Home / Otonomi | ||||||
Kongres Luar Biasa PWI Jumat, 02/08/2024 | 18:28 | ||||||
Plt Ketum PWI Pusat, Zulmansyah Sekedang (tengah) didampingi Ketua DK, Sasongko Tedjo dan Ketua Dewan Penasihat, Ilham Bintang (foto/ist) Oleh: Zulmansyah Sekedang PEKANBARU - Sudah sepekan lebih, saya ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum (Ketum) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat. Banyak Ketua PWI Provinsi bertanya; Kapan KLB? Bisakah KLB menyelesaikan masalah PWI? Haruskah KLB diusulkan 2/3 PWI Provinsi? Jawaban saya antara lain begini. Kongres Luar Biasa (KLB) di PWI adalah legal, sah, dan diatur jelas dalam Pasal 14 ayat 2 Peraturan Dasar (PD) PWI. Isinya, "Organisasi dapat mengadakan KLB." Mengapa ada KLB? Dua penyebabnya. Diatur dalam dua pasal yang berbeda di Peraturan Rumah Tangga (PRT) PWI, yakni pasal 10 ayat 7 dan pasal 28 ayat 1 dan 2. Pasal 10 ayat 7 begini bunyinya: "Apabila Ketum berhalangan tetap, ditunjuk Pelaksana Tugas (Plt) dalam Rapat Pleno pengurus pusat. Selanjutnya, Plt menyiapkan KLB untuk memilih Ketum dan Ketua Dewan Kehormatan (DK) yang baru selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) bulan." Sedangkan pasal 28 ayat 1 berbunyi: "KLB diadakan jika diminta oleh sekurang-kurangnya 2/3 jumlah provinsi dengan alasan ketua umum menjadi terdakwa kasus yang merendahkan harkat dan martabat profesi wartawan." Ayat 2 berbunyi: "KLB hanya memilih Ketua Umum baru dan melanjutkan periode kepengurusan." Dari dua pasal itu, jelas KLB dapat dilaksanakan organisasi karena Ketum PWI berhalangan tetap dan/atau Ketum PWI menjadi terdakwa. Bedanya adalah; KLB melalui PRT pasal 10 ayat 7 memilih Ketum PWI dan Ketua DK. Dua pejabat yang dipilih kembali dalam KLB. Sedangkan KLB melalui pasal 28, hanya seorang Ketum PWI saja yang dipilih kembali. Beda lainnya adalah, KLB melalui PRT pasal 10 ayat 7 tidak memerlukan usulan 2/3 PWI Provinsi. Berapa pun PWI Provinsi ikut atau hadir, KLB boleh diselenggarakan. Sah. Tetapi untuk lebih kuat legitimasinya, minimal 50 persen plus satu hadir di KLB. Sedangkan KLB melalui PRT pasal 28, jelas disebutkan harus diusulkan 2/3 PWI Provinsi. Kondisi saat ini, PWI Pusat terbelah. Ada yang Pro-KLB, ada yang kontra-KLB dan ada yang tidak bersikap sama sekali atau kelompok netral. Kelompok netral ini merasa kelompok pro-KLB maupun kontra-KLB adalah sahabat, sehingga lebih memilih diam dan tak ingin berkonflik. Kelompok Pro-KLB, adalah DK PWI yang delapan orang, dipimpin Sasongko Tedjo sebagai Ketua dan Nurcholis MA Basyari sebagai Sekretaris. DK berdelapan ini yang telah memutuskan pemberhentian penuh terhadap Hendry Ch Bangun (HCB) dari anggota PWI berdasarkan SK DK PWI Nomor: 50/SK-DK/PWI/VII/2024 yang kemudian diperkuat dengan Berita Acara PWI DKI Jakarta Nomor: 01/BA.RPH/PWI.J/VII/2024. Dengan demikian, HCB gugur sebagai anggota PWI, sekaligus tidak berwenang lagi menjadi Ketum PWI. Maka KLB harus segera diselenggarakan dengan alasan Ketum PWI Pusat berhalangan tetap. Ikhwal pemberhentian HCB sebagai anggota PWI bukan mendadak dan tiba-tiba oleh DK PWI. Prosesnya panjang, berbulan-bulan. Bermula dari akhir Desember 2023 lalu, dan pemicunya adalah uang cashback bantuan dana UKW (uji kompetensi wartawan) dari Forum Humas (FH) BUMN. Ketum (waktu itu) HCB menyampaikan kepada DK PWI dalam rapat resmi, dana bantuan Rp6 miliar BUMN harus bayar cashback kepada orang BUMN. Setelah ditelusuri, ternyata keterangan itu tidak benar. Cashback kepada staf BUMN hanya karangan saja, apalagi pihak FH BUMN kemudian secara resmi telah membantah pernyataan HCB dengan menyatakan tidak pernah meminta, apalagi menerima cashback. Yang terbukti kemudian justru dana Rp1.080.000000 yang diambil sebagai cashback, dikembalikan ke rekening PWI oleh Sekjen PWI Pusat (waktu itu) Sayid Iskandarsyah dalam dua tahap. Tahap pertama sebesar Rp540 juta melalui transfer di Bank Mandiri. Lalu beberapa hari kemudian, pengembalian tahap kedua dengan jumlah sama Rp540 juta secara cash ke kantor PWI. Pengembalian dana cashback ke kas organisasi itu merupakan salah satu dari tiga sanksi keputusan DK PWI Pusat yang telah melakukan serangkaian pemeriksaan. Dua sanksi lainnya, yaitu: memberi teguran keras kepada Ketum Hendry Ch Bangun dan merekomendasikan kepada Ketum memberhentikan Sekjen PWI Sayid Iskandarsyah; memberhentikan Wakil Bendahara Umum Mohammad Ihsan, dan memberhentikan Direktur UMKM Syarif Hidayatullah dari jabatan masing-masing. DK PWI yang delapan ini solid, kompak bersatu ingin KLB segera dilaksanakan setelah memberhentikan HCB sebagai anggota PWI. Keputusan ini didukung pula oleh banyak senior PWI yang berada di Dewan Penasihat PWI seperti Ketua Penasihat Ilham Bintang, Wakil Ketua Timbo Siahaan, Sekretaris Wina Armada Sukardi, dan lain-lain. Sebaliknya, pada kelompok HCB yang kontra-KLB menyatakan keputusan DK PWI Pusat tidak sah, dinyatakan batal dan tidak berlaku. Dalam Rapat Pleno Pengurus Harian pada 23 Juli 2024 yang melahirkan Surat Edaran PWI Pusat Nomor: 554/PWI-P/LXXVIII/2024 yang ditanda-tangani HCB sebagai Ketum dan Iqbal Irsyad sebagai Sekjen, terdapat enam keputusan. Di antara keputusan itu adalah menyatakan Surat Keputusan DK PWI Nomor 50 dan 53 tanggal 16 Juli 2024 tentang sanksi pemberhentian penuh HCB sebagai anggota PWI tidak sah, dan dengan demikian dinyatakan batal dan tidak berlaku. Aneh. Belum pernah terjadi sepanjang sejarah PWI 78 tahun, keputusan "mahkamah" DK PWI dibatalkan oleh "eksekutif" melalui Rapat Pengurus Harian yang dipimpin oleh seseorang yang sudah diberhentikan sebagai anggota PWI. Apalagi dalam PRT PWI pasal 21 ayat 2 tegas disebutkan keputusan Dewan Kehormatan adalah final. Tidak bisa banding dan harus dilaksanakan. Jika pun ingin membela diri, bisa saja dilakukan yang terkena sanksi pada saat forum kongres reguler. Bukan pada saat KLB. Kelompok kontra-KLB juga menggembar-gemborkan KLB harus berdasarkan usulan 2/3 provinsi. Kalau tanpa usulan 2/3 PWI Provinsi maka KLB tidak sah. Padahal, ada pasal lain menyebutkan KLB tidak perlu ada usul dari PWI provinsi lagi jika Ketum PWI sudah berhalangan tetap. Sudah dinyatakan gugur sebagai anggota. Itulah KLB amanah PRT pasal 10 ayat 7 yang dipakai DK PWI dan Plt Ketum PWI untuk menggelar KLB dalam waktu selambat-lambatnya enam bulan. Perseteruan dua kelompok ini semakin kuat manakala kelompok yang dijatuhi sanksi organisasi oleh DK PWI berdasarkan PD PRT PWI membawa masalah ini ke ranah hukum, di luar mekanisme organisasi. Mantan Sekjen Sayid Iskandarsyah misalnya, menggugat perdata delapan pengurus DK PWI, termasuk Bendahara Umum Marthen Slamet Susanto, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Terdaftar dalam perkara Nomor: 395/Pdt.G/2024/PN.Jkt.Pst tanggal 7 Juli 2024. Dalam gugatannya, Sayid Iskandarsyah sampai meminta ganti rugi sebesar Rp101 Miliar lebih. Wah. Begitupun HCB yang sudah diberhentikan oleh DK PWI Pusat, telah melaporkan secara pidana ke Polda Metro Jaya dengan laporan Nomor: LP/B/2859/V/2024/SPKT/Polda Metro Jaya. Ketua DK PWI Sasongko Tedjo, telah diperiksa di Polda Metro Jaya atas laporan pidana ini pada 25 Juli 2024 lalu. Maka, semua ini harus diselesaikan. Silaturahmi, mediasi, telah gagal. Sekarang penentunya ada di pengurus PWI Provinsi sebagai pemilik suara. Sebab itulah, KLB harus segera digelar. KLB adalah solusi. (*) |
||||||
|
HOME | OTONOMI | POLITIK | EKONOMI | BRKS | OTOMOTIF| HUKRIM | OLAHRAGA | HALLO INDONESIA | INTERNASIONAL | REDAKSI | FULL SITE |
Copyright © 2010-2024. All Rights Reserved |