sementara ada Retribusi Perizinan Tertentu, dari 5 jenis layanan izin, dua diantaranya dihapus, yang tinggal Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), Perpanjangan IMTA (PTKA) dan Pengelolaan Pertambangan Rakyat (PPR). Namun ada tambahan Retribusi yang nanti aka diatur melalu Peraturan Pemerintah (PP), seperti Retribusi Perkebunan Sawit.(zul/adv)
Jika Anda punya informasi kejadian/peristiwa/rilis atau ingin berbagi foto?
Silakan SMS ke 0813 7176 0777
via EMAIL: [email protected]
(mohon dilampirkan data diri Anda) |
Komentar Anda :