Home / Hukrim | ||||||
Korupsi SPPD Fiktif Rp2,3 Miliar Eks Plt Sekretaris DPRD Riau Divonis 6 Tahun Penjara, Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa Senin, 18/11/2024 | 21:39 | ||||||
Mantan Plt Sekretaris DPRD Riau dijatuhi hukuman 6 tahun penjara (foto/tribunpku) PEKANBARU – Tengku Fauzan Tambusai, mantan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris DPRD Provinsi Riau, dijatuhi hukuman 6 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Senin (18/11/2024). Vonis ini terkait dengan kasus korupsi anggaran perjalanan dinas fiktif di Sekretariat DPRD Riau tahun 2022 yang merugikan negara hingga lebih dari Rp 2,3 miliar. Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Pekanbaru, majelis hakim menyatakan Tengku Fauzan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun, hukuman yang dijatuhkan lebih rendah 2 tahun dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang sebelumnya meminta hukuman 8 tahun penjara. Selain pidana penjara, hakim juga memutuskan untuk menghukum Tengku Fauzan dengan denda sebesar Rp 200 juta. Jika denda tersebut tidak dibayar, maka ia akan dijatuhi tambahan kurungan penjara selama 2 bulan. Selain itu, Fauzan diwajibkan untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 2.353.826.140. Jika tidak membayar, ia harus menjalani hukuman tambahan selama 2 tahun 10 bulan. Mendapatkan vonis tersebut, Tengku Fauzan melalui kuasa hukumnya menyatakan akan berpikir-pikir sebelum memutuskan untuk mengajukan banding. Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum. "Terdakwa pikir-pikir, kami (JPU) juga pikir-pikir," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Pekanbaru, Niky Juniesmero dkutip dari tribunpekanbaru. Kasus ini bermula dari penyalahgunaan anggaran perjalanan dinas di Sekretariat DPRD Riau untuk periode September hingga Desember 2022. Sebagai Plt Sekwan, Tengku Fauzan diduga memerintahkan bawahannya untuk mempersiapkan dokumen perjalanan dinas fiktif, yang antara lain mencakup nota dinas, surat perintah tugas (SPT), surat perintah perjalanan dinas (SPPD), kwitansi, tiket transportasi, boarding pass, dan tagihan hotel. Setelah dokumen-dokumen tersebut dikumpulkan, Fauzan yang berperan sebagai Pengguna Anggaran (PA) menandatangani dokumen pertanggungjawaban perjalanan dinas tersebut. Ia kemudian memerintahkan pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) dan bendahara pengeluaran untuk mengajukan pencairan anggaran ke Bank Riau, tanpa melalui proses verifikasi yang seharusnya dilakukan oleh Koordinator Verifikasi. Namun, uang yang dicairkan untuk perjalanan dinas tersebut tidak digunakan sesuai peruntukannya. Setelah uang tersebut masuk ke rekening pegawai yang namanya dicatut untuk perjalanan dinas fiktif, setiap pencairan uang dilakukan pemotongan sebesar Rp 1,5 juta sebagai 'upah tanda tangan'. Uang yang tersisa, yang awalnya berjumlah sekitar Rp 2,8 miliar, akhirnya berkurang menjadi Rp 2,3 miliar lebih, yang diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Fauzan, bukan untuk kegiatan perjalanan dinas yang sejatinya tidak pernah terjadi. Tindakannya bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 77 Tahun 2020, yang mengatur tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah. Dalam kasus ini, Tengku Fauzan diduga telah mengambil uang negara yang bersumber dari APBD Pemerintah Provinsi Riau, yang seharusnya digunakan untuk keperluan perjalanan dinas yang sah. Reaksi dan Langkah Selanjutnya Vonis ini menjadi sorotan karena menggambarkan betapa penyalahgunaan wewenang di kalangan pejabat publik dapat merugikan negara dalam jumlah besar. Meskipun demikian, Tengku Fauzan masih memiliki hak untuk mengajukan banding, yang dapat memperpanjang proses hukum lebih lanjut. (*) |
||||||
|
HOME | OTONOMI | POLITIK | EKONOMI | BRKS | OTOMOTIF| HUKRIM | OLAHRAGA | HALLO INDONESIA | INTERNASIONAL | REDAKSI | FULL SITE |
Copyright © 2010-2024. All Rights Reserved |