Home / Hallo Indonesia | |||||||||
IDC 2024: Tantangan Kecerdasan Buatan, Media Harus Berdamai dan Beradaptasi Rabu, 28/08/2024 | 17:22 | |||||||||
Indonesia Digital Conference (IDC) 2024 yang diselenggarakan di Hotel Santika Premiere (foto/ist) JAKARTA – Dalam satu tahun terakhir, penggunaan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) di industri media mengalami lonjakan signifikan. Teknologi ini kini dimanfaatkan oleh anggota Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dalam berbagai aspek seperti penyuntingan, penandaan otomatis, pengisi suara, hingga pembuatan avatar. Meski demikian, adopsi AI ini bukan tanpa tantangan, terutama bagi perusahaan media yang harus menyesuaikan diri dengan cepat terhadap perkembangan ini. CEO KG Media, Andy Budiman, dalam forum diskusi Indonesia Digital Conference (IDC) 2024 yang diselenggarakan di Hotel Santika Premiere, Jakarta, Rabu (28/8/2024), menekankan pentingnya adaptasi media terhadap perubahan zaman. "Tugas utama media adalah untuk mencerahkan peradaban. Maka itu, media harus berdamai dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi," ujar Andy. Andy mengakui bahwa adopsi AI di masa depan akan semakin meluas dan menjadi sebuah keniscayaan. Namun, ia juga mengingatkan bahwa keunggulan perusahaan media di era AI ini akan sangat bergantung pada originalitas dan relevansi konten yang diproduksi. Tanpa hal ini, perusahaan media berisiko kehilangan nilai tambahnya. Di sisi lain, AI juga memunculkan tantangan baru, terutama terkait dengan ketimpangan antara platform dan perusahaan media sebagai publisher. Andy menyoroti banyaknya konten berita yang tersebar di platform media sosial tanpa memberikan dampak finansial yang signifikan bagi perusahaan media yang memiliki hak atas konten tersebut. "Iklan lebih banyak mengalir ke platform daripada ke perusahaan media, meski konten berasal dari media tersebut," jelasnya. Masalah lain yang muncul adalah ketidakadilan dalam tanggung jawab konten. Platform cenderung tidak bertanggung jawab terhadap konten yang diunggah oleh pengguna, sementara perusahaan media harus bertanggung jawab penuh atas konten yang mereka publikasikan. Andy mencontohkan platform Kompasiana, di mana konten diproduksi oleh pengguna, namun tetap berada di bawah tanggung jawab media. Selain itu, AI sering kali menghilangkan hak penerbit terhadap konten yang diproduksi. Banyak konten yang dihasilkan AI tidak mencantumkan sumber asli dari media yang dikutip. Andy mencontohkan survei yang dilakukan oleh Kompas, yang meski sering dikutip oleh media lain dengan mencantumkan sumber, namun tidak selalu diakui oleh AI seperti ChatGPT. Padahal, riset tersebut memerlukan biaya yang tidak sedikit, hingga ratusan juta rupiah. Irene Jay Liu, Director AI Emerging Tech and Regulation di The International Fund for Public Interest Media (IFPIM), menanggapi tantangan ini dengan menekankan pentingnya regulasi yang mendukung kelangsungan hidup penerbit. "Regulasi tersebut harus mencakup privasi, perlindungan penerbit, hingga aturan hak cipta," jelas Irene. Ia juga menyebutkan langkah-langkah regulasi yang telah diambil di negara-negara maju. "Di AS, gugatan hukum dan tindakan regulasi di Eropa memungkinkan pengguna menolak pemrosesan informasi pribadi. Di Uni Eropa, beberapa regulator telah mengambil tindakan di bawah GDPR (General Data Protection Regulation)," tambahnya. Lebih lanjut, Irene menyarankan agar publisher mengambil langkah-langkah proaktif seperti memblokir platform AI dari mengindeks situs mereka. "Kontrol web Google tidak cukup untuk memblokir ringkasan AI. Satu-satunya cara adalah dengan menghapus indeks dari pencarian," katanya. "Jangan panik, tetapi tetap terinformasi. Pantau pembaruan dari pengembang dan pengumuman platform. Tegaskan kontrol atas bagaimana konten Anda digunakan dengan alat web yang tersedia. Fokuslah pada hubungan langsung dengan audiens Anda serta berkumpul dan berkolaborasi dengan sesama perusahaan media dalam advokasi," tutur Irene. Kolaborasi antara perusahaan media dan platform AI memang menjadi kunci penting di era digital ini. Ika Idris, Co-Director Monash Data & Democracy Research Hub, menegaskan bahwa AI sangat membutuhkan data atau konten dari publisher. "Sejak tahun 2014 hingga sekarang, kebutuhan data oleh AI meningkat pesat, mencapai triliunan data. Apa yang dibutuhkan platform AI dari publisher? Yang pertama tentu saja datanya," ungkap Ika. Dalam IDC 2024 ini, para pembicara sepakat bahwa media harus segera menyesuaikan diri dengan teknologi AI yang semakin mendominasi. Namun, mereka juga mengingatkan pentingnya menjaga integritas dan hak cipta konten, serta memastikan bahwa media tetap memiliki peran penting dalam menyajikan informasi yang original dan relevan bagi masyarakat. (*) |
|||||||||
|
HOME | OTONOMI | POLITIK | EKONOMI | BRKS | OTOMOTIF| HUKRIM | OLAHRAGA | HALLO INDONESIA | INTERNASIONAL | REDAKSI | FULL SITE |
Copyright © 2010-2024. All Rights Reserved |