Home / Meranti | ||||||
Ganti SIMRS Hingga Pelayanan Kacau, Direktur RSUD Kepulauan Meranti Kembali Diduga Lakukan Pembohongan Publik Selasa, 16/05/2023 | 17:50 | ||||||
Direktur RSUD Kepulauan Meranti, dr Prima Wulandari SELATPANJANG - Direktur RSUD Kepulauan Meranti, dr Prima Wulandari diketahui diduga kembali melakukan pembohongan publik dalam hal persoalan penggantian aplikasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS). Direktur yang belum genap dua tahun menjabat ini diketahui telah mengganti SIMRS dari yang gratisan menjadi berbayar. Prima menggantikan SIMRS yang telah digagas oleh Plt Direktur RSUD Kepulauan Meranti, Fajar Triasmoko yakni SIMRS Khanza. Bahkan sang direktur memutasikan Informasi yang beredar, penggantian aplikasi itu digunakannya untuk proyek perubahan Diklat Kepemimpinan untuk penunjang pada jabatan Eselon III. Aplikasi SIMRS Khanza milik Yayasan SIMRS Khanza Indonesia (YASKI) diganti dengan aplikasi berbayar dari pihak ketiga yaitu Lintas Arta. Alasan Prima untuk melakukan penggantian aplikasi tersebut dikarenakan alasan teknis. Oleh karena itu dia juga tidak melakukan rapat koordinasi kepada sejumlah pegawai dan dokter di RSUD. "Jaringannya kadang gak konek, makanya dari BPJS itu sering tertumpuk antrian di depan. Sekarang antriannya sudah mulai berkurang. Jadi masalahnya di connecting masalah jaringan dan lebih terdeteksi semua (menggunakan aplikasi baru)," ujarnya. Diketahui, selama ini SIMRS yang ada di RSUD Kepulauan Meranti tidak bisa mendukung pengembangan integrasi dengan berbagai aplikasi dari Kemenkes dan BPJS. Bahkan sudah berkali-kali berganti direktur. Baru satu yang cocok, yakni aplikasi Khanza yang saat ini juga digunakan oleh ribuan Faskes di Indonesia. Aplikasi itu jug direkomendasi oleh Kementerian Kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Setelah beberapa bulan menggunakan aplikasi dari Lintas Arta, rupanya pelayanan yang diharapkan tidak berjalan lebih baik, banyak kesalahan teknis yang terjadi. Bahkan hal itu dikabarkan menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan dikenakan sanksi administratif karena ada prosedur yang salah saat melakukan kerjasama. Karena mendapatkan teguran dari pihak BPK, Prima Wulandari lalu memutuskan kontrak kerjasama dengan aplikasi SIMRS Lintas Arta pada 13 Mei 2023. Tanpa ada aplikasi baru yang disiapkan, pihak RSUD malah menggunakan cara manual untuk mengeluarkan nomor registrasi pada sistem rekam medis. Akibatnya antrean pasien di RSUD Kepulauan Meranti membludak dan menumpuk, ratusan pasien tidak terlayani dengan baik. Melihat desakan antrian yang semakin ramai, petugas di bagian adminstrasi pun semakin kewalahan dan memilih pergi karena takut diamuk oleh keluarga pasien, sementara itu tidak ada penjelasan terkait hal tersebut dari manajemen RSUD. Direktur RSUD Kepulauan Meranti dr Prima Wulandari saat dikonfirmasi terkesan menutup rapat-rapat informasi tentang aplikasi SIMRS yang telah digantinya. Dokter yang sebelumnya bertugas di Pulau Rangsang ini terkesan menghindari dan tak ingin bertemu dengan wartawan. Saat berhasil ditemui, direktur RSUD tidak banyak bisa menjawab pertanyaan yang dilontarkan wartawan. Baik itu tentang teknis persoalan kerjasama dengan pihak ketiga, cara kerja hingga anggaran belanja aplikasi tersebut. Alih-alih mengatakan penggantian dilakukan karena ada masalah teknis, Prima menegaskan pihaknya pada tahun ini akan kembali menggunakan aplikasi Khanza. Saat ini kata dia prosesnya masih dalam tahap migrasi data dari aplikasi sebelumnya. "Kita akan kembali menggunakan Khanza. Sementara itu, pendiri Yayasan SIMRS Khanza Indonesia (YASKI) sekaligus Owner dan pengembang SIMRS Khanza, Windiarto Nugroho, S.Kom, Mars yang berhasil dikonfirmasi via pesan Whatsapp nya mengatakan pihaknya kecewa kepada manajemen RSUD Kepulauan Meranti yang menggantikan sistem tanpa ada melakukan telaah sebelumnya. Bahkan Windiarto menyebutkan Direktur RSUD Kepulauan Meranti terkesan menjelekkan aplikasi tersebut. "Kalau untuk awal mulanya saya gak tau, tiba-tiba saja ganti sistem tanpa ada telaah terlebih dahulu. Dapat infonya karena masalah lelet di jaringan, padahal konfirmasi dari direktur sebelumnya aman-aman saja jaringan di sana," kata Windiarto Nugroho. Dijelaskan saat ini pihak Khanza mencabut dukungan ke RSUD Kepulauan Meranti. Imbasnya, pihak RSUD tidak bisa mengajukan MoU hak guna pakai sehingga tidak bisa digunakan untuk mengajukan Bridging ke BPJS, akreditasi maupun integrasi ke program Satu Sehat Kemenkes. "Untuk aplikasi Khanza ini kan free dan open source, siapa saja boleh download dan pakai. Tapi dengan adanya kejadian ini, dari kami mencabut suport ke RSUD terkait. Jadi ada masalah apapun itu jadi urusan RSUD, kami kan sifatnya komunitas, jadi ada apa-apa dibantu oleh para pengguna. Untuk saat ini, RSUD Kepulauan Meranti kami keluarkan dari keanggotaan sampai direkturnya diganti dan ada permintaan ulang ke yayasan untuk disuport, baru akan kami bantu. Permintaan ulang itu untuk direktur yang baru nanti kalau sudah ganti, kalau yang sekarang kan bermasalah karena tidak ada pemberitahuan ke kami juga kalau mau ganti sistem," tukasnya. Tanpa merasa bersalah dan enggan melakukan permintaan maaf kepada pihak Khanza, Prima yang mengaku akan kembali menggunakan aplikasi tersebut kembali melakukan pembohongan dan terkesan membuat isu liar. Hal itu disampaikannya saat Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Kepulauan Meranti Drs. Irmansyah datang ke RSUD Kepulauan Meranti, Minggu (14/5/2023) untuk menanggapi keluhan dari masyarakat terkait lambatnya pelayanan pasien. Kepada Irmansyah, dr. Prima membenarkan ada keluhan dari masyarakat terkait pelayanan yang lambat. Hal tersebut, katanya, dikarenakan perbaikan aplikasi sistem pelayanan di RSUD yang membutuhkan waktu 1 sampai 2 hari sehingga sistem tersebut bisa difungsikan kembali. "Saat ini kita melakukan pelayanan secara manual, dan membutuhkan banyak tenaga dan waktu yang cukup lama," ungkap Prima. Dia juga menjelaskan alasan pihaknya mengganti aplikasi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) "Kalau sistem yang gratis itu, kita harus melakukan pengembangan dan membutuhkan banyak biaya untuk tenaga IT, programer, dan tenaga pendamping," kata Prima. Sontak saja pernyataan Prima Wulandari itu mendapatkan respon langsung dari Windiarto Nugroho selaku pengembang SIMRS Khanza. Menurutnya apa yang disampaikan Prima Wulandari tidak benar adanya. "Gak ada, tinggal dipakai saja. Silahkan saja dilakukan proses telaah dan bisa dibandingkan mana yang sudah matang mana yang belum. SIMRS Khanza sudah dipakai di 1.500 rumah sakit di Indonesia, secara logika sudah sangat matang dibandingkan yang lain. Mau diadu dengan SIMRS Rp 5 miliar pun juga gak akan kalah," ujarnya. Disebutkan, walaupun SIMRS Khanza gratis, namun tidak murahan, hal itu terbukti aplikasi itu sudah memiliki fitur PACS (Picture Archiving and Communication System) atau metode komputerisasi komunikasi dan menyimpan data gambar medis seperti computed radiographic, fluoroscopic, magnetic resonance dan foto X-ray. Selain itu juga aplikasi ini bisa Bridging VClaim BPJS Kesehatan dan Platform Satu Sehat Kemenkes. "SIMRS Khanza bisa Bridging dengan Kemenkes, BPJS, bank dan lain-lain termasuk dengan alat-alat laborat dan alat radiologi, USG dan CT SCAN. Selain itu SIMRS Khanza punya PACS bawaan dengan orthanc, jika yang lain beli PACS seharga milyaran, kita malah ajari user agar bisa pakai yang free dan open source. Seharusnya RSUD kalau mau pakai sistem buat telaah dulu biar nggak jadi temuan, apalagi itu yang berbayar," pungkasnya. Penulis : Ali Imroen |
||||||
|
HOME | OTONOMI | POLITIK | EKONOMI | BRKS | OTOMOTIF| HUKRIM | OLAHRAGA | HALLO INDONESIA | INTERNASIONAL | REDAKSI | FULL SITE |
Copyright © 2010-2024. All Rights Reserved |